Share

godaan sahabat

Ameera menghempaskan tasnya secara sembarang ke atas kasur bersamaan dengan tubuhnya yang melandas tepat di tempat yang sama. Pandangannya menerawang, menatap ke segala sudut kamar yang kosong. Plafon putih di atasnya bak sebuah layar besar yang ia jadikan sebagai tempat untuk melampiaskan imajinasinya sendiri.

Setelah pulang dari rumah Akbar, gejolak perasaan aneh mulai mengganggunya. Perbincangan singkat namun serius tadi membuat Ameera berpikir berulang kali, apa yang membuat mantan kekasih Akbar mencampakkan pria itu demi pria lain?

Sekelumit pertanyaan tak kunjung mendapatkan jawaban. Jiwa-jiwa penasaran mulai meronta dalam dada namun tak bisa dengan mudan Ameera lepaskan.

Ini bukan tentang dirinya, melainkan tentang sosok pria yang hampir mati karena ditinggal cinta.

Sial! Ameera harus menelan mentah-mentah nasibnya yang harus terjerembab ke dalam lingkaran masa lalu orang lain.

“Ah, andai saja aku tidak bertemu dengan dia, pasti hari-hariku tidak akan seperti ini,” gumam Ameera di tengah lamunannya. Kedua matanya mengerjap beberapa kali.

Bayang-bayang wajah Akbar kembali mengisi pikiran Ameera ketika ia tak sengaja memejamkan kedua matanya. Wajah tampan itu seolah berusaha menggoda Ameera untuk tetap menikmati keindahannya.

Terhanyut dalam ilusi yang tak mungkin Ameera raih di dunia nyata. seketika itu pula tubuh Ameera seolah dihempaskan kembali ke tanah dengan kasar. Dua bola matanya yang indah membesar. Menyorot lurus memandangi langit-langit kamar ditemani napas tersengal.

“Ya ampun, kenapa aku malah memikirkan dia terus? Tidak boleh, Ameera. Kamu harus sadar diri. Dia itu pasienmu!” Maki Ameera pada dirinya sendiri. Ia menepuk keningnya sendiri dengan sebelah tangan. Seolah hal itu bisa membantu Ameera untuk menghempaskan semua godaan pesona Akbar di kepalanya. Jangankan untuk menghancurkan bayangan pria itu, untuk mengabaikannya saja berat rasanya.

Ameera memiringkan tubuhnya, hawa panas langsung terasa menjalar di sekujur pipinya. Dalam hati masih bertanya-tanya apakah ini yang namanya jatuh cinta?

Terlalu fokus memikirkan seseorang yang masih asing baginya membuat Ameera tak mampu berpikir waras. Hingga perlahan bayangan Akbar memudar dari pikirannya terbawa arus rasa kantuk yang perlahan membunuh kesadaran Ameera.

Pagi harinya, Ameera memulai hari dengan perasaan campur aduk. Ia melangkah terburu-buru di sepanjang koridor rumah sakit. Jalannya menuju ruang kerja sendiri terasa lebih jauh dari biasanya.

“Selamat pagi, Bu Ameera,” sapa seorang perawat yang berpapasan dengannya. Ameera mengangguk, membalas sapaan itu dengan senyum manisnya yang khas.

Pagi ini adalah jadwal pria yang semalam membuatnya sulit tidur untuk terapi. Setelah melalui malam panjang dengan godaan pria yang hampir membuat Ameera gila, Ia harus rela memangkas waktu sarapannya karena terlambat pergi bekerja.

Sepanjang langkahnya Ameera menggerutu kesal pada dirinya sendiri. Tidak pernah sebelumnya wanita itu melanggar aturan yang ia buat sendiri. Tak lagi Ameera pedulikan tentang bagaimana orang-orang disekitarnya kini menatapnya bingung. Ameera bak seseorang yang lari dari masalah hidup terberat.

Hanya tinggal selangkah lagi Ameera sampai di depan pintu ruangannya ketika sang sahabat memanggil.

“Ameera!”

Ameera menoleh ke belakang. Menatap Vira dengan tatapan bingung lalu berkata, “Ya, ada apa, Vira?’

Wanita dengan model rambut bop itu tersenyum, pagi hari yang ia lewati berbanding terbalik dengan apa yang Ameera rasakan. Senyum sumringah menghiasi wajah cantik Vira banyak dikagumi orang-orang.

