Home / Romansa / Obsession In Love / Bab 3 Tawaran

Share

Bab 3 Tawaran

Author: Nuvola
last update Last Updated: 2024-09-24 10:40:16

"Kita akan menikah hari ini juga!" tegas Samuel yang melangkah menuju pintu.

"Saya bilang saya bisa membayarnya," balas Arin membuat Samuel kembali berbalik.

"Dengan apa? Menjual diri?"

Perkataan Samuel sungguh menggoreskan luka di hati Arin. Samuel berjalan mendekat ke arah Arin, "Kalau iya jual tubuhmu itu ke saya, kamu mau berapa? Satu milyar? Dua miliar? Atau tiga milyar? Saya bisa membayarnya," ujar Samuel.

Tangan kanan Arin melayang untuk memberikan tamparan di pipi Samuel. Namun Samuel segera menahanya, tatapan keduanya begitu tajam. "Kenapa marah? Bukankah itu yang kamu lakukan semalam?"

Cengkraman tangan Samuel di pergelangan tangan Arin semakin kencang membuat Arin meringis. "Apa saya semurah itu di mata Anda?" tanya Arin dengan kedua mata yang telah berair.

"Kamu sendiri yang membuat dirimu murah, bukan?" ujar Samuel yang melepaskan cengkraman tangannya.

"Aku lebih baik mati daripada harus menikah dengan iblis sepertimu!" seru Arin.

Samuel tersulut emosi dia pun langsung mencekik Arin dan mendorong Arin hingga ke balkon. "Kau bilang apa? Mati? Jika itu yang kamu mau aku turuti ucapanmu itu," ujar Samuel yang terus mendorong tubuh Arin.

Arin terlihat panik, cengkraman Samuel pun mencekik lehernya. Arin memukul tangan Samuel agar melepaskannya, tubuhnya sudah bergetar karena dia hampir jatuh. Air mata Arin telah mengalir dia benar-benar ketakutan dengan apa yang Samuel lakukan.

Melihat itu Samuel pun melepaskan Arin membuat Arin tersungkur di lantai. Arin menangis dia sangat tertekan dengan Samuel.

"Apa kamu masih berani melawanku?" tanya Samuel yang dijawab gelengan kepala Oleh Arin.

Samuel berbalik untuk pergi dari kamar itu, "Bersihkan itu!" titah Samuel kepada Alfred.

"Baik Tuan," jawab Alfred segera.

Alfred pun bangkit menghampiri Arin, "Nona apa Anda baik-baik saja?" tanya Alfred yang terlihat iba dengan Arin.

Alfred membantu Arin untuk bangkit dia membawa Arin untuk duduk di tepi tempat tidur. "Saya akan membawakan sarapan yang baru untuk Anda, sebaiknya Anda memakannya agar Tuan tidak lagi marah," tutur Alfred.

Arin hanya menganggukkan kepalanya, Alfred menyuruh maid membersihkan kamar Arin sedangkan dia kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan Arin. Arin duduk di tepi ranjang dengan tubuh yang masih bergetar.

Lehernya masih terasa tercekik membuat Arin mengusapnya. "Nona minum dulu," ucap Alfred yang kembali dengan nampan yang berisi makanan. Dia menyodorkan gelas kepada Arin, Arin pun menerima gelas itu tetapi tangannya masih bergetar.

Arin lalu meminum air itu agar dirinya lebih tenang, "Kalau begitu saya permisi dahulu Nona," ucap Alfred yang dijawab anggukan kepala oleh Arin. "Sebaiknya Anda segera makan agar tidak memicu amarah Tuan lagi," sambung Alfred sebelum dia pergi dari kamar itu.

Setelah cukup tenang Arin pun menuju ke sofa dia duduk disana untuk sarapan. Arin mengatur nafasnya agar lebih tenang dia lalu mulai menyendok makanan itu. Arin nampak kesusahan untuk menekan tetapi dia paksakan karena takut berhadapan dengan Samuel lagi.

Setelah makan Arin tampak lebih tenang dia tetap duduk di sofa karena tak tahu apa yang harus dia lakukan. Lagipula Samuel mengunci pintu kamarnya membuat Arin tidak bisa kemana pun.

Ceklek!

Suara pintu dibuka membuat Arin menoleh ke arah pintu, terlihat Samuel yang datang dan Arin pun langsung berdiri. Dia terlihat waspada dengan Samuel dan itu terlihat jelas di mata Samuel.

"Tanda tangani," ucap Samuel melempar sebuah kertas ke arah Arin.

"Apa ini?" tanya Arin tidak mengerti.

"Surat perjanjian pernikahan," jawab Samuel yang duduk di sofa dengan santainya.

Arin masih berdiri membaca surat itu, dia menaikan sebelah alisnya karena di salam aurat itu hanya Samuel yang diuntungkan.

"Tapi ini... "

"Apa ada masalah dengan isinya? Pernikahan ini juga sebagai cara kamu melunasi hutang bukan?"

