Home / Romansa / OUCH IT'S YOU / dear Gugi [ 3 ]

Share

dear Gugi [ 3 ]

Author: brokolying
last update Last Updated: 2024-02-20 02:02:27

"Halo?" Aku menyapa. Gugup. Takut kamu mikir suara aku jelek atau kebapak-bapakan.

"Nat?"

"Gie? Suara aku ada?"

"Iya ada. Suara aku?"

"Ada."

"Seneng deh akhirnya bisa denger suara kamu." Kalimat panjang pertamamu kudengar dengan khusyuk.

"Mendoan kali enak. Katanya mau ngomongin sesuatu."

"Buru-buru amat. Nggak mau nanya kabar dulu nih?"

Aku tertawa. Kamu juga.

Aku gugup. Kamu juga.

Kita ngobrol lama. Tentang banyak hal. Juga mengulang beberapa topik yang pernah kita bahas sebelumnya. Sekedar memuaskan rasa ingin tahu bagaimana kalau pembahasan itu dibicarain langsung.

And then there you are.

"Nat, aku mau ngomong."

Mungkin kamu nggak tau, tapi aku nelan ludah berapa kali sebelum akhirnya berhasil respon kamu.

"Hm?"

Kamu diem. Ragu.

"Aku nggak tahu harus ngomongin ini gimana."

"Kamu udah ngulur waktu lama loh hanya untuk bahas ini. Kalau nggak sekarang, kapan lagi? Toh nggak bakal berubahkan apa yang pengen kamu omongin?"

"Tapi Nat."

"Aku nunggu." Kataku sambil menggigit bibirku sendiri.

"Nat...."

"Hm?"

"Kamu pernah bilangkan nggak peduli mau aku udah punya pasangan apa belum?" Holy moly. This is it.

"Uhumm."

Ada jeda di situ. Lama.

"Nggak bisa. Aku nggak bisa ngomong ini."

"Apasih. Kaya nggak pernah ngomong sama cewek aja. Udah, nggak apa-apa. Ngomong aja."

"Nggak."

"Gi. Apa?"

"Nggak bisa Nat!"

"Apa? Kamu udah punya pasangan?" Saking nggak sabarnya, akhirnya aku mewakilimu mematahkan hatiku.

"Iya Nat. Maafin aku."

Blank. Aku

blank.

Aku mencoba menghirup udara sebanyak mungkin. Aku tercekat. Dikit lagi nangis.

"Ouh, ok." ucapku mencoba setenang mungkin.

"Maafin aku Nat. Aku nggak tahu kalau perasaan aku bisa sedalam ini ke kamu."

Brengsek.

"Aku nggak bisa nyalahin kamu."

"Tapi aku salah Nat."

"Iya kamu salah. Tapi aku juga. Udah tahu lama tapi pura-pura nggak peduli karena masih pengen komunikasi. Maafin udah egois."

"Aku yang egois. Aku harusnya bilang ini di depan kamu. Senggaknya aku bisa meluk kamu sambil mohon maaf Nat."

Aku diem. Saat itu, air mataku mulai netes.

"Tapi semakin aku pikir, semakin aku sadar kalau ini nggak adil buat kamu." Sambung cowok orang ini.

Aku masih belum bisa menjawab. Nangis itu ngerepotin.

"Aku tahu ini nggak bakal berhasil Nata. Hubungan ini. Makanya aku putusin buat jujur ke kamu."

"Dia tahu?"

"Dia udah curiga Nat."

"Kalian udah lama?"

"Perlu kita bahas ini?"

"Jawab aja."

"Lumayan."

"Kamu sayang sama dia? Bahagia ama dia?"

"Nggak usah dibahas Nat. Aku nggak mau nyakitin kamu lebih dari ini."

No

comment. Aku diem. Asik menangis.

Saat sayu-sayu kudengar kamu juga terisak di sana. Dua menit kita saling bertukar suara kesedihan.

Dan ternyata menyakitkan. Mendengarmu menangis aku tidak suka.

Menyakitkan.

"Aku jahat ya Nat. Aku brengsek. Jahat aku Nat. Kamu nggak pantes aku giniin. Tai emang aku."

"Udah Gi. Tahu udah punya pasangan, malam ini, aku bersyukur. Makasih sudah mau jujur sama aku."

Kudengar tangismu pun makin jadi. Haha Aku benci denger kamu nangis ternyata.

"Gugi diem ah. Apa coba cowok nangis." Kali ini kucoba lebih tenang lagi. Mengatur nafas agar kata-kataku terucap tanpa terpotong. Berhasil. Agak.

"Aku nggak mau berhenti komunikasi sama kamu Nat. Aku mau kita tetap ngobrol. Seminggu lagi? Setahun lagi? Aku nggak mau kita kaya gini. Tapi kalau dilanjutin, aku nyakitin kalian berdua.”

