Share

Bab.6 Mau Diutamain

Penulis: Love Star
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-25 09:29:59

Samudra terus menatap manik mata Aira lebih dalam, “Kamu itu cantik, tapi... Terlalu cuek. Pantas saja adik saya selingkuh,” ujar Samudra sinis, membuat Aria kesal. Wanita itu mencubit pinggang Samudra cukup keras.

“Ssshhh!!” Samudra meringis, saat mendapat cubitan itu.

“Aku cuek bukan urusan Kakak!!”

Samudra tertawa lalu memendamkan wajahnya di ceruk leher Aria, membuat Aria nge-freeze. Samudra bisa merasakan wangi melati di sekitar leher Aria dan wangi itu membuatnya betah ingin terus mencium wangi melati—khas Aria.

“Kenapa tubuh kamu wangi sekali melati?” tanya Samudra berat dan serak.

Aria tetap diam menatap lurus, ia masih nge-freeze mencoba mencerna apa yang dikatakan Samudra.

“Akh!” Aria kaget saat Samudra menggigit bahu kirinya, “Sakit tau!!” kesal Aria.

Samudra yang mendengar Aria kesal bukannya berhenti, ia malah lanjut menggigit beberapa kali.

Aria tak tahan dengan Samudra ia refleks memukul kepala Samudra—BUGH!

“Sakit!” keluh Samudra mengelus kepalanya sendiri.

“Emang kamu pikir aku enggak?” ketus Aria menatap tajam.

“Yakan jangan di pukul juga. Kalo gegar otak gimana?”

Aria tersenyum sinis, “Aku harap sih sampe metong!” ketusnya menatap ke arah lain.

Samudra menyipitkan mata menatap Aria, “Bisa-bisanya kamu mengharapkan saya mati?!” kesal Samudra.

Aria berdecak sinis, “Emang apa yang harus aku harapkan darimu?” tanyanya.

“Tubuh saya,” bisik Samudra dengan percaya diri.

“Mohon maaf, aku tak tertarik!” Aria mendorong Samudra lalu berjalan pergi menuju dapur.

Samudra tersenyum samar melihat tingkah Aria yang cuek, “Jual mahal sekali, padahal ingin dapat perhatian dari orang.”

Malam harinya pukul 9, Raka baru pulang sedangkan Saima dan Narto menginap di RS untuk menjaga saudara yang sakit.

“Mas mau di bikinin kopi apa teh?” tanya Aria berusaha lembut.

Raka yang tengah duduk di ruang keluarga bukannya menjawab ia malah menarik tangan Aria, “E-eh!” Aria kaget dengan tarikan suaminya hingga ia duduk di pangkuan Raka.

“M-Mas ih jangan gini,” ucap Aria malu-malu. Namun jauh dari dalam hatinya, ia ingin sekali muntah melihat wajah Raka.

Semenjak Mas Raka selingkuh, kok aku ngerasa jijik banget. Eh! Bukan banget, tapi... Buanget, pake ‘U’nya yang banyak. Ucap Aria dalam hati, namun ia harus bersikap baik dan polos.

“Mas kangen, udah lama gak manjain istri Mas yang cantik ini.” Tutur Raka menyentuh dagu Aria.

Perlahan Raka mendekatkan wajahnya dan menarik dagu Aria untuk semakin dekat. Wajah keduanya sudah beberapa inci namun—BRUK!!

Dengan kasar Samudra duduk di sofa yang tak jauh dari keduanya, membuat Aria refleks mendorong wajah Raka.

“Lain kali kalo mau mesra-mesraan jangan di tempat terbuka!!” sinis Samudra menatap Raka.

Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sedangkan Aria masih diam di pangkuan Raka.

Samudra melihat Aria masih diam di pangkuan Raka membuatnya kesal, “Ri! Bikinkan saya kopi!” perintahnya menatap Aria.

“Iya,” sahut Aria pelan.

Aria bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Tak lama Aria membawa nampan dengan dua cangkir kopi hitam.

Aria meletakan cangkir kopi pertama untuk Raka, ia ingin membuat Samudra sadar untuk tak mengganggunya lagi.

Saat itu juga mata Samudra menajam, harusnya dialah yang mendapatkan suguhan secangkir kopi pertama dari Aria. Walau Raka suaminya Samudra ingin di utamakan dulu, bukan malah Raka.

Wajah Samudra menunjukan raut kesal, ia ingin sekali menelan Aria bulat-bulat.

“Ini Ka kopinya,” ucap Aria lirih sambil menyodorkan cangkir kopi di meja—depan Samudra.

Samudra mengangguk pelan dengan wajah yang dipaksakan tetap tenang, namun jauh dalam pikirannya tengah kacau.

“Sini sayang,” pinta Raka dengan lembut.

