Renata menjadi tegang dengan apa yang dilakukan oleh Bram. Ia tidak menyangka lelaki itu malah langsung mengecup tangannya di depan Gio, yaang adalah suami Renata.
“Apa yang kau lakukan?” Renata menarik tangannya dengan cepat, wajahnya sudah pucat pasi seperti mayat.
Suasana menjadi terasa hening, Renata sangat ketakutan sekali kalau Gio memarahi dirinya lantaran perlakuan dari Bram. Namun, selama menunggu beberapa menit, tak kunjung terdengar suara dari sang suami. Membuat ia menjadi mendongak untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh Gio.
Hanya saja Gio malah mendekati dirinya dan merangkul pundak Renata.
“Gio, aku tidak tahu apa yang dia lakukan kepadaku. Tadi terlalu tiba-tiba dan aku tidak sempat menarik tanganku!” ucap Renata dengan terbata-bata, bingung menjelaskan seperti apa.
Gio hanya diam, tetapi tiba-tiba falah tertawa dengan keras. “Kau ini terlalu menggoda Renata, lihatlah wajahnya sampai menjadi berkeringat karena merasa sangat gugup.” Ia memukul pundak Bram.
“Kau tahukan, aku sangat menyukai menggoda wanita. Jadi wajar saja aku melakukan itu kepada Renata juga.” Bran menaikkan sudut bibirnya.
Kepala Renata menjadi pusing karena mencoba mencerna apa yang terjadi sekarang. Namun, ia tidak menemukan jawaban apapun. Lantas hanya menjadi memandangi kedua lelaki itu secara bergantian.
“Sayang, kau tidak perlu merasa gugup seperti itu. Bram memang terbiasa menggoda wanita, jadi tenanglah, aku tidak akan memarahimu. Sehingga kau tidak perlu menjelaskannya.” Gio merangkul pundak Renata dengan begitu erat.
Renata tersenyum kikuk mendengar penjelasan dari Gio.
“Kalau begitu, aku mau membersihkan diriku terlebih dahulu. Kau tidak masalahkan menunggu sebentar?” Gio menaikkan sebelah alisnya menatap Bram.
“Tentu, aku tidak mempermasalahkannya.” Bram menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu, aku pergi dulu.” Gio memberikan tas kerja sekaligus jasnya kepada Renata, ia pun melangkahkan kakinya menuju ke dalam kamar.
Sementara Renata, is tidak ingin ditinggal berduaan dengan Bram. Sehingga memilih untuk mengikuti suaminya dari belakang, dengan dalih ingin menaruh tas beserta jas kerja milik Gio.
“Aku juga pergi,” pamit Renata canggung.
Renata melangkahkan kakinya dengan cepat, ia bahkan tidak menoleh lagi ke belakang untuk melihat Bram. Kakinya terus mengikuti langkah Gio di depan.
Gio tidak mengetahui kalau Renata mengikutinya, lelaki itu hanya langsung masuk ke dalam kamar mandi setelah melepaskan seluruh pakaian.
“Bilangnya dia menyukaiku, tapi ternyata malah sering menggoda wanita lain!” rutuk Renata kesal.
Renata melemparkan tas kantor milik Gio dengan kasar, ia terlalu kesal dengan lelaki bernama Bram itu. Bilangnya cinta, tetapi malah sering menggoda wanita lain.
“Astaga! Apa yang sedang kupikirkan sekarang? Ingat, Renata, kau sudah bersuami!” Renata menepuk pipinya dengan kuat, berusaha menyadarkan dirinya sendiri.
Renata menatap bingkai foto pernikahan dengan Gio, berharap dirinya akan tetap ingat kalau ia sudah menikah dengan orang lain. Namun, seketika wajah sang suami malah menjadi wajah Bram.
“Argh!” teriak Renata terkejut.
Gio yang berada di kamar mandi langsung mendekat dengan berlari kecil. Ia cukup terkejut mendengar sang istri berteriak dengan begitu nyaring.
