Share

gak rela berpisah

Author: Yunielf90
last update Last Updated: 2023-02-09 13:43:07

“Kamu jangan bercanda, aku tidak mungkin bisa bersama dia. Secara kriteria calon pendamping yang aku harapkan bukan seperti dia,” kilah Ameera malu-malu.

Ameera berharap usahanya kali ini tak bisa membuat Vira menjamah lebih jauh isi pikirannya. Dengan begitu, ia bisa dengan leluasa bernapas.

“Aku hanya berharap di kemudian hari kamu bisa mendapatkan apa yang kamu harapkan Meera,” kata Vira memanjatkan doa-doa sebagai harapan baik untuk sang sahabat.

Ameera tersenyum simpul, dalam hati juga mengaminkan ucapkan Vira. Mereka berdua pada akhirnya berpisah setelah saling mengucapkan salam hangat. Sebelum masuk ke ruangan kerjanya, Ameera menghembuskan napas pelan.

“Semoga aku tidak benar-benar menyukainya. Mungkin ini hanya perasaan kagumku saja,” gumam Ameera kemudian menekan kenop pintu.

Suasana ruangan kerja Ameera sama seperti biasanya, Ia menaruh tasnya di atas meja, lalu duduk menguasai area kerjanya.

“Aku sudah menunggumu sejak tadi Bu Ameera, sepertinya kamu datang terlambat dari biasanya.” sebuah suara berat seorang pria membuat Ameera terperanjat kaget. Ia menoleh ke belakang, dan mendapati orang yang sudah membuat jantungnya mencelos muncul di hadapan Ameera.

“Pak Akbar, apa bapak sudah lama menunggu?” tanya Amera gugup. Desiran darahnya berpacu cepat. Efek menggila lagi-lagi membuat Ameera tak bisa mengendalikan diri.

Aroma musk menyeruak membelai penciuman Ameera. Akbar melangkah sembari menyingkap tirai yang membatasi antara meja kerja dan ruang periksa. Wajah lelah dan kantung mata hitam langsung menjadi fokus Ameera saat Akbar mendekat.

Ameera mengikuti kemana tubuh tegap nan kekar itu berjalan, hingga langkah Akbar terhenti di depan meja kerja Ameera.

“Aku sudah menunggumu sejak satu jam lalu. Dokter jaga yang mengizinkan aku masuk kemari,” jawab Akbar acuh tak acuh. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi tamu. Menatap lurus pada Ameera yang juga duduk di seberangnya.

Meja kerja bagaikan tembok yang membatasi keduanya untuk saling menyapa. Ameera tak menyangka pertemuannya yang kesekian kali dengan Akbar lagi-lagi tidak pernah berjalan mulus.

“Maafkan saya Pak Akbar, ada hal yang harus saya selesaikan terlebih dahulu. Terima kasih sudah bersedia menunggu.”

“Tidak masalah, kasur pasienmu nyaman juga. Setidaknya aku bisa beristirahat dengan tenang.” Akbar menyela ucapan Ameera dengan cepat. Suasana langsung berubah tegang kala aura gelap yang ada dalam dirinya mulai mendominasi ruangan.

Untuk beberapa detik hening menyelimuti ruangan itu, Ameera yang tak sanggup dibunuh oleh kesunyian pada akhirnya angkat bicara.

“Apakah kita bisa mulai sesi konsultasinya sekarang?” tanya Ameera. Akbar mengangguk lalu memajukan tubuhnya hingga hampir menempel pada bibir meja. Sekujur tubuh Ameera menegang kala tatapan Akbar menusuk tajam ke dalam manik indahnya.

“Pesonanya benar-benar kuat, mengapa aku tidak bisa mengabaikannya?” Ameera membatin.

“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tantang Akbar. Gelagatnya seperti seorang bos besar yang sedang mengintimidasi bawahannya. Jika boleh jujur, rasanya Ameera ingin lari dari hadapan pria itu. Selain tak kuasa menahan gejolak aneh yang mulai tumbuh di dalam dirinya, Ameera juga tak kuasa menahan pikirannya yang terbang mengawang tiap kali ia disuguhkan pemandangan menakjubkan di hadapannya.

