Share

BAB 4 I Sentuhan Pria Itu

Blake Hagen. Pria paling ditakuti di seluruh Kota Lancester. Dia menguasai perdagangan dan beberapa hal yang diisukan sebagai transaksi ilegal. Bahkan, gadis sepolos Camellia pernah mendengar legenda yang menceritakan bagaimana pria itu bekerja di tempat yang tidak seharusnya.

Banyak orang yang tidak ingin berseberangan dengan si lelaki pemilik mata obsidian, karena sekali saja membuat Blake Hagen marah, maka kedamaian hanya tinggal angan-angan.

Itu sebabnya Camellia tidak mampu membalas tatapan pria itu setelah dia mempelajari nama yang sangat tabu disebut di seantero Kota Lancester. Apa lagi saat ini dia berada dalam radar pria itu yang merupakan berita buruk bagi masa depan Camellia.

“Apa kau tidak mau menyambut uluran tanganku?”

Pertanyaan pria tersebut mengangkat kepala Camellia seketika. Dan saat itulah dia baru menyadari bahwa sejak tadi Hagen menunggu jabatan tangan darinya, yang tentu saja tidak ingin Camellia lakukan.

Akan tetapi dia tidak memiliki pilihan. Karena menolak sama saja cari mati.

Dengan memberanikan diri, gadis itu menekan rasa frustrasi dan menghadapi Hagen tanpa sedikit pun memperlihatkan rasa takut. Dia tidak boleh lengah. Terutama pada laki-laki seperti ini, yang dapat mencium bau ketakutan dan  mengartikannya sebagai kelemahan.

“Camellia Duncan,” kata Camellia, menyambut uluran tangan tersebut dan menjabatnya dengan tatapan mata lurus ke depan.

Sebelah alis Hagen naik ke dahi begitu dia melihat keberanian Camellia setelah namanya terucap. Sebelumnya tidak ada yang berani balik menatap matanya begitu mereka mendengar siapa dia.

Tentu saja hal itu membuat sudut bibir Hagen melengkung seketika, membentuk serangkaian senyum yang jauh dari kata bersahabat.

“Ah, Miss Duncan,” gumam Hagen sembari membawa tangan feminim itu ke bibir yang dengan cepat Camellia tepis hingga Hagen hanya mencium udara.

Untuk sesaat Hagen tertegun, dia tidak menyangka yang barusan terjadi di depan mata, lalu tidak lama setelahnya terdengar tawa maskulin yang membuat langkah Camellia tanpa sadar mundur selangkah.

Apanya yang lucu?

Batin Camellia sembari memeluk tangan yang nyaris mendapat kecupan dari bibir tegas pria itu.

Salah satu tangan Hagen menutupi mata, sedang dia masih tertawa, namun kali ini dengan suara kekehan yang sangat pelan.

“Kau benar-benar berani telah menolakku,” ucap Hagen setelah tawanya reda.

Kini, pria itu menatap tajam pada Camellia yang seketika membuat napas gadis itu tercekat dengan jantung berdegup cepat.

Tidak ada sedikit pun sisa-sisa ekspresinya yang melunak seperti tertawa tadi. Wajah pria itu tampak jauh lebih dingin dengan rahang mengeras dibandingkan sebelum ini.

Tidak pernah Camellia melihat seseorang yang memberinya pandangan seperti pria di hadapan. Sangat mengintimidasi dan penuh dominasi. Aura gelapnya membuat Camellia merasa sesak tiba-tiba, manjadikan dirinya gelisah dan ingin lari dari sana.

Saat Blake Hagen mendekat dan berbisik tepat di telinganya, bahu Camellia berubah tegang dengan tangan meremas piyama.

“Dengar, kedatanganku untuk menagih sesuatu yang kuyakini kau sudah tahu.”

Napas hangatnya berembus di sekitar telinga Camellia, memberikan getaran aneh yang menjalar hingga ke sepanjang tulang belakang. Bahkan, aroma mint dari napas pria itu membuat paru-paru Camellia menjadi rakus seketika.

