Home / Romansa / Obsesi Sepupu Suami / 7. Menahan amarah

Share

7. Menahan amarah

Author: Raisya_J
last update Last Updated: 2025-01-02 16:35:30

Gio tiba-tiba mencengkram tangan Renata dengan kuat, membuat wanita itu menjadi meringis kesakitan. "Apa yang kau pikirkan sendiri tadi? Sehingga kau tidak menggubris perkataanku!” Ia menaikkan sebelah alisnya, tatapan matanya sangat tajam menatap ke arah sang istri.

“Sakit,Gio!”"rintih Renata.

"Jawab dulu pertanyaanku!" hardiknya.

Lidah Renata terasa sangat kelu ingin mengucapkan sesuatu, lantaran melihat tatapan mata dari Gio yang sangat mengerikan. Lelaki itu menatapnya dengan tajam, sehingga membuat ia menjadi gemetar ketakutan.

“Aku hanya merasa heran, kenapa kau tidak marah dengan perkataan dari Bram, itu saja,” jawab Renata dengan tergagap.

Cengkraman dari tangan Gio mulai melunak, membuat Renata menjadi merasa sangat lega.

“Oh, itu. Lagi pula itu kan sudah masa lalu kalian, jadi aku tidak akan mencampurinya dan bukankah semua orang sering memiliki masa lalu?” Gio mengedikkan bahunya, pertanda ia tidak mempermasalahkan semua itu.

“Aku kira kau akan marah kepadaku.” Renata menundukkan kepalanya, di dalam hatinya entah kenapa merasa kecewa.

“Itu sudah masa lalu, Sayang. Lagipula kamu adalah milikku, Jadi apa yang bisa dia lakukan?" Gio menaikkan sudut bibirnya.

‘Entah kenapa aku kurang puas dengan jawabannya,’ gumam Renata di dalam hati.

Di satu sisi Renata merasa sangat senang sekali mendengar Gio mempercayainya, tetapi entah kenapa pikirannya malah berbeda sekali dengan apa yang ia rasakan. Yaitu, pikirannya merasa sangat aneh sekali dengan sikap Gio yang merasa tidak pernah takut kehilangan dirinya.

“Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Bram sudah menunggu di bawah, kasihan dia terlalu lama menunggu kita.“ Gio melangkahkan kakinya lebih dulu meninggalkan Renata seorang diri di dalam kamar.

Renata diam sejenak, ia menepis semua pikiran buruk yang berputar-putar di dalam kepalanya. Kemudian baru melangkahkan kakinya mengikuti Gio untuk menuju ke bawah, tempat di mana Bram berada. Walau pun ia merasa enggan sekali menemui lelaki itu, tetapi Bram adalah sepupu dari suaminya. Sehingga walaupun enggan Renata sendiri tetap tidak bisa mengabaikan.

“Maaf, ya, Bram. Karena membuat kau menunggu terlalu lama di bawah.” Gio berlari kecil menuruni tangga.

“Tidak masalah.” Bram menyahut tanpa menoleh sedikit pun ke arah Gio, ia sibuk memperhatikan foto Renata bersama dengan sepupunya itu.

Renata bergegas mengikuti suaminya dari belakang, ia melihat kalau Bram tampak sibuk sekali memperhatikan foto dirinya bersama dengan Gio. Namun, ia memilih tidak peduli dan langsung pergi menuju ke tempat ruang makan. Lantaran harus menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga.

Dari arah dapur Renata dapat mendengarkan kalau jedua lelaki itu sekarang sedang berbincang-bincang bersama. Sesekali akan terdengar suara tawa dari Gio dan Bram.

“Makanan sudah siap!” teriak Renata, ia melihat kedua lelaki itu masih berbicara.

“Iya, kami akan segera ke sana.” Gio merangkul Bram untuk menuju ruang makan.

Renata memilih menunggu kedua lelaki itu masuk terlebih dahulu, lalu baru mengikuti dari belakang. Gio memilih duduk di kursinya, diikuti dengan Bram.

“Maaf makanannya cuma ini, karena tidak tahu kalau ada tamu yang akan datang ikut makan bersama.” Renata mengukirkan senyuman tipis, ia berniat menyindir Bram yang datang secara mendadak.

“Iya, tidak masalah. Lagi pula apapun yang kau masak bukankah semuanya sangat enak?” Bram membalas senyuman Renata dengan senyuman manis bibirnya.