Punggung tangan Ameera merasakan hembusan halus napas Akbar. Seolah pria itu sedang menyapanya dalam diam.

“Apakah sesi konsultasi ini akan dihabiskan hanya dengan menatapku saja?” sindir Akbar dan langsung menarik kesadaran Ameera ke dunia nyata.

Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Kini pandangannya sengaja diarahkan ke arah lain demi menghindari tatapan maut pasiennya.

“Maaf Pak Akbar. Apa setelah konsultasi awal kemarin Pak Akbar ada keluhan?” Ameera mulai menjalankan prosedur profesinya. Ia berusaha bersikap senetral mungkin untuk membuat pasien barunya ini nyaman. Namun, jujur saja, saat ini tuntutan profesinya seolah tak sejalan dengan apa yang Ameera pikirkan kali ini. otak dan hati bertolak belakang. Rasanya Ameera ingin mengulik lebih dalam tentang pria di hadapannya.

Akbar masih bergeming, tak sedikitpun melepaskan tatapannya dari Ameera. Dilihat seperti itu, Ameera salah tingkah.

“Aku tidak merasakan apapun. Jadi aku rasa hari ini akan menjadi hari terakhir aku konsultasi denganmu, Bu Ameera.”

Deg!

“K-kalau boleh tahu, apa ada hal lain yang membuat Pak Akbar memutuskan hal ini? maksud saya, sebelum saya menghentikan observasi, saya bisa mempertimbangkan keputusan yang Pak Akbar ini,” kata Ameera mencoba memberikan pengertian pada Akbar.

Sikap angkuh Akbar membuat Ameera tubuh Ameera menegang. Entah apa yang terjadi sebelumnya hingga membuat Akbar mengambil keputusan untuk mengakhiri konsultasi dengan dirinya.

“Aku yakin apa yang psikolog sebelumnya katakan padaku hanyalah asumsi belaka. Buktinya, aku tetap bisa hidup normal seperti orang lain,” kata Akbar penuh keyakinan.

Ameera bungkam sesaat. Pikirannya mencoba mencerna keadaan yang ada. Ia mencoba menerka alasan di balik keputusan yang diambil secara tiba-tiba itu.

“Baiklah kalau begitu, saya tidak bisa melarang keputusan apa yang akan Pak Akbar ambil,” ujar Ameera dengan senyum lepasnya.

Akbar tak menyahut, sikap dingin pria itu perlahan membunuh keberanian Ameera untuk menggali semakin dalam tentang dirinya. Dengan keputusan yang diambil secara tiba-tiba itu, sudah cukup jelas menjadi benteng yang akan membatasi mereka berdua. Ameera memang belum sepenuhnya mendalami apa yang sedang terjadi pada Akbar di masa lalu. Tiga kali pertemuan dengan respon Akbar yang kian hari semakin dingin, membuat nyali Ameera menciut.

“Bagus, setidaknya aku tidak perlu datang kemari dengan rasa khawatir dipandang buruk oleh siapapun. Asalkan kamu tahu, aku paling anti dengan rumah sakit.” Akbar beranjak dari tempatnya merapikan lengan kemeja yang ia pakai dan melipatnya hingga ke siku.

Sungguh, gerakan demi gerakan yang Akbar lakukan setiap detiknya telah direkam oleh memori ingatan Ameera. Seolah hari ini adalah pertemuan terakhir mereka, Ameera tak ingin sedikitpun menyia-nyiakan momen yang sedang berlangsung di hadapannya.

Tanpa meminta persetujuan Ameera, tubuh Akbar berbalik membelakangi Ameera kemudian berjalan menuju pintu. Tanpa pamit pula pria itu meninggalkan Ameera yang masih termenung. Ameera sadar, dirinya hampir saja kehilangan sosok yang belakangan mengisi pikirannya. tepat ketika pintu dibuka oleh Akbar, Ameera kembali bersuara.