“Apakah kamu terlambat? aku lihat kamu terlalu terburu-buru,” katanya. Tabiat sahabatnya sudah Vira hafal di luar kepala. Ameera yang penuh dengan aturan dan perangainya yang lemah lembut tidak Vira lihat sejauh matanya memandang hari ini.

Ameera menyeka peluh yang mengalir di pelipis. Ruangan berpendingin sama sekali tidak mampu menampung peluh yang sejak tadi ia tahan. Baru kali ini ia merasakan hidupnya bagaikan dikejar penagih hutang profesional.

“Aku terlambat karena bangung kesiangan, Vira,” jawab Ameera dengan napas terengah. Setidaknya, obrolan diantara mereka bisa sedikit mengurai lelah yang Ameera rasakan.

“Gak biasanya kamu terlambat, Ra. Kamu pasti susah tidur ya?” pertanyaan Vira langsung menohok hati Ameera bersamaan dengan semburat merah jambu yang muncul di kedua pipi. Sial! apakah efek insomnia bisa terlihat semudah itu? jangan sampai alasan di balik insomnia yang Ameera alami terendus oleh sahabatnya.

“Iya, aku terlalu banyak minum kopi kemarin, jadi aku kesulitan untuk tidur. Untung saja aku belum terlambat masuk kerja,” kata Ameera melirik jam tangan bermerek yang melingkar di tangan kiri. Baru jam delapan pagi namun rasanya semua tenaga Ameera sudah terkuras sepenuhnya. Belum lagi jadwal konsultasi awal dengan seseorang menuntut Ameera tak hanya menyiapkan diri untuk bersikap profesional, melainkan juga untuk menetralkan ritme jantungnya.

“Oh aku pikir kamu insomnia karena memikirkan pria yang tempo hari menabrakmu. Kalau diingat-ingat dia masuk ke dalam kriteria suami idaman lho. Kamu yakin cuma mau sebatas kenalan saja?” ejek Vira seolah membenarkan isi hati Ameera yang sesungguhnya. Ameera tak bisa berkutik. Vira terlalu pandai mengendus kebohongan yang sedang ia tutupi rapat-rapat. Ameera memutar otak, bagaimana ia bisa bersikap biasa saja di saat seseorang yang ia temui secara tidak sengaja kini justru menjadi pasiennya?

Ah, hidup benar-benar membingungkan. Meski banyak pria yang bisa Ameera pilih hanya dengan menunjuk saja, Ameera justru terperangkap dalam kebingungan akan pesona Akbar yang begitu kuat.

Vira, melihat sahabatnya bungkam mulai bertanya-tanya. Sika Ameera seolah berubah sejak wanita itu mengenal pria tampan idola para suster di rumah sakit ini.

“Jangan-jangan kamu insomnia karena memikirkan Mas Akbar, bukan begitu?” tembak Vira asal.

“Uhuk! uhuk!” dugaan Vira jatuh tepat sasaran. Kali ini tak hanya menohok hati namun juga merampas hampir sebagian pasokan oksigen di paru-paru Ameera, mendengarnya saja sudah membuat napas Ameera sesak.

Ameera salah tingkah, ribuan kali mengerahkan tenaga untuk membuat dirinya tetap terlihat tenang namun selalu berakhir dengan kegagalan. Entah apa yang akan dipikirkan oleh VIra setelah ini. Ameera tak bisa mengambil keputusan tepat dalam bersikap lagi.

“Kamu ngaco saja. Aku dan dia tidak lebih dari seorang psikolog dan clientnya, Vira. Aku hanya sedang membantunya untuk memiliki hidup yang lebih baik dari sebelumnya.” Ameera berkilah. Meski ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia ucapkan barusan.

Vira dengan bakat intelnya yang mendarah daging menatap kedua bola mata Ameera dalam. Tak yakin dengan jawaban yang dilontarkan oleh sosok yang sudah menjadi sahabatnya sejak belasan tahun lalu.

“Kalau iya, juga gak apa-apa kok,” balas Vira mengejek disertai kekehan kecil. Kalimat umpan yang justru membuat Ameera mati kutu dibuatnya.

“Dengarkan aku, Ameera. Jika kamu bisa mendapatkannya, kamu akan menjadi wanita paling beruntung sedunia. Aku berani jamin itu. Maka, lebih baik kamu mencoba mendekatinya. Peruntungan tidak akan datang dua kali,” bisik Vira tepat di telinga Ameera. Wanita itu menyinggungkan senyum licik menggoda bak iblis yang sedang membuai mangsanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status