Belum sempat bertanya, Bram malah membuka pintu kamar dengan kasar. Wajahnya terlihat sangat panik dan pakaiannya basah dengan keringat. Terlihat sekali kalau lelaki itu habis berlari menaiki tangga.
“Kau kenapa?” Bram menelisik Renata dengan teliti, khawatir kalau wanita itu terluka.
Gio terus memperhatikan kedua orang itu dalam diam. Renata yang merasa ditatap oleh seseorang, membuatnya mendorong Bram.
“Aku tidak apa-apa!” tutur Renata cepat.
Renata menundukkan kepalanya, ia melirik sekilas ke arah Gio untuk mengisyaratkan kepada Bram kalau sang suami sedari tadi memperhatikan.
“Ternyata kau mengkhawatirkan istriku, ya, Bram?” tanya Gio terkekeh kecil.
Pertanyaan dari Gio terdengar seperti sebuah sindiran di telinga Renata. Ia menjadi menatap memelas ke arah Bram, supaya lelaki itu tidak semakin memperkeruh suasana.
Bram malah tidak merespon tatapan dari Renata, ia menjadi merasa khawatir akan apa yang akan dikatakan oleh lelaki itu.
“Bram.” Gio menyentuh pundak Bram dengan kuat.
Bram berdecak pelan, tetapi ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?” Gio semakin kuat menyentuh pundak Bram, sentuhan itu berubah menjadi cengkraman.
“Aku hanya terkejut saja, tidak lebih! Jadi tidak sengaja berlari kemari, kau tidak perlu salah paham.” Bram melepaskan tangan Gio dari pundaknya.
Renata menjadi menatap ke arah Gio, lelaki itu hanya diam sqaja setelah mendengar jawaban dari Bram. Ia menjadi sangat takut sekali, merasa kalau sang suami sekarang tidak percaya dengan alasan dari Bram.
“Gio,” panggil Renata pelan.
Renata menggelengkan kepalanya pelan, ia terus menatap ke arah Gio.
“Kenapa? Kau takut ya kalau aku menyukai Renata dan mengambil istrimu?” Bram tersenyum tipis menatap Gio.
“Apa yang kau katakan sih, Bram?” tanya Renata dengan nada tinggi.
Renata menjadi semakin gelisah melihat Kedua lelaki itu saling berdekatan. Ia berusaha untuk membuat jarak di antara Gio dan Bram, tetapi semua itu ternyata nihil. Wajahnya pun menjadi pucat pasi dan gemetaran, lantaran merasa sangat takut sekali dengan perkelahian yang akan terjadi.
“Kau bisa saja, Bram. Yah tapi aku tidak heran kau selalu begitu,“ ucap Gio dengan tertawa terbahak-bahak.
Renata menautkan kedua alisnya mendengar tawa dari mulut Gio, bukankah tadi lelaki itu marah kepada Bram? Hanya saja kenapa malah menjadi tertawa seperti itu?
“Siapa tahu kan kau takut kalau Renata malah menjadi milikku?” Bram naik turunkan alisnya, senyuman tipis terukir di bibir.
Renata beralih menatap kepada Bram, ia berharap kalau lelaki itu akan melihat isyarat matanya untuk menyuruh diam. Dirinya tidak ingin kalau Bram malah mengatakan hal aneh-aneh di depan Gio, bisa saja sang suami malah akan menjadi marah.
“Kau ini, mana mungkin Renata ku ini mau denganmu. Dia adalah wanita yang sangat setia sekali.” Gio merangkul pundak Renata dengan mesra, bahkan ia mengecup kening sang istri.
Bram hanya menaikkan sudut bibirnya saja menanggapi perkataan dari Gio.
"Lebih baik kau keluar dulu, karena aku ingin berpakaian. Sana!" Gio mendorong Bram untuk keluar dari kamarnya.
Sementara Bram hanya pasrah saja dengan apa yang dilakukan Gio.