Kini tangismu lebih besar. Seolah-olah aku yang selingkuhin kamu. Brengsek.

"Gi aku ngerti. Udah. Stop. Jangan nangis lagi. Pokoknya aku seneng kamu jujur. Makasih. " Sekali lagi kata-kataku terpotong tangis.

"Nat, please jangan nangis lagi. Aku nggak pantes kamu tangisin." Halah.

"Aku tahu tapi aku nggak bisa berhenti Gi nangisnya. Kamu sih nangis mulu. Harusnya kamu lega. Kamu bisa fokus ke dia lagi."

"Tapi aku udah buat kamu nangis Nat. Aku brengsek. Kamu nggak pantes diperlakuin seperti ini."

Aku menarik nafasku. Mengaturnya. Menenangkan diri sendiri.

Menurutku cukup. Kamu udah bohongin aku, nggak pantes kalau sekarang kamu ngasihanin aku.

"Udahlah Gi. Doain aja biar aku cepet dapat Uda-uda ganteng. Haha," jawabku bercanda. Menyinggung Uda mengingat kamu orang Padang, yang begitu suka ketika ku panggil Uda.

Kudengar kamu cekikikan sesaat, sebelum akhirnya terdiam lagi. Pria Padang ini, entah apa yang sedang kamu pikirkan, kuharap candaanku barusan bisa menenangkanmu.

"Yaudah Gi, kamu sehat-sehat. Semoga kerjaan kamu lancar. Sukseslah pokoknya." Dengan sisa-sisa tangis yang masih bisa keluar. Brengsek.

"Kamu juga Nat. Bahagia ya."

"Iyalah. Masa kamu aja yang bahagia. Bye Gi."

Kututup telepon itu,sebelum kamu denger aku nangis lagi.

Sialnya malem ini, sakit hati terasa lebih menyakitkan. Mungkin karena kita belum pernah bertemu sebelumnya. Nelpon pun baru tadi. Ada ketidakrelaan-ketidakrelaaan kecil yang masih mengganjal.

Hpku bunyi. Line dari kamu.

"Please izininin aku buat denger suara kamu lagi."

Setelahnya kamu nelpon. Tidak ku hitung. Tidak ku angkat. Hingga aku memutuskan untuk membalas Linemu.

"Kita udahin aja Gi. Bener kata kamu. Ini nggak bakal berhasil. Tapi aku pengen kamu tahu, apapun yang kamu bilang ke aku malem ini, itu nggak ngurangin sedikitpun perasaan aku." 

"Tapi aku sayang sama kamu. Nggak bohong."

"Aku tahu. Makanya kamu jujur."

"Please Nat, kasih aku waktu lebih lama buat ngobrol sama kamu."

"Mau bahas apa lagi?"

"Denger nafas kamu aja aku udah seneng Nat. Please." Brengsek. Perasaan tidak rela itu makin membucah. Hingga aku kehilangan akal sehat, untuk sepersekian detik.

"Boleh aku liat foto kamu sama dia?" Aku meminta.

"Buat apa Nat? Aku nggak mau nyakitin kamu."

"Mungkin kalau aku lihat kamu bahagia sama dia, aku bakal relain kamu."

"Nggak. Itu bakal nyakitin kamu."

"Tapi aku bakal cepet moveon Gi." Kali ini aku yang memohon.

"Nggak! Aku nggak mau nyakitin kamu lebih dari ini. Cukup kamu tahu aku bahagia sama dia."

Sekali lagi aku tercegat. Tahu kamu nggak bakal ngirimin, entahlah. Ada perasaan kalah yang aku rasain.

Sampai akhirnya aku ngalah. Dan ngirimin kamu setumpuk chat di line.

Kamu nggak mau ngirim?

Fine! Nggak apa-apa. Aku nggak pernah nuntut apapun ke kamu.

Tapi malam ini tebak siapa yang memohon Gi? Memohon buat kamu sakitin lebih?

Aku!

You are such a beautiful breaker Gi.

Pecundang.

Kenal kamu, buang-buang waktu.

SENT!

Setelah mastiin kamu langsung baca chat panjang itu, keputusan selanjutnya adalah....

Block.

Lalu.....

Nangis.

Nangis sebodoh-bodohnya orang patah hati. Malem itu seperti ada perasaanku yang dengan sengaja aku hancurkan sendiri tapi lewat tanganmu.

Ingin rasanya menelan ego mentah-mentah, kemudian menelponmu. Memaksamu untuk menjadi pendosa yang terlanjur.

Pendosa yang nggak setia. Kalau memang sayangmu ke dia terlalu besar hingga kamu nggak mampu ngelepasin dia, maka nggak ada pilihan lain selain minta untuk berdosa bersamaku. Mungkin dalam dosa-dosa yang kita sengaja kelak, kita bisa berdoa. Untuk di ampuni, juga di jodohkan.

