Share

[ 8 ]

Sudah hampir seminggu sejak perihal kalimat Ben waktu itu. Yang dengan polosnya menyebutku sayang. Ingat? Good. It’s been a whole week.

Dan kalian tahu apa?

That’s it.

Selebihnya, tidak lagi.

Dia tidak menghubungiku.

Tidak ke kantorku.

Tidak melakukan apapun untuk membuktikan kalimatnya sendiri.

Apa aku mencari tahu alasan Ben atas tingkahnya yang di luar dugaan ini?

Tentu saja tidak.

Sesuai permintaannya, aku sempat meneleponnya seusai meetingku kelar hari itu.

Kami ngobrol tidak lama. Tidak sampai lima menit.

Selebihnya tidak terjalin hubungan apa-apa lagi.

Kalian bingung? Sama. Aku juga.

Sekarang aku sedang di salah satu salon langgananku. Salon tidak begitu ramai. Mungkin karena ini sudah jam enam sore. Biasanya sih cewek-cewek yang mau nge-date, ke salon sejak siang.

"Mbak Nata?" Seru yang berhasil membuatku mendongak, melihat sosok yang baru saja menyebut namaku.

Seorang gadis berjilbab coklat dengan makeup bold yang luar biasa bold.

Mungkin dia baru dari kondangan.

Bisa kutebak dari baju yang dia gunakan. Long dress dengan manik di sana sini.

Wow. Bisa kalian bayangin bentukannya seperti apa? Coba dulu

"Hm?" Tanyaku sesopan mungkin.

"Mbak Natakan? Aku beberapa kali nonton Mbak di event musikalisasi."

Aku meng-ooh. Kemudian mengangguk. Cukup mengagetkan ada yang mengenaliku dari acara itu, mengingat hanya kuhadiri sesekali.

"Oh hey. Nggak nyangka ada yang notice." Kataku dengan rambut yang dibalut handuk.

Mbak salon yang sedang duduk dan memijat lenganku pun ikut melempar senyum kecil padanya.

"Masa nggak di-notice. Suaranya enak tahu. Foto bareng ya Mbak."

Oh tidak. Kutolak halus. "Aku bukan artis Mbak. Lagi handukan pula."

"Tetep cantik kok. Cantikkan yang?" Tanyanya menyenggol seseorang di sampingnya.

Aku menggeser sedikit untuk melihat cermin.

Orang yang ketika ditanya langsung mengangguk ringan itu.

Kurasa dia takjub melihat bagaimana cara Tuhan mempertemukan kami lagi dan lagi.

Jadi ini pacarmu Gi? Eh tunanganmu.

Yang kamu cinta dengan sungguh-sungguh itu?

Kurasa kamu sama shoknya denganku saat tahu bahwa pacarmu mengidolakan aku. Setidaknya suaraku.

Lagi-lagi aku nggak menjawab.

Kusenyumi kamera depan pacar Gugi yang entah sejak kapan sudah berada di hadapanku, dengan cewek ini di sampingku.

Pipi kami berdempetan. Melekat tertempel satu sama lain. Siapa sangka? Not me.

Setelahnya, sepasang itu pamitan. Si cewek ke meja kasir, sedang Gugi berjalan ke sofa tunggu.

Persis di belakangku.

Bisa kulihat dia duduk lalu menatapku.

Jadilah mata kami bertemu di cermin.

Bagaimana rasanya bertatapan dengan Gugi?

NGGAK ENAK. KAYA KETAHUAN NYOLONG.

Salah tingkah, aku mengganti posisi agar tidak lagi melihat pantulan Gugi di cermin. Mustahil. Aku masih bisa melihatnya di belakang sana. Memperhatikanku. Dengan kedua bola mata setengah melotot. Menakutkan.

Dengan pelan kuggeser kursiku.

Pelan-pelan.

Awalnya Mbak yang lagi mijetin tanganku nggak protes.

Tapi lama-kelamaan,

Saat kursiku hampir tidak lagi terlihat di depan cermin, dia akhirnya protes.

"Kok nyerong-nyerong sih dek? Sini atuh deketan! Nggak selesai-selesai ntar."

Ingiiiiiiiin rasanya kusobek mulut perempuan ini.

Suaranya sebenarnya nggak begitu besar dan menggelegar. Tapi kuyakin Gugi dengar. Pasti.

Merasa nggak nyaman ditatap Gugi saat pacarnya duduk di kursi yang hanya berjarak semeter di sampingku, kuputuskan untuk menyudahi ritual pijat yang enak banget ini.

Nggak ada pilihan lain. Kubisikin Mbaknya bahwa aku punya kesibukan mendadak lain jadi tolong rambutku langsung dibilas dan dikeringin aja.

Setelah membayar, aku buru-buru keluar salon. Berada di satu gedung yang sama dengan Gugi dan perempuan itu adalah ketidak sanggupan. Bukan cemburu.

Nggak suka aja. Beda ya. Catet!

Dan berhasil.

Detak  jantungku terasa begitu normal hingga seseorang merampas kunci yang baru kukeluarkan dari tas. Demi apapun aku hampir teriak jika tidak kulihat Gugi sudah mendahuluiku duduk di kursi kemudi.

"Kamu apa-apan sih? Keluar nggak!"

"Nggak. Naik buruan!" Titahnya.

"Nggak. Kamu turun dulu. Ini mobil aku. Kamu ngapain?"

