Ameera menatap mata pasangan itu dengan segenap sisa keyakinan yang ia miliki. Keberaniannya kian menipis saat sorot mata Valentine dan kekasihnya seolah menuntutnya untuk menjawab sebuah kenyataan yang dibalut dengan kebohongan.“Ameera adalah kekasihku. Untuk apa kalian mengetahui urusan kami?” Ameera sontak menoleh saat pinggangnya terasa dirangkul erat. Betapa terkejutnya ia saat Akbar sudah berdiri di samping tubuhnya dengan ekspresi dingin dan ketus pada Valentine.“Apa yang salah denganmu, Valentine? Apakah kamu belum bisa berpindah hati dariku?” ucap akbar dengan nada merendahkan. Gestur tubuhnya terlihat superior karena telah berhasil membuat Valentine mati kutu. “Aku tahu kamu masih membutuhkan aku, hingga akhirnya kamu memutuskan untuk menyelidiki tengangku lewat Ameera,” sambung Akbar lagi. “Jangan geer kamu Akbar. Aku hanya menyapanya. Tidak ada urusan denganmu sama sekali,” tandas Valentine tak kalah sinis.Ameera berada di tengah-tengah dua orang yang pernah terikat
Berbagai macam pikiran berkecamuk di kepala Ameera sepanjang perjalanannya pulang ke rumah. Beberapa kali Ameera harus menerima makian dari pengendara lain karena tidak fokus menyetir mobilnya. Tempat yang kini ia tempati, adalah tempat yang sebelumnya dipijak oleh Akbar. sepulangnya pria itu, justru meninggalkan banyak sekali pertanyaan yang mengisi pikiran Ameera. jejaknya seolah tak bisa hilang. bahkan saat ini, Ameera masih bisa mencium aroma musk dari parfum yang biasa dipakai oleh Akbar. Ameera menghela napas pelan, melepaskan kegundahan yang sekarang tengah menggelayuti hati. Dibuat galau oleh seseorang yang ia tahu tidak merasakan hal yang sama adalah sebuah tutorial penyiksaan diri sendiri. Bagaimana tidak, jika kebanyakan orang yang jatuh cinta selalu memiliki cara untuk membuat dirinya berada di sekitar orang yang mereka cintai, berbeda dengan Ameera. Terlalu dini untuk berpikir apa yang ia rasakan untuk Akbar saat ini adalah perasaan cinta. Yang Ameera tahu, ia terpeson
Ameera melangkahkan kedua kakinya keluar dari rumah sakit dengan langkah yang tergesa-gesa. Langkahnya semakin cepat kala di kepalanya terngiang tentang kalimat yang dikatakan Vira sebelum ia pergi tadi. Sambil melangkah Ameera merogoh sling bag yang tersampir di pundak. Mencari benda pipih yang akan membawanya untuk membelah hiruk pikuk kota Jakarta. Tit! Tit! Suara alarm kunci mobil yang terbuka semakin membuat Ameera berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Ia tidak menyangka dirinya akan memberikan reaksi seperti sekarang. Pernyataan dari Vira membuat Ameera hampir saja kehilangan akal waras. Apa yang ia dengar sontak membuatnya mengambil keputusan yang mungkin akan melanggar niat awalnya sendiri. Mobil melaju dengan cepat hingga tidak terasa setengah jam kemudian Ameera sudah sampai di sebuah rumah mewah yang kemarin sempat ia singgahi. rumah itu nampak sepi seolah tak ada satu orangpun yang menghuni. Ameera keluar dari mobilnya menatap ke seluruh penjuru rumah besar dan mewah
Pertanyaan Akbar langsung membuat Ameera bungkam seketika. Bukan itu niatnya. Ameera tulus membantu pria itu untuk lepas dari jeratan masa lalu dan kesehatan mental yang harus segera dipulihkan. Mendengar cerita Vira, sudah cukup membuat pikiran Ameera bertanya-tanya. Mengapa pria seperti Akbar masih bisa bertahan dengan masa lalu yang membuat masa depannya suram. “Bukan begitu maksudku, Akbar. Tolong dengarkan dulu,” sanggah Ameera tak enak hati. Ia tidak boleh kalah dengan aura intimidasi yang secara tak langsung berkobar di sekitarnya. Ameera menghela napas pelan, mengurai kegugupan yang sedang berusaha ia tutupi. Sedangkan Akbar, bungkam seribu bahasa. Memberikan waktu bagi Ameera untuk bicara. Ditatapnya dalam dua manik indah di hadapannya. Jantung Ameera berdebar semakin kencang kala sorot dingin nan menusuk itu menjamah setiap rongga netranya. Gelenyar hangat tiba-tiba menyergap relung hati Ameera. Sontak disaat itu juga ia menyadari, ada perasaan aneh yang telah menguasai