Aria mengangguk pelan dan duduk di samping Raka, “Ada apa, Mas?”

“Besokkan malam minggu, kamu mau ke pasar malam gak?” tanya Raka sambil menarik Aria ke dalam pelukannya.

“Gak mau!” tolak Aria dengan wajah cemberut, “Aria mau nginep aja di rumah, Mama!!”

“Kamu kenapa sih, hm? Kalo udah minta nginep pasti ada sesuatu. Coba bilang ke Mas, ada apa?”

Jelaslah orang lo selingkuh, gue mau pulang aja ketemu Mama, Papa. Gue mau aduin kelakuan kamu yang selingkuh!! Batin Aria menatap tajam namun sedetik kemudian menunjukan senyum polos lagi.

“Habisnya... Mas Raka sibuk lembur terus, Aria jadi gak di perhatiin lagi!”

Raka tertawa mendengar penuturan Aria, ia mengecup kening Aria lembut, “Mas sayang sama kamu, jadi Mas rela lembur.”

“Uhuk!! Uhuk!!” Samudra tersedak kopi panasnya saat mendengar Raka bersikap manis seperti itu.

“Kamu gapapa, Ka?” tanya Raka.

“Gapapa,” jawab Samudra menatap Raka datar, lalu ia melirik Aria. Ia melihat jika Aria tersenyum sinis kepadanya, membuat rahang Samudra mengeras.

"Besok Ka Samudra gak sibukkan? gimana kalo ikut kita berdua ke pasar malam? itung-itung jalan-jalan." tawar Raka mengajak Samudra.

Aria mendengar itu secara refleks menoleh, "Mas, Ka Samudra pastinya mau janjian ama yang lain."

Raka terdiam menatap wajah Aria, "E-eh iya, Kaka pasti mau jalan juga ya sama pacarnya?!"

"Besok kita pergi bareng-bareng. tapi tunggu saya beli motor dulu," ujar Samudra yang setuju untuk ikut Aria dan Raka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   Bab. 16 Sejak Awal

    Siang itu, setelah makan bersama dan membereskan dapur, suasana rumah mulai kembali normal. Ibu Saima dan Pak Narto tengah duduk di meja makan, sibuk membicarakan rencana acara keluarga dua hari lagi. Aria sedang menata gelas di rak ketika Raka muncul dari kamar dengan pakaian rapi—kaos polos biru tua dan celana jeans."Aria," panggilnya sambil meraih kunci motor di meja. "Aku mau ketemu Dodi, teman kerja. Ada urusan sedikit."Aria menoleh, menatap wajah suaminya yang tenang-tenang saja. Senyum tipis ia pasang, meskipun di dalam hati, ia sudah tahu persis bahwa ‘Dodi’ hanyalah kedok. Bukan Dodi yang akan ditemui Raka, tapi perempuan itu—selingkuhannya—di sebuah hotel yang pasti sudah mereka sepakati.Ia tidak ingin membuang energi untuk bertanya atau memprotes. Aria hanya menjawab pelan, "Oh, hati-hati di jalan."Raka mengangguk singkat, lalu pergi tanpa menoleh lagi. Suara motor menjauh, meninggalkan kesunyian yang terasa menyisakan perasaan sesa

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   Bab. 15 Godaan Dipagi Hari

    Pagi itu, rumah sudah kembali pada rutinitasnya. Aria sudah berada di dapur sejak pukul empat subuh, mengerjakan tugasnya seperti biasa. Ia mencoba untuk bersikap senormal mungkin, tetapi ada luka yang perih di dalam hatinya dan rasa nyeri yang nyata di bagian bawah perutnya. Setiap gerakan terasa kaku, pengingat dari kejadian semalam yang tak ingin ia kenang. Pukul tujuh pagi, Ibu dan Ayah mertua sudah selesai sarapan. Mereka berdua berpamitan hendak pergi ke pasar. "Aria, kami berangkat dulu ya. Nanti makan siang jangan lupa dihangatkan," ujar Ibu sambil menepuk bahu Aria. Aria hanya tersenyum tipis. "Iya, Bu. Hati-hati di jalan." Setelah pintu utama tertutup, suasana kembali hening. Hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring saat Aria menyelesaikan sarapannya sendiri. Pikirannya melayang pada Samudra. Pria itu, kakak iparnya, masih terlelap. Begitu pula dengan Raka. Untungnya Raka sudah terlelap setelah pukul 11 malam, jadi dia tidak tahu apa yang terjadi sem