Renata semakin merasa kikuk mendengar pujian yang keluar dari mulut Bram. Lantaran lelaki itu dengan terang-terangan memujinya di depan Gio. Alhasil ia membuat sayuran yang berada di dalam mangkuk tumpah ke pakaian Gio.

“Maafkan aku! Aku tidak sengaja melakukannya.” Renata segera menarik mangkuk untuk menjauh dari Gio.

Wajah Gio terlihat memerah, tetapi ia cepat mengukirkan senyuman manis di bibirnya. "Tidak masalah, Sayang. Lagi pula kamu hanya menumpahkannya sedikit, bukan?”

Renata menganggukkan kepalanya, ia sangat senang sekali dengan perlakuan manis dari Gio. Yaitu lelaki itu memaafkan kecerobohan yang dirinya buat. Padahal selama ini tidak seperti itu.

“Kau tidak duduk? Dari tadi kau hanya berdiri saja.” Bram mengerutkan dahinya, ia menatap penuh keheranan kepada Renata.

“Aku menunggu kalian selesai makan terlebih dahulu, baru akan makan—” Renata dengan cepat membekap mulutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Sepupu Suami   41. Keputusan

    Renata bergeming, ia tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Gio. Sejujurnya ingin tak percaya, bisa saja kalau suaminya itu hanya ingin melemparkan kesalahan kepada lelaki tidak bersalah seperti Bram. Hanya saja samar-samar terlihat jelas di wajah Bram kalau perkataan Gio itu adalah sebuah kenyataan.“Tentu saja aku tidak ada bukti, tapi Rosetta tahu sendiri kalau kau sendiri lah yang memperkenalkan kami berdua.” Gio menarik tangan wanita itu dengan kuat, berharap Rosetta akan membuka mulut.Hanya saja Rosetta memandang ke arah Bram, kemudian menunduk. Melihat hal itu membuat Renata menjadi menatap Bram dengan lekat.Di mata Renata sekarang sorot mata dingin Bram menjadi sangat mengerikan, membuat tubuhnya bergidik ngeri. Sudah dapat dipastikan kalau lelaki itu bersalah.“Walaupun begitu, tapi kau tetap saja salah menuruti perkataannya. Benar bukan?” Renata melipat tangannya di dada, senyum sinis terukir di bibir.Renata memalingkan wajahnya, berusaha memilih perkataan tepat unt

  • Obsesi Sepupu Suami   40. Kebenaran

    Wajah Gio yang semula panik menjadi memerah ia menatap tajam ke arah Rosetta. Tangannya menarik wanita itu dengan kuat, membuat Rosetta menangis kesakitan.Semua pasang mata menatap ke arah kedua orang itu, membuat Renata menjadi menghela nafas gusar. Ia pun memijat pelipis supaya menghilangkan nyeri di kepala.“Apa kau bisa berhenti sekarang? Banyak orang yang melihat kita!” tegur Renata dengan dingin.Gio melepaskan cengkraman tangannya dari Rosetta, tetapi matanya terus menatap tajam ke arah selingkuhannya tersebut.“Apapun itu, lebih baik katakan di rumah saja.” Renata melirik kesana-kemari, mengisyaratkan kalau di sekitar terlalu ramai.“Memang lebih bagus di rumah saja,” ucap Gio menimpali.Saat Renata berbalik badan, Gio ingin memegang tangan sang istri. Namun, tentu saja kalah cepat dengan Bram yang sedari tadi berada di samping Renata.“Ayo, Renata!” Bram mengarahkan tangan Renata untuk merangkul dirinya.Renata tak menolak, langsung menuruti lelaki itu. Sehingga membuat Bram

  • Obsesi Sepupu Suami   39. Gelisah

    Gio terdiam membeli mendengar perkataan dari Renata. Ia melirik kedua wanita itu sekilas secara bergantian, memikirkan keputusan apa yang akan diambil.“Kau tidak mau?” Renata menautkan kedua alisnya, sorot matanya penuh selidik.Rosetta langsung mendekati Gio dengan mata berkaca-kaca. “Jangan tinggalkan aku, Gio! Aku sedang mengandung anakmu, apakah kau akan tega meninggalkan kami?” Ia mengelus perutnya yang masih rata.Renata terkekeh kecil, “Kau yakin itu anak Gio?” tanyanya dengan nada mengejek.Wajah Rosetta memerah, “Kenapa kau berkata seperti itu? Tentu… saja ini anak Gio,” jawabnya gugup, ia beberapa kali meneguk ludahnya secara kasar.Renata yang sedari tadi memperhatikan gerak”gerik dari Rosetta merasa kalau wanita itu sedang menutupi sesuatu. Sehingga ia semakin menatap untuk mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya wanita tersebut pikirkan.Namun, semakin ditatap Rosetta malah terlihat semakin gugup.“Tapi aku ingin melihat surat hasil pemeriksaanmu, jadi mana surat itu?”