Ameera sampai di rumahnya dengan langkah terburu-buru keluar dari mobil memasuki rumahnya. Dengan sebelah tangan menjinjing tas kertas berisi kotak pemberian Akbar ia melangkah cepat menuju kabar. Seorang wanita gg bertugas sebagai asisten rumah tangga terperangah melihat tingkah aneh bosnya barusan. “Non Ameera, ada apa? Kenapa teburu-buru begitu?” teriak sang asisten rumah tangga. Wanita itu tetap memanggil Ameera meski tahu pertanyaannya tak akan sempat digubris oleh Ameera.Pintu kamarnya dibuka lebar, Ameera sedikit kesulitan dengan barang bawaan di tangannya. Tepat ketika kotak kado berukuran cukup besar itu ia landaskan di atas kasur, Ameera menghela napas pelan. Sial! Keputusan yang berasal dari ambisinya sudah membuat Ameera buta. Sejujurnya, ia sama sekali tidak penasaran dengan isi kotak itu dan memilih untuk mengabaikannya hingga dering pemberitahuan pesan di ponsel Ameera berbunyi.“Jika kamu tidak memenuhi perintahku tadi, aku tidak akan mau mengenalmu lagi. Jangan be
Langkah kaki Ameera terasa semakin berat saat ia masuk ke area sebuah hotel mewah bergaya klasik. Bangunan hotel pencakar langit itu adalah satu-satunya gedung hotel paling megah di kota ini. Tak ayal siapapun yang datang ke mari adalah orang-orang yang diduga memiliki kapasitas kekuasaan yang sangat besar. Pandangan Ameera mengedar ke segala arah. Bak seekor anak itik yang kehilangan induknya berdiri di tengah kerumunan orang dengan gengsi setinggi langit. Pandangan Ameera mengedar ke seluruh penjuru hotel. Baru pertama kali dalam hidupnya masuk ke dalam lingkaran bergengsi seperti ini. Di samping Ameera, Akbar melangkah gagah dalam balutan jasnya. Ekspresi dingin dan angkuhnya seketika membuat semua pandangan orang-orang di sana beralih pada kehadiran mereka. Jangankan untuk sekedar menebar senyum, bahkan niat untuk menyapa pun tak akan melandas di benak pria itu.“Ikuti langkahku, jangan sekalipun membuat onar sepanjang acara. Ingat, kamu menanggung nama baikku di sini,” ujar A
Pandangan dua orang yang sedang berseteru itu teralihkan saat Ameera berdiri tepat di depan mereka. Raut wajah tegang yang semakin membuat suasana sekeliling mereka menegang adalah pertanda Akbar baru saja berbuat ulah. Ameera memandang Akbar dengan tatapan tak percaya. Bukankah baru kemarin Ameera mendengar Akbar tak ingin lagi berhubungan dengan Valentine. Bukan, bukan karena Ameera cemburu. Melainkan karena..“Sedang apa kamu di sini?” tanya Akbar sinis. Nada bicaranya terdengar tak suka. “A-aku kebetulan lewat dan menemui di sini. Aku rasa tidak ada yang salah,” jawab Ameera gugup. Ingin rasanya memberontak dan membuat sebuah gebrakan atas sikap Akbar padanya. Tetapi, Ameera masih cukup waras untuk memahami situasi yang ia hadapi saat ini. Berulang kali Ameera menghirup napas dalam demi menenangkan diri di tengah aura akbar yang sedang mengintimidasi. “Tenang Ameera, kamu tidak boleh terlihat lemah. Kamu harus bisa membuat Akbar lepas dari masa lalunya,” batin Ameera berkecam
“Kini kita mencapai puncak acara dimana saya akan mengumumkan pemenang dari nominasi pilot dan co-pilot terbaik tahun ini… .”Pembawa acara menyuarakan susunan acara dengan lantang. Di atas panggung memimpin jalannya pesta yang megah dan mewah ini. Ameera duduk termangu di kursi VIP tempat dimana dia berasal. Di sampingnya Akbar begitu antusias menantikan pengumuman itu, sangat kontras dengan Ameera yang bahkan tak memiliki minat untuk datang ke tempat ini. Pada akhirnya Ameera hanya akan menjadi boneka mainan Akbar saja. Tidak peduli seberapa jauh Ameera berjuang untuk membantunya, Akbar tidak akan pernah melihat ketulusan Ameera. Bergantung pada harapan seringkali membuat Ameera kecewa. Dilihatnya Akbar yang masih setia menunggu nama pemenang yang akan diumumkan. Ameera bisa melihat betapa ia menaruh harapan besar pada pengumuman ini. “Pemenang dari nominasi Co-Pilot terbaik tahun ini dimenangkan oleh Valentine!” Sorak sang pembawa acara diiringi dengan sahutan heboh dari para t