“Aku sengaja menunggu selama beberapa waktu, namun sepertinya kau dan keluargamu tidak ada niat untuk mengembalikan semua yang telah dicuri dariku. Itulah alasan mengapa aku dengan berbaik hati bertamu hari in,” ucap pria itu dengan sedikit seringai di wajah yang membuat Camellia kembali gemetar, namun dia tepis dengan cepat.

“Kedatanganku untuk menagih apa yang seharusnya menjadi milikku, Princess.”

Satu tangan Hagen mengelus permukaan pipi Camellia begitu dia mendapati pipinya berubah menjadi sedikit merah muda. Rasa penasaran akan tekstur kulit gadis itu membuat Hagen sedikit lupa diri.

Menerima sentuhan pria itu yang tiba-tiba, perlahan-lahan rona merah menjalar di sepanjang leher, pipi hingga ke cuping telinga Camellia yang membuat Hagen terkesima untuk beberapa waktu. Namun, mendengar suara tercekatnya yang feminim, Blake Hagen pun tersadar kembali.

Hatinya mengutuk diri, karena bisa-bisanya terpaku pada sesuatu yang sesedarhana itu.

Saat Hagen bermaksud untuk menarik diri, dia pun mencium wangi persik yang menahan tubuhnya untuk beranjak dari sisi gadis itu. Lagi-lagi dia terpaku untuk ke sekian kali, membuatnya mendengus keras, menyebabkan Camellia sedikit terperanjat.

Mata Hazel gadis itu membulat, membuat Hagen kesulitan mengalihkan pandangan hingga menjadikan keduanya saling mengunci tatapan, yang tanpa mereka sadar telah kembali berada dalam sihir masing-masing.

Di antara keduanya, Hagen-lah yang memutus kontak mata mereka. Hal itu membuat Camellia menundukkan kepala dan menghindari mata pria itu.

“Apa semua hutang-hutang keluargaku ada di sini?” tanya Camellia pada akhirnya.

Sembari menelan saliva dengan susah payah, gadis itu membuka lembaran dokumen yang sejak tadi berada dalam genggaman. Tangannya sedikit gemetar, sehingga dia pun berusaha untuk tidak menunjukkannya dengan berpura-pura tegar.

Hagen tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengawasi Camellia sembari memperhatikannya dari ujung kepala hingga kaki. Pembawaan anggun gadis itu membuat Hagen mengeraskan hati.

Setelah selesai membaca dokumen tersebut, Camellia pun menghela napas panjang.

“Aku tidak bisa membayar ini semua hanya dalam waktu satu tahun,” ucapnya sembari menatap lurus ke mata pria yang berdiri di hadapan.

Kepala Hagen sedikit miring ke kiri, dengan sebelah alis naik ke dahi, dia pun menatap Camellia arogan.

“Aku tidak ingin tahu bagaimana kau melakukannya, karena yang aku inginkan semua uang tertera di dalam dokumen dilunasi dalam waktu yang telah ditentukan.”

Melihat wajah Hagen yang dingin tanpa senyuman, Camellia menjadi gelisah. Dia pun merasa pusing tiba-tiba hingga tanpa sadar memijit pelipis.

“Beri aku waktu selama lima tahun, Mr. Hagen,” pinta Camellia dengan tatapan sayu dan bahu tertunduk lesu.

Ayahnya masih dalam perawatan, dia butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit yang tidak dicover oleh asuransi. Belum lagi hutang bank dan beberapa hutang di tempat lainnya. Bagaimana mungkin Camellia tetap waras untuk melunasi semua dalam waktu bersamaan.

“Blake,” kata Blake Hagen yang seketika menarik perhatian Camellia kembali. Dengan tatapan bingung, Camellia tampak hendak bertanya maksud perkataan pria itu barusan.

“Blake, panggil aku Blake,” ucap Hagen yang mendekatkan wajahnya lagi.

Bila bergerak seinci saja, bibir keduanya dapat bersentuh tanpa sengaja.

Menyadari itu, Camellia mencoba menarik diri, namun Hagen menahan belakang kepala gadis itu sehingga dia kesulitan untuk menoleh meski hanya sesaat, dikarenakan genggaman Hagen yang kuat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status