Tapi nggak. Ternyata aku wanita yang cukup baik. Wanita yang percaya bahwa menyakiti wanita lain dengan sengaja adalah suatu ketidakperluan, meski sempat aku lakuin.

Maka malam ini dengan mantap, aku ngelepasin juga ikhlasin kamu.

Bahagia ya sama dia.

Selamanya kalau perlu.

Aku nggak mau kamu kelak balik, hanya buat nyoba lagi.

Karena saat itu, mungkin, langkahku, sebagaimana kerasnyapun kamu paksain, nggak bakal bisa seirama sama langkah kamu lagi.

Lantas aku nangis. Lupa aku sedang berada dimana. Kuharap mbak Ana punya modal lebih dulu untuk memfasilitasi ruangan ini dengan pengedap suara. Minimal kecengenganku nggak kedengaran tamu lain.

Tapi no, keesokan harinya, jam sarapan,  ketika aku duduk di meja makan, sambil memegang segelas kopi item panas di tangan kananku,

Seseorang yang keluar dari kamar sebelah menyapa.

"Nggak baik habis nangis langsung minum kafein. Nih minum air putih dulu," sapanya, dengan suara bariton yang dalam.

Ah Gugiiiiii, kuharap pagi ini ban kendaraanmu pecah dan jauh dari bengkel.

Aamiin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OUCH IT'S YOU   [ 45 ]

    NATA’S POVMataku mondar mandir ngecek barang-barang yang ada di list dan yang ada di hadapanku. Kok banyak banget? Masa iya dua koper gede sama satu koper cabin nggak cukup? Perasaan bajuku nggak sebanyak itu deh. Perlengkapan bayi yang kubawa juga nggak banyak. Hanya beberapa yang sudah kupastikan akan susah kudapat di NZ. Tapi kok nggak masuk semua?Kamu tahu apa? packing bukan keahlianku. Aku nggak bakat soal beginian.Nggak bisa. Oleh karena itu, aku butuh bantuan.Kugapai Hpku, mencari satu nama di sana, dan langsung men-dial-nya tanpa ba bi bu.“Halo?” See? Orangnya langsung ngejawab. Nggak sia-sia kan dia langsung terlintas di benakku.“Sibuk nggak lu?”“Banget,”“Vip, gue serius.”“Nat, apapun itu, agak sorean bisa nggak? Ini minggu, coy. Gue menolak bangun dan nyamperin lu sepagi ini,”“Bantuin gue ngelipet baju doang Vip. Ini koper gue kepenuhan, tapi barang gue masih banyak yang belom masuk,”“Lu umur berapa sih Nat? Masa packing doang nyusahin orang?”“Emang lu orang? Kema

  • OUCH IT'S YOU   [ 44 ]

    GUGI’S POVJika ada satu hal saja yang ingin kuhindari, itu adalah senyuman Jenata yang bukan milikku. Bagaimana mungkin dia bisa begitu lepasnya tertawa di atas penderitaanku? Sebutlah aku egois karena aku hanya ingin dia bahagia jika menjadi pasanganku. Tapi apa yang salah dari itu?“Pacar Gugi cantik ya Bang? Mama suka deh,” ucap Mama yang nggak menegerti apa-apa itu. Dan kalian tahu apa? Untuk pertanyaan itu saja aku harus setuju.“Semoga Ben kali ini langgeng deh sama Nata,” sambungnya sekali lagi. Berhasil memancing emosiku.“Bisa nggak Mama stop bahas Ben Ben Ben Ben terus?” tanpa sadar, kecepatan mobilku bertambah. Nafasku memburu. Seperti ada sesuatu yang ingin meledak keluar dari balik rusukku. Kakiku reflek menginjak pedal gas itu semakin dalam.“ASTAGFIRULLAH BANG KOK LAJU BANGET BANG? PELAN-PELAN NAK. HEY! GUGI KAMU KENAPA NAK?”“I L0VE HER FIRST, MA! GUGI YANG PERTAMA SAYANG SAMA NATA! GUGI YANG PERTAMA CINTA! KENAPA DIA HARUS SAMA BEN BUKAN GUGI?!” sekali lagi pedal gas

  • OUCH IT'S YOU   [ 43 ]