“Um, Pak Akbar, tunggu!” panggil Ameera menghentikan langkah Akbar.

Pria itu kembali membalikkan tubuhnya menghadap Ameera dengan raut wajah dingin.

“Ada apa?” katanya datar.

Ameera gugup, hanya berniat mengeluarkan satu kalimat saja sudah membuatnya pusing tujuh keliling. Sejujurnya, Ameera tak memahami kenapa refleksnya justru seolah berusaha menahan Akbar untuk tetap bersamanya.

“Jika suatu saat Pak Akbar membutuhkan teman untuk cerita, atau anda mengalami beberapa keluhan yang membuat anda tidak nyaman, Pak Akbar bisa menghubungi saya kapanpun. Jika tidak nyaman di rumah sakit, kita bisa bertemu di luar,” kata Ameera tiba-tiba. Selesai mengatakan itu, Ameera langsung mengutuk dirinya sendiri!

Sail! setan kecil dari mana yang sudah membuat Ameera bersikap lancang seperti ini. Mendadak ia asing pada dirinya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 35

    Suhu dingin di ruangan ini terasa menusuk bagi Ameera. Entah kenapa sekujur tubuhnya terasa lemas. Ameera menggeliat di atas kasur besar yang ia tempati saat ini. Kepala pening dan berat tubuh yang kehilangan banyak tenaga, ada apa ini sebenarnya? Ia mencoba membuka mata, melihat ke sekeliling dengan pandangan yang masih belum fokus. Kini ia berada di sebuah kamar yang terasa asing baginya. Kamar ini juga baru pertama kali ia singgahi. “Apakah aku masih di vila milik Akbar?” Ameera bergumam sendiri. Sadar tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Pintu kamar terkunci rapat. Nuansa kamar yang serba putih ini membuat Ameera cukup kesulitan menyeimbangkan kinerja otaknya setelah bangun tidur. Dengan langkah tertatih, Ameera berjalan menuju pintu. Kepalanya masih terasa berat seolah ada benda yang membebaninya saat ini. Di luar sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain suara sandal yang dipakai Ameera. Ia menatap sekeliling namun tidak menemukan satupun tanda Akbar ada di

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 34.

    Tubuh Ameera terhuyung ke belakang setelah sebuah tamparan melandas mulus di pipinya. Untuk beberapa saat Ameera mencoba menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang ia hadapi. Suara tamparan yang begitu keras membuat kesadaran Akbar terpulihkan. Ameera berdiri di depannya sambil menatapnya bingung. “Ameera? Kenapa kamu yang di sini?” tanya Akbar tak kalah bingung. Semua kejadian yang melibatkan mereka berdua tadi ternyata hanya ilusi semata. Akbar mengusap kedua matanya berusaha menetralkan pandangan yang sebelumnya buram. “Aku di sini sejak tadi. Menemani kamu melewati banyak hal. Tapi aku rasa kamu terlalu fokus dengan Valentine sehingga tidak ingat ada aku di sini.” Ameera bicara dengan nada yang sedikit dinaikkan. Mendengar betapa Ameera berusaha keras untuk menahan emosinya, Akbar menunjukkan sedikit rasa bersalah di wajah tampan pria itu.“Jadi.. Valentine yang aku lihat tadi..” “Dia hanya halusinasimu,” sela Ameera cepat menampar balik pria itu agar sadar dengan keadaan ya

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 33

    Ameera memandangi sebuah rumah di depannya dengan pandangan yang tak biasa. Di sekitar rumah itu dikelilingi dengan taman bunga yang nampak indah. Ia tidak menyangka Akbar akan membawanya ke sini setelah insiden yang mendebarkan terjadi.“‘Masuklah. Setidaknya di sini aman,” kata Akbar setelah mengunci mobilnya. Pria itu berjalan tergopoh sambil memegangi tangannya yang luka. “Perlahan saja, aku juga merasa di sini aman,” balas Ameera. Ia membantu Akbar yang kesakitan untuk menaiki tangga menuju teras rumah itu. Akbar termangu melihat perlakuan Ameera yang begitu lembut padanya. “Arggh!” “Kamu tunggu sini, aku akan mencari kotak P3K untuk menangani lukamu.” Ameera bergegas pergi menyusuri setiap sudut rumah ini. Tidak peduli apakah Akbar akan mengizinkannya atau tidak. Bagi Ameera, keselamatan Akbar saat ini adalah yang utama. Rumah ini terbagi menjadi beberapa bagian. Ruang tengah di dominasi dengan cat dinding berwarna biru yang menyejukkan. Seperti rumah pada umumnya, ruang ten