Arin menghela nafasnya tidak mampu melawan Samuel.

Surat Perjanjian Pernikahan

1. Pihak perempuan harus mengikuti semua perkataan pihak laki-laki.

2. Pihak perempuan dilarang berhubungan dengan pria lain.

3. Hubungan hanya bisa diputus oleh pihak laki-laki.

Jika perjanjian ini dilanggar oleh pihak perempuan maka pihak laki-laki berhak memberikan hukuman.

"Tapi sampai kapan pernikahan ini?" tanya Arin karena disana tidak tertera kapan pernikahan mereka berakhir.

"Apa kamu buta?" cibir Samuel. "Baca point nomor tiga."

"Hubungan hanya bisa diputus pihak laki-laki."

"Bukankah itu jelas," ucap Samuel.

"Tapi ini sangat tidak adil."

"Kamu berharap apa?"

Pertanyaan itu membuat Arin terdiam dia pun akhirnya menandatangani surat perjanjian itu. Arin kemudian menyerahkan kertas itu ke tangan Samuel dan Samuel ikut menandatanganinya.

Samuel segera bangkit dari duduknya dia pergi dari kamar Arin tanpa mengatakan apapun lagi. Arin merasa lega setelah mendengar pintu kamar yang di tutup. Dia pun merebahkan dirinya di sofa, Arin terlihat tak bertenaga.

Pada akhirnya dia tidak bisa melawan Samuel pria itu begitu membuatnya takut. Terlihat jika Samuel akan melakukan cara apapun agar keinginannya terwujud. Arin hanya bisa meratapi nasibnya yang kurang beruntung itu.

***

Pukul sepuluh pagi Samuel masuk ke kamar Arin untuk memberikan salinan surat perjanjian pernikahan mereka. Tetapi terlihat Arin yang tengah tidur di atas sofa. Samuel pun meletakan kertas itu di atas nakas.

Dia menatap Arin yang terlelap lalu berjalan ke arah Arin. Dia menggendong tubuh Arin membawanya ke tempat tidur. Dengan hati-hati Samuel merebahkan tubuhnya Arin disana. Lalu dia menutup tubuh Arin dengan selimut.

Samuel kembali keluar dari kamar Arin dia menutup pintu dengan perlahan agar Arin tidak terganggu. Samuel pun kembali mengunci pintu itu.

"Tuan, mobilnya sudah siap," ucap seorang pria yang tak lain adalah asisten pribadi Samuel.

Samuel segera mengenakan jas yang Hendrik berikan dia kemudian berjalan keluar untuk segera berangkat ke kantor. Hendrik membukakan pintu mobil untuk Samuel dia lalu menyetir mobil itu dengan kecepatan sedang.

"Kosongkan jadwal saya besok siang karena saya harus ke kampus," titah Samuel.

"Baik Tuan," jawab Hendrik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsession In Love   Bab 119 End

    Langit pagi itu mendung, seolah menyelimuti bumi dengan kesedihan yang tenang. Angin bertiup lembut, menyapu dedaunan yang jatuh di sepanjang jalan menuju pemakaman. Arin berdiri diam di depan dua nisan yang tertata rapi, dengan nama kedua orang tuanya terpahat di atas batu marmer putih. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman kecil yang penuh makna. Di sampingnya, Samuel berdiri memegang Noah yang tertidur dalam pelukannya. Bayi mungil itu tampak tenang, seolah memahami bahwa hari ini adalah momen penting bagi mamanya. Sementara itu, Fani berdiri beberapa langkah di belakang mereka, menjaga jarak, tapi tetap waspada seperti biasanya. Arin menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. “Akhirnya, aku kembali ke sini, Ayah, Ibu,” katanya pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya bergetar, tapi ia mencoba untuk tetap tegar. “Aku tahu... sudah terlalu lama aku tidak datang. Tapi sekarang, aku punya banyak hal yang ingin aku ceritakan.” Samuel

  • Obsession In Love   Bab 118

    Mila masuk ke apartemen bersama dengan Rocky, Rocky langsung berlutut untuk melepaskan heels yang Mila kenakan. “Aku bisa sendiri, Mas.”“Tapi selama ada aku, kamu tidak boleh melakukannya sendiri,” ucap Rocky yang menarik hidung Mila. “Bagaimana apa kamu lelah? Atau mual?“Tidak Mas, aku baik-baik saja. Gerah sekali, aku mau mandi dulu ya.”“Jangan mandi malam-malam,” larang Rocky.Dari dulu Rocky memang perhatian tapi setelah mengetahui jika Mila hamil dia semakin perhatian.“Gerah Mas.”“Nanti sakit Sayang, sudah ayo ganti baju lalu tidur,” tutur Rocky yang langsung menggendong Mila. Mila dengan refleks mengalungkan tangannya di leher Rocky. Mila akhirnya patuh dengan perkataan Rocky yang melarangnya untuk mandi. Dia hanya mengganti pakaiannya dengan baju tidur. “Loh Mas kok mandi?” protes Mila. “Gerah.”“Curang!”Rocky mencium pipi Mila dengan gemas, “Aku khawatir kamu sakit, Sayang. Kita tidur ya.”Rocky menuntun Mila naik ke atas tempat tidur, dengan lengan Rocky sebagai bant