"Kamu mau naik sendiri apa harus aku paksa?"

"Enak banget kamu perintah-perintah! Turun!" Protesku nggak percaya dia punya keberanian memerintahku setelah semua kelakuannya belakangan ini. Hebat.

Gugi mengangguk.

Lalu turun. Kupikir akhirnya dia mengalah.

Tapi yang terjadi adalah, pria ini menarik tanganku, kemudian dia giring naik ke kursi penumpang. Menutup pintu. Dan berlari kembali ke kursi pengemudi. Menatapku sekilas, menginjak gas, dan mobil inipun melaju. Persis adegan penculikan anak SD.

Meninggalkan gedung itu.

Menginggalkan gadis itu.

Sudah sekian kilo kami duduk bersama.

Tidak sedikitpun dia bicara.

"Kamu mau kemana sih Gi? Minimal jelasin!" Tanyaku kesal.

"Ke Ben."

"Ngapain?"

Dia nggak ngejawab.

Mobil melaju hingga kami berdua berhenti di salah satu rumah yang cukup ramai.

Ada tenda di depannya juga beberapa kursi yang di atur sejajar.

Bisa kurasakan kepalaku sakit menghadapi Gugi hari ini.

"Ayo turun." Ajaknya.

Aku menatap Gugi. Dalam. Sangat dalam.

Aku baca papan bunga di samping-samping tenda. Semua karangan itu memberi selamat atas pertunangan Arben Raditya & Tania Hapsari.

Jantungku kembali memburu. Perutku juga seketika mules.

"No."

"Harus kamu aku seret lagi Nata?"

"Lucu."

"Lucu? Nat, buka deh mata kamu!"

"Kamu turun gih Gi. Kamu buang-buang waktu aku banget. Sumpah."

Dia menatapku geram.

Pria itu lagi-lagi keluar dan membuka pintu di sebelah kiriku.

Menarikku hingga mau tidak mau aku turun juga.

"Ikut aku."

"Nggak! Stop Gi! Lepasin tangan aku nggak!" Bentakku dengan suara keras. Gugi kaget dengan responku. Sedang beberapa orang yang tengah berdiri di depan tenda langsung menatap kami yang hanya berjarak beberapa meter dari situ. Satu di antaranya adalah Ben.

Kulihat Ben sangat terkejut melihatku bersama Gugi. Membuat keributan di depan tempat acaranya.

Panik mendapati Ben yang sedang berjalan ke arah kami, kutarik kunci mobil dari tangan Gugi dan langsung berbalik.

Meninggalkan tempat ini dan dua lelaki itu adalah satu-satunya hal yang ada di kepalaku sekarang.

Tapi tentu saja aku cukup lambat. Kedua pria itu bisa langsung menghentikanku.

"Nata?" Masih berani-beraninya Ben menyebut namaku. Tidak cukup hanya menyebut nama, dia bahkan berusaha memegang tanganku. Tentu ku tepis kasar. Begitu pula Gugi yang membantu menjauhkan tangan Ben dari tanganku. "Gugi, ada apa ini?" Tanyanya bodoh.

"-Ada apa- Ben? Lu habis nyium Nata, terus tunangan sama cewek lain, dan sekarang lu tanya ada apa? Minimal lu jelasin ke dia!" Gugi menyerang Ben dengan fakta.

Aku menarik Gugi. Menamparnya. Cuma sekali. Harusnya berkali-kali.

"Ini tujuan kamu bawa aku ke sini? Iya? Permaluin aku?" Kurasa air mataku sudah di ujung mata. Bisa kurasakan suaraku bergetar.

"Nat, nggak gitu. Aku bawa kamu ke sini, biar kamu bisa tahu orang macem apa yang kamu pikir baik buat kamu! Lihat! Buka mata kamu! Dia udah tunangan sama orang lain Nat!"

"Terus kenapa Gi? Peduli kamu apa? Dia berhak tunangan sama siapapun. Kamu salah bawa aku ke tempat ini." Ucapku membela Ben. Entah kenapa aku masih sempat membela pria brengsek itu. Tapi yang kutahu, sekarang, membela Ben adalah upayaku menjaga harga diriku sendiri.

"Tapi dia udah nyium kamu Nat! Aku tahu dia udah janjiin macem-macem jugakan ke kamu?"

Aku menatap Gugi lekat-lekat.

Penuh kebencian.

Kutahu dia bisa liat itu.

"Dengerin aku baik-baik ya Gugi. Aku bisa nyium siapapun yang aku mau. Dia atau siapapun. Dan setau aku, itu bukan urusan kamu. Sedikitpun. Jadi please nggak usah ngomong seolah-olah kamu nggak pernah ngehancurin perasaan orang setelah janjiin dunia ke orang itu. Munafik. Sampah! MINGGIR!" Tekanku marah. Sedikit mendorongnya.

Aku masuk ke mobil, menjalankannya dan melaju selaju mungkin.

Hampir menabrak beberapa orang yang tadi sempat menonton kami.

Aku tidak peduli.

Dadaku sesak. Kepalaku hampir meledak.

Mataku sembab.

Air mataku menetes.

Yang kutau, ketika mengusap air mata itu, kuusap pula harapanku pada Ben.

Pria yang kupikir beda, yang kupikir baik.

Yang kupikir akan jadi milikku.

Akan utuh untukku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status