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab -32

    Akbar melenggang pergi dari hadapan Ameera dengan obat-obatan yang ia abaikan.Sebagai orang yang berniat untuk membantu, tentu ada rasa tersinggung akan sikap Akbaryang terkesan seenaknya.“Kalau kamu tidak meminum obat ini, kamu akan terus dihantui perasaan gelisah. Tidak adasalahnya untuk rileks sebentar, Akbar,” kata Ameera mencoba membujuk.“Aku bukan orang gila, Ameera. Harus berapa kali aku katakan padamu?” balas Akbardengan nada sedikit tinggi.“Baiklah kalau begitu. Kita pulang sekarang. Aku akan mengantarmu sampai ke rumah.”Ameera bangkit dari tempatnya, menarik lengan Akbar dan menyeret pria itu keluar darikamar hotel.Sebelum benar-benar meninggalkan hotel, Ameera harus menyelesaikan tanggung jawabatas ulah yang dilakukan Akbar. Membayar denda untuk aset hotel yang hancur karenalampiasan emosi Akbar.Sedangkan Akbar sendiri hanya diam termangu menatap ke sekitar dengan pandanganmalas. Benar-benar seperti orang yang tak berniat untuk hidup.“Totalnya j

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 31.

    Beberapa hari sudah berlalu setelah pertemuan terakhir Ameera dengan Valentine waktu itu.Ameera melanjutkan hari-harinya dengan perasaan gelisah.Semenjak itu pula Akbar kembali menghilangkan jejak. Pikir Ameera, mungkin saja pria itusedang sibuk dengan pekerjaannya. Terakhir kali informasi yang Ameera dapatkan, Akbarmulai aktif kembali untuk menjalankan tugasnya sebagai pilot. Setidaknya dengan informasiyang ia dapatkan itu Ameera bisa sedikit membuatnya tenang.“Bu Ameera, apakah anda masih menangani klien atas nama Akbar?” Seorang suster yangduduk di depan Ameera bertanya di sela-sela jam istirahat mereka. Ameera yang hendakmenyuapkan makanan menghentikan niatnya.“Beliau masih menjadi klienku, sus. Tapi beberapa waktu ini beliau ada kesibukan. Ada apa,sus?” Ameera bertanya balik.“Tidak apa, bu. Kemarin saya lihat beliau sempat mengunjungi rumah sakit. Saya pikir beliaumau konsultasi dengan Bu Ameera, tapi ternyata menjemput seorang wanita yang dokterobgyn,”

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 30

    Kamu hati-hati di jalan ya.” Vira menempelkan kedua pipinya secara bergantian di wajah Ameera. Jam praktik mereka sudah habis dan waktunya untuk pulang.“Iya, kamu juga hati-hati. Aku duluan ya.” Ameera pamit sembari melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Mobil putih miliknya terparkir di area paling ujung. Membuat Ameera mau tak mah harus berjalan lebih jauh dari biasanya. Setelah bercengkrama dengan Vira, rasanya sebagian besar bebannya terangkat meski Ameera tidak menceritakan dengan gamblang masalahnya.“Ameera.” Langkah Ameera terhenti saat seseorang memanggil namanya. Ameera tidak langsung membalikkan tubuhnya untuk mencari tahu siapa orang itu. Ia memilih diam. Tak sedikitpun berkutik. Derap langkah kaki orang itu terdengar semakin jelas dan dekat. Rasanya, Ameera harus menunjukkan sikap lebih waspada sebelum berbagai hal tak diinginkan terjadi.“Ameera, apakah kamu sudah mau pulang?” tanya orang itu sambil menepuk pundak Ameera. Tubuh Ameera seketika menegang.“Ameera ini