  • Obsesi Sepupu Suami   38. Tidak ada rasa bersalah

    Isakan tangis Rosetta memenuhi seisi kamar, memantul di dinding seperti gema yang tak kunjung padam. Namun, Renata tak bergeming. Ia menatap kosong ke depan, seolah suara itu hanyalah bisikan angin yang tak mampu menembus kekacauan dalam kepalanya.Pikiran Renata sibuk merangkai kepingan kenyataan yang baru saja menghancurkan seluruh dinding pertahanannya.“Apa kau tidak bisa diam?” suara Gio mendesis tajam, tangannya memijat pangkal hidung, nafasnya berat. “Sedari tadi kau terus saja menangis... membuat kepalaku semakin sakit!”Renata memalingkan wajahnya perlahan. Tatapannya tajam, seperti pisau dingin yang menusuk satu per satu orang di ruangan itu.“Bisakah kalian keluar dari kamarku?” ucap Renata, dingin dan datar.Bram hanya mengangguk pelan, lalu dengan tenang mengenakan kembali bajunya. Namun, sorot matanya mengandung ragu. Seolah ada sesuatu dalam dirinya yang enggan meninggalkan Renata sendirian. Namun,Renata tak memberinya pilihan.“Apa kalian tidak dengar? Kalian semua kel

  • Obsesi Sepupu Suami   37. Kabar buruk

    Belum sempat Renata melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ia mendengar suara pukulan yang sangat kuat dari arah belakang. Lagi-lagi Gio menghajar Bram, tetapi kali ini Bram melawan serangan dari suaminya.“Kalian hentikan sekarang juga!” teriak Renata sambil berlari mendekat.Saat Renata ingin mendekat, ia merasa sangat takut sekali kena pukulan salah sasaran dari salah satu lelaki itu. Sehingga menjadi urung, lantas hanya berusaha melerai dengan mencoba membujuk secara halus. Namun, usaha itu gagal.“Kalian berdua tolong hentikan sekarang juga!” Renata menggeram marah, ia merasa kesal tidak bisa menghentikan kedua lelaki itu.Bram dan Gio menjadi memandang ke arah Renata, wajah wanita itu sekarang sangatlah mengerikan sehingga membuat mereka berdua menjadi berhenti.“Kau tahu sendirian kalau dia yang mulai duluan, aku hanya tidak ingin babak belur karena ulahnya. Wajarkan kalau melawan?” Bram menunjuk Gio dengan geram.Wajah Gio memerah, ia mengepalkan tangannya. “Apa yang maksudmu

  • Obsesi Sepupu Suami   36. Penyesalan

    Renata tersentak, jantungnya berdetak keras ketika suara Gio yang menggelegar memecah udara pagi yang dingin.Gio berteriak marah, "Apa yang kalian lakukan sekarang?"Tubuh Renata seketika menegang. Ia melirik ke sisi ranjang—Bram masih di sana, duduk santai, satu tangan menyisir rambut acak-acakan, seolah teriakan itu tak berarti apa-apa.‘Astaga... aku tak terbangun tadi malam?’ pikir Renata panik, kedua matanya membelalak, nafasnya tercekat.Wajah Gio memerah, rahangnya mengatup erat. Tangan mengepal, tubuhnya sedikit bergetar—amarahnya jelas menari di balik kulit yang menegang."Apa lagi? Seperti yang kau lihat," kata Bram tenang, menoleh perlahan dengan senyum sinis di sudut bibirnya.Tatapan mata Bram menusuk, tajam dan penuh ejekan. Renata menahan napas. Komentar itu seperti bensin yang menyambar nyala api di dada Gio.Bukannya diam saja, Bram justru memperkeruh suasana.Namun... hati Renata tetap dingin. Ingatan tentang video semalam—tubuh Gio bersama perempuan lain—menghapus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status