“Ya, dari pada aku melihat suami-istri bermesraan, yang ada malah membuatku cemburu.” Bram melambaikan tangannya, ia berjalan keluar.
Gio mengunci pintunya dengan sangat rapat, lalu menghela nafasnya dengan berat.
Renata memainkan jarinya dan memandang Gio dengan ragu-ragu, ia ingin berbicara tetapi merasa sangat enggan sekali.
Hanya saja Gio tidak menyadari apa yang sekarang Renata rasakan. Ia memilih untuk mencari pakaiannya di dalam lemari.
“Di mana bajuku yang kaos berwarna biru?" Gio merogoh-rogoh lemari untuk mencari pakaian yang ingin dipakainya.
Renata terhanyut dalam lamunannya, ia menjadi tidak mendengar perkataan dari Gio. Sehingga dirinya tidak menyahut lelaki tersebut hanya memandang lurus ke depan di mana Bram pergi tadi.
Renata langsung terkejut, ia menoleh menatap ke arah samping. “Astaga!“ ia berteriak dengan nyaring.“Tenanglah, Renata! Ini aku Bram. “ Bram langsung menaruh kopi di samping Renata.Sementara Renata mengucek-ngucek matanya, lantaran ia tidak terlalu melihat dengan jelas lelaki yang ada di hadapannya. Setelah sepenuhnya tenang, ia sadar kalau memang yang ada di depannya adalah Bram.“Aku tidak ingin membangunkanmu, karena kau terlihat sangat pulas. Pikirku kalau aku meletakkan kopi hangat ini di pipimu maka kau akan bangun dengan tenang, tapi ternyata kau malah makin histeris karena terkejut.” Bram menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal, ia menyesali keputusannya.“Maksudmu aku tertidur?” Renata menautkan kedua alisnya, ia tak sadar kalau dirinya tertidur.Bram hanya menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan dari Renata. Wanita itu hanya terdiam melamun memikirkan kapan tertidur. Hanya saja Renata menatap handset yang sekarang sudah terlepas dari telinganya. Ia pun baru saja te
Semua suara hiruk pikuk karyawan yang bersiap ingin pulang menjadi hening lantaran memandang ke arah Renata. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi."Baiklah saya akan mengerjakannya besok.” Renata ingin memasukkan berkas itu ke dalam laci miliknya, tetapi dicegat oleh Leon, sekretaris.“Siapa bilang besok?” Leon menatap datar ke arah Renata.Tatapan Leon membuat Renata tergagap, tetapi ia dengan cepat menguasai dirinya.“ Apakah aku harus mengerjakan sekarang? Tapi kalau sekarang tidak mungkin aku akan menyelesaikannya dan waktu yang singkat.” Renata menatap bingung, ia meminta penjelasan dari Leon.Hanya saja anggukan Leon membuat Renata menjadi lemas. Anggukan itu pertanda kalau dirinya harus mengerjakan pekerjaan yang banyak tersebut sekarang juga, padahal baru hari pertama bekerja ia sudah harus mengerjakan pekerjaan sebanyak ini seorang diri. Syukur-syukur kalau sebelum tengah malam ia akan menyelesaikannya, tetapi kalau dengan tumpukan sebanyak ini bisa-bisa Renata harus meng
Bram mengisyaratkan dengan tangannya supaya sang sekretaris pergi dari ruangan itu. Sehingga sekarang hanya mereka berdua saja.Renata menjadi canggung akan hal itu, ia tidak nyaman berada di ruangan tertutup hanya berdua bersama Bram. Apalagi teringat malam panas bersama lelaki itu.“Kenapa kau datang menemuiku? Apa kau merindukanku karena sikap dinginku tadi?” Bram menopang dagunya di atas kedua tangannya, ia terus menatap ke arah Renata.Renata memutar bola matanya dengan malas, tetapi ia tahu kalau di sini dirinya hanyalah seorang bawahan sehingga tidak boleh bersikap kurang ajar kepada atasan.“Tidak Pak. Saya ke sini hanya ingin meminta maaf atas kesalahan yang saya perbuat tadi.” Renata menundukkan kepala, ia enggan menatap ke arah Bram.Hanta saja saat menundukkan kepala Renata melihat sepatu hitam yang mengkilat tepat di hadapan matanya. Ia pun mendongak, ternyata Bram sudah berada di depan sambil terus memandang dirinya."Seharusnya kalau berbicara kau tatap aku. Jangan meli