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 29

    Suasana hati Ameera mendadak kacau karena rencana yang tadi malam dicanangkan oleh mamanya. Beban pikiran semakin bertambah dikala Ameera tak memiliki pilihan lain. Lalu, bagaimana ia bisa mengatasi semuanya? Sepertinya kapasitas otaknya tak mampu lagi menahan beban pikiran yang semakin menumpuk. Wajahnya terlihat semakin frustasi. Tak tahu lagi bagaimana ia harus bersikap saat ini. Deretan data pasien sudah menjadi makanannya sehari-hari. Namun masalah di luar pekerjaan justru yang paling dirasa berat bagi Ameera.“Wajah kamu kusut banget. Ada apa?” Vira tiba-tiba datang dari ruang konsultasi di sebelah ruangan Ameera yang hanya dibatasi oleh tirai. “Astaga, sejak kapan kamu di sana, Vira?” ucap Ameera terkejut. Sebelah tangannya mengelus dada. Vira nyengir kuda. Memampang raut wajah tak bersalah di depan Ameera. “Ku lihat sejak tadi pagi sahabatku begitu frustasi. Apa yang sedang mengganggu pikiranmu wahai sobat?” Goda Vira sambil mengedipkan sebelah matanya. Jangan heran deng

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab -28.

    Bukan aku yang mau mencari masalah denganmu. Tapi kamu yang memulai masalah,” jawab Ameera ketus. Tak ada lagi rasa takut dan khawatir yang hinggap di dalam dirinya. Satu hal yang paling penting baginya saat ini adalah, mengamankan Valentine dari segala macam ancaman bahaya yang mungkin saja Akbar rencanakan.Persetan dengan apapun yang ada dipikiran Akbar. Ia hanya ingin semuanya selamat. Tidak peduli juga pria itu akan membenci Ameera setelah ini.“Ameera, tolong bawa pergi pacarmu ini. Aku tidak sudi kembali dengannya,” pungkas Valentine setengah memohon.Sorot matanya menunjukkan betapa wanita itu ingin lepas dari jeratan Akbar. Ameera sebagai sesama wanita pun menaruh iba padanya.“Sudahlah, Akbar. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum aksimu menjadi bulan-bulanan warga komplek.” “Tidak. Aku tidak akan pulang tanpa Valentine. Kamu memang kekasihku tapi bukan berarti kaku bisa mengaturku, Ameera,” tandas Akbar kejam. Tak hanya Ameera, Valentine pun terkejut dengan reaksi yang

  • Obsesi Cinta Pilot Tampan   bab - 27

    Bukan aku yang mau mencari masalah denganmu. Tapi kamu yang memulai masalah,” jawab Ameera ketus. Tak ada lagi rasa takut dan khawatir yang hinggap di dalam dirinya. Satu hal yang paling penting baginya saat ini adalah, mengamankan Valentine dari segala macam ancaman bahaya yang mungkin saja Akbar rencanakan.Persetan dengan apapun yang ada dipikiran Akbar. Ia hanya ingin semuanya selamat. Tidak peduli juga pria itu akan membenci Ameera setelah ini.“Ameera, tolong bawa pergi pacarmu ini. Aku tidak sudi kembali dengannya,” pungkas Valentine setengah memohon.Sorot matanya menunjukkan betapa wanita itu ingin lepas dari jeratan Akbar. Ameera sebagai sesama wanita pun menaruh iba padanya.“Sudahlah, Akbar. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum aksimu menjadi bulan-bulanan warga komplek.” “Tidak. Aku tidak akan pulang tanpa Valentine. Kamu memang kekasihku tapi bukan berarti kamu bisa mengaturku, Ameera,” tandas Akbar kejam. Tak hanya Ameera, Valentine pun terkejut dengan reaksi yang d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status