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   Bab. 14 Dikamar Sebelah

    Raka masih duduk santai, menghisap rokoknya pelan, sesekali mengeluarkan asap sambil berceloteh soal kerjaan. Samudra mendekatkan wajahnya sedikit ke telinga Aria. Napasnya hangat, membuat bulu kuduk Aria meremang. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik, "Kamu tau nggak… bibir kamu kemarin itu masih kerasa manis sampai sekarang." Aria menahan napas, tangannya yang memijat bahu Raka sempat berhenti sepersekian detik. Untung Raka tidak sadar, malah sibuk memainkan ponselnya. Samudra menambahkan, kali ini suaranya makin rendah. "Kalau nggak ada dia di sini, udah dari tadi aku ambil lagi." Aria menggertakkan giginya, mencoba terlihat tenang. “Kamu… jangan gila,” desisnya pelan, sambil berpura-pura merapikan letak bantal di belakang Raka. Samudra tertawa kecil, senyum miringnya penuh tantangan. “Aku nggak gila… aku cuma ketagihan,” bisiknya lagi. Raka menoleh sebentar. “Ngomong apa kalian berdua?” tanyanya santai, matanya bergantian memandang Aria dan Samudra. Aria cep

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   Bab. 13 Pengganti Rokok

    Beberapa hari kemudian, Nadine pulang lebih awal dari biasanya. Jam dinding di ruang tamu baru menunjukkan pukul delapan malam, tapi rumah terasa… sepi. Adrian sedang duduk di sofa, ponsel di tangannya, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Ngapain senyum-senyum sendiri?” Nadine langsung duduk di sampingnya, nada suaranya setengah bercanda, setengah curiga. Adrian kaget sedikit, lalu cepat-cepat mengunci layar ponsel. “Nggak, cuma baca chat grup kantor,” jawabnya datar. Nadine menatapnya lama. Selama ini, Adrian bukan tipe orang yang menutup-nutupi isi ponsel. Dan senyum itu… bukan senyum orang yang sedang bercanda dengan rekan kerja. Beberapa hari terakhir, Nadine memang merasa Adrian sedikit berubah. Tidak lagi menanyakan dia ada di mana kalau pulang larut, tidak lagi mengirim pesan “hati-hati di jalan” seperti dulu. Bahkan, tatapan Adrian terasa lebih dingin. “Anak-anak udah tidur?” Nadine mencoba membuka topik lain. “Udah,” jawab Adrian singkat. “Tadi Aria main ke sini sebentar,

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   12. Manipulasi Pikiran

    Seminggu berlalu sejak malam itu. Aria berusaha tampil biasa saja di depan semua orang—senyum seperlunya, obrolan seadanya—namun diam-diam, kenangan akan hangatnya bibir Samudra terus menghantui pikirannya. Seakan setiap kali ia menyentuh gelas minum, ia kembali merasakan sentuhan itu.Samudra pun sama saja. Ada rindu yang menumpuk, ada keinginan yang mendesak untuk mengulang, tapi rumah terlalu ramai dengan saudara-saudara yang mondar-mandir. Kesempatan tidak pernah datang. Mereka hanya bisa saling curi pandang singkat, tanpa kata.Sore ini, Aria duduk di sebuah kafe yang cukup terkenal—Star Café. Aroma kopi bercampur wangi kue hangat memenuhi udara.Di hadapannya duduk Adrian, lelaki berwajah tegas namun terlihat letih, bersama dua bocah kembar berusia lima tahun, Alan dan Avan.Adrian adalah suami Nadine—wanita yang entah dengan keberanian macam apa mau menjadi selingkuhan Raka, suami Aria sendiri. Dan kedua bocah lucu itu adalah anak kandung Nadine.Aria tersenyum lembut, matanya

  • Obsesi Liar Kakak Iparku   Bab. 11 Mati Lampu

    Begitu Raka selesai makan, ia berdiri dari meja. “Aku duluan, ya. Ngantuk banget.” Tanpa menunggu jawaban, Raka berjalan menuju kamar dan menutup pintu. Suara langkahnya semakin menjauh… lalu hilang. Aria menelan ludah, tangannya sibuk membereskan piring sambil berusaha menghindari kontak mata dengan Samudra. Namun begitu ia mengangkat kepala, Samudra sudah bersandar santai di kursinya, menatapnya dengan ekspresi seperti kucing yang baru menemukan tikus kecil di pojok ruangan. “Nah… katanya kita bebas mau ngapain…” ucapnya pelan, senyumnya melebar. Aria mendengus. “Bebas itu buat aku nyapu atau masak, bukan buat ngeladenin Kakak aneh-aneh.” Samudra berdiri, melangkah pelan mendekat. “Sayang sekali, Darling… aku maunya bebasnya beda.” Aria mundur selangkah, tapi Samudra justru semakin dekat. “Kak, aku lagi banyak kerjaan…” elaknya sambil memegang tumpukan piring, berharap itu bisa jadi alasan. Tapi Samudra malah mengambil satu piring dari tangannya, meletakkannya di meja, lalu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status