Alista menarik tangan Renata dengan kasar, ia menatap tajam. “Berani sekali kau menyebut nama Pak CEO! Sudah datang terlambat ditambah lancang!”Renata mengerutkan keningnya, ia menatap ke arah Bram.“Dia anak baru?” Tunjuk Bram kepada Renata, ekspresi wajahnya dingin.Renata tertegun melihat sikap Bram yang berpura-pura tidak mengenali dirinya. Ada rasa nyeri di hati, tetapi ia sadar kalau ia lah yang membuat lelaki itu mungkin marah.“Iya, Pak! Hari ini hari pertama dia masuk kerja, tapi malah datang terlambat dan bahkan lancang menyebut nama Bapak.” Alista menundukkan kepalanya, sesekali ia melirik kepada Renata untuk menuruti apa yang dirinya lakukan.“Cepat apa yang kau tunggu? Minta maaf sama Pak Bram.” Alista berbisik pelan di telinga Renata.Renata merasa canggung, ia ragu untuk meminta maaf kepada Bram. Lantaran sedari awal tidak pernah melakukan itu sehingga membuat ia enggan melakukannya.Hanya saja Alista yang berada di samping terus mendesak supaya Renata meminta maaf kep
Suasana ketika menjadi hening tidak ada satupun yang berbicara di antara mereka berdua. Seakan-akan sedang larut dalam pikiran masing-masing.Namun, tiba-tiba Renata berdecak karena perasaan kesal yang dirinya rasakan. Gio yang mendengar hal itu menjadi mengerutkan dahi, menatap ke arah dirinya sekarang.“Kenapa kau memandangku seperti itu?“ Renata menatap sinis ke arah Gio, nampak sekali ia tak menyukai tatapan dari lelaki itu.“Aku hanya merasa sepertinya kau bertemu dengan dia, karena responmu seperti itu.” Gio mengeraskan cengkraman ke tangan Renata.Renata menjadi meringis kesakitan karena apa yang dilakukan oleh Gio. “Memangnya kalau iya kenapa? Bukannya tidak masalah kalau aku bertemu dengan lelaki lain, dan juga dia adalah sepupumu?” Ia menepis tangan lelaki itu dengan kuat supaya melepaskan cengkraman.Hanya saja tak seperti yang Renata duga, saat ia berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Gio dari dirinya malah semakin kuat. Karena Gio merasa kesal dengan apa yang telah
Renata terus menatap seorang lelaki yang menatapnya itu. Namun naas, lelaki tersebut sudah pergi menjauh sehingga sangat sulit mengenali siapa orang itu.“Mungkin aku salah lihat,” ucap Renata, ia menghela nafas berat.Renata memilih untuk menemui sang nenek yang berada di rumah sakit. Memang keadaan orang tua itu sekarang mulai memburuk lantaran usianya yang sudah tidak lagi muda. Sehingga membuat ia selalu menjadi khawatir akan neneknya itu.Suara batuk dan aroma obat-obatan menyambut kedatangan Renata. Aroma yang begitu menusuk, sehingga membuat ia menjadi kesulitan untuk bernafas, tetapi memilih menyimpannya untuk diri sendiri supaya sang nenek tidak sedih.“Renata.” Seulas senyum terukir di bibir Tini menyambut kedatangan sang cucu.Renata membalas senyuman itu, walau saat melihat wajah Tini terasa begitu menyakitkan. Karena ia menyembunyikan tentang kondisi rumah tangganya. Sehingga ia dengan cepat memalingkan wajah ke arah lain, supaya bisa menutupi perasaan gundah yang dirinya