    Usai melepaskan Ben, kini aku harus melepaskan satu lagi hal yang cukup kucintai demi kewarasanku.“Apa nih Nat?” tanya Pak Bari menerima selembaran yang baru saja kuserahkan.“Saya resign pak,”“Kurang gaji kamu?”“Iya Pak, sama emang saya mau pindah,” jawabku jujur yang entah kenapa nggak bisa dia percaya sedikitpun. Nggak tahu bagian mana yang dia pikir bohong dari kalimatku tadi. Semuanya jujur.“Jangan ngelucu deh Nat. Saya lagi mumet,”“Serius Pak,”Pak Bari menatapku dengan dahinya yang terkerut tiba-tiba. Bekerja di perusahaannya bertahun-tahun memang membuat hubungan kami cukup dekat. Tapi dia selalu tahu kapan aku bercanda atau serius. Kali ini salah satunya.“Kamu kenapa? Burnout? Ajuin cuti. Bukan surat resign gini,”“I’ll be moving abroad this couple days, Pak,”“Kemana?”“New Zealand,”“For what?”“A new life with my baby?”Pak Bari lagi-lagi terdiam. Ekspresi kagetnya terpancar banget. Aku bisa saja nggak memberitahunya tentang ini. Tapi untuk apa? Dunia harus tahu aku

  • OUCH IT'S YOU   [ 42 ]

    Kepalaku penuh. Dari banyaknya wanita di dunia ini, kenapa harus aku yang berada di antara Gugi dan istrinya? Pertanyaan itu terus muncul setelah Mas Rumi dan Vipa balik.Mendengar Gugi hampir kabur dari venue akad nikahnya pagi tadi setelah tahu Vipa membawaku ke IGD, terlalu membawa banyak dan beragam perasaan ke hatiku. Dan semuanya nggak baik. Syukurnya Mas Rumi dan beberapa orang berhasil nahan dia.Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang ngebuat aku ngerasa perlu bertindak. Aku rasa, aku, kamu, kita berdua tahu betapa nekatnya Gugi. Aku nggak tahu perihal besok, tapi aku tahu betul bagaimana perasaanku. Aku goyah. Masih goyah.Oleh karena itu, hari ini aku udah janjian brunch dengan Ben. Di salah satu bakery baru dekat kantorku. Dia dateng persis saat pesananku, Puits d'Amour, baru aja dianterin. Sedangkan untuk dia, udah aku pesenin cheesecake kesukaannya. Tourteau Fromager.“Bonjour, Madame,” sapanya hangat mengelus kepalaku. Penuh senyuman.“Bonjour, Monsieur,” balasku.“Gimana t

  • OUCH IT'S YOU   [ 41 ]

    “MAS RUMI!” pekikku lepas kontrol ketika mendapati sosok yang datang justru bukan yang kukhawatirkan.Nggak langsung menjawab atau menyapaku, yang dia lakukan justru maju dan memeriksa kepala hingga jari kakiku. “Kamu kenapa Jenata? Hah?”“Apanya?”“Ada yang sakit?” tanyanya lagi.Aku hanya menggeleng. Bingung. Aku mempersilahkannya masuk dan bergabung denganku juga Vipa di ruang TV.Seperti dua Babu yang lagi kena semprot Majikannya, aku dan Vipa duduk di sofa dan nunduk diem seribu bahasa. Entah yang kami takutin apa. Sementara Mas Rumi berdiri tegak di depan kami, melipat kedua lengannya di dada. Menatap seperti elang. Tajem seperti cutter Gramedia.“Vipa? Nata kenapa?” Mas Rumi pinter. Dia menyerang Vipa terlebih dahulu.“No komen dulu ya Mas. Tanya langsung ke anaknya aja. Punten banget ini mah,” elak Vipa yang nggak membantu posisiku sama sekali.“Nat?”“Nggak ada apa-apa Mas,”“Mau sampai kapan kalian bohongin Mas? Mau sampe malam? Oke, Mas bisa banget nih berdiri kaya gini sam

  • OUCH IT'S YOU   [ 40 ]

    [ Gugi’s POV ]Terlalu bising. Ini harusnya bising yang membuatku bahagia. Tapi nggak. Aku benci bisingnya. Orang-orang lain sibuk kecuali aku. Mama yang sedari tadi bolak balik memastikan aku sudah siap dan nggak kekurangan apapun, papa yang nggak kalah sibuknya dengan Crew Wedding Organizer, dan orang-orang lain yang merasa punya kepentingan di ruang ini. Demi apapun aku nggak suka.“Raf,” panggilku pada Raffi yang standby menemaniku sejak subuh tadi. Assistenku di kantor, juga sahabatku.“Kenapa Mas?”“Pinjem HP lu dong,”“Buat?”“Gue butuh ngomong sama Nata,” bisikku.“Mas, please lu jangan aneh-aneh,” ucap Raffi memelototiku yang langsung kubalas.“HP lu. Sekarang!”Tahu watakku seperti apa, Raffi mau nggak mau minjemin HPnya.Kutekan nomor Nata yang sudah kuhapal di luar kepala itu, dengan jariku yang sedikit gemetar. Aku berjalan ke balkon. Menjauh dari kebisingan, setelah pamit ke orang-orang dengan alesan ada telepon dari salah satu klien penting. Dan harus kuangkat.Nggak ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status