  • Obsession In Love   Bab 117 Kelahiran dan Kematian

    Malam itu begitu tenang. Samuel duduk di samping Arin yang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, tetapi senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. Di pelukannya, seorang bayi mungil yang baru saja lahir beberapa jam lalu. "Noah," bisik Samuel, matanya menatap lembut ke wajah anak itu. "Aku ingin menamainya Noah. Untuk menghormati Ayahmu, Arin. Dia pasti bangga." Arin tersenyum meski lelah. Air mata hangat mengalir dari sudut matanya. "Noah... Nama yang indah.”Samuel membelai rambut Arin dengan penuh kasih. Di dalam hatinya, ia berjanji untuk menjaga dua orang yang paling ia cintai ini dengan segenap jiwa raganya. "Kamu tahu, aku tidak pernah seberharap ini sebelumnya," ujar Samuel, suaranya pelan tapi penuh emosi. "Melihat kamu dan Noah… rasanya seperti semua perjuangan selama ini terbayar." Arin mengangguk kecil. Tubuhnya masih lemah setelah proses persalinan yang cukup panjang. Tapi melihat bayi mereka yang sehat dan Samuel yang selalu ada di sisinya, ia meras

  • Obsession In Love   Bab 116

    Mentari pagi menyelinap dari celah-celah tirai jendela kamar tidur mewah milik Samuel dan Arin. Suara burung yang berkicau terdengar lembut, seolah menyambut hari baru yang penuh kebahagiaan. Arin membuka matanya perlahan. Dia menoleh, menemukan Samuel yang sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang digulung di bagian lengannya. Tatapan pria itu hangat, penuh cinta. “Pagi, istriku,” sapa Samuel sambil tersenyum. Arin tersenyum kecil, matanya masih setengah mengantuk. “Pagi, suamiku. Kenapa bangun pagi-pagi sekali? Biasanya kamu kan malas-malasan dulu.” Samuel tertawa kecil, lalu membelai rambut Arin dengan lembut. “Aku cuma ingin memastikan kamu istirahat dengan cukup. Lagipula, ada sesuatu yang spesial hari ini.” Arin mengerutkan kening, bingung. “Spesial? Apa? Hari ini bukan ulang tahun kita, kan?” Samuel mengangguk pelan, wajahnya penuh rahasia. “Nanti juga kamu tahu. Yang penting sekarang, kamu siap-siap, ya. Aku mau kita habiskan hari ini dengan santai, cu

  • Obsession In Love   Bab 115

    Pagi itu, Arin berdiri di depan gedung utama Venus Corporation. Bangunan megah itu terlihat kokoh, tapi di matanya, gedung itu seperti menyimpan luka lama. Perusahaan yang dulu milik kedua orang tuanya telah mengalami begitu banyak perubahan buruk di tangan Irawan. Namun sekarang, semuanya ada di tangannya. Arin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya. Ini adalah langkah besar, dan dia tidak boleh gagal.Di sampingnya, Samuel berdiri dengan tenang. Wajahnya seperti biasa, penuh ketegasan, tapi ada senyum kecil yang membuat Arin merasa lebih percaya diri.“Kamu yakin bisa handle semuanya?” tanya Samuel, memecah keheningan.Arin menoleh, tersenyum tipis. “Aku harus bis. Ini perusahaan orang tuaku, Mas. Aku tidak bisa biarin apa yang mereka bangun terbuang sia-sia.”Samuel mengangguk. “Kalau kamu butuh bantuan, Mas selalu ada. Mas tahu ini berat, tapi kamu tidak sendirian.”Mendengar itu, Arin merasa lebih lega. Ada kekuatan dalam kata-kata Samuel yang membuatnya yakin la

  • Obsession In Love   Bab 114

    Clara berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Gaun merah yang membalut tubuhnya terlihat sempurna, namun wajahnya menyimpan kelelahan yang sulit disembunyikan. Senyum tipis menghiasi bibirnya, meskipun hatinya penuh amarah. Samuel. Nama itu terus berputar di kepalanya. Dia ingat betul bagaimana pria itu menatapnya dingin beberapa hari yang lalu, menolak kehadirannya tanpa sedikit pun ragu.“Dia tidak bisa terus seperti ini,” gumam Clara pada dirinya sendiri, suaranya hampir seperti bisikan. Matanya menatap pantulan dirinya dengan tajam, seolah mencoba meyakinkan diri bahwa dia masih punya kendali. ---Di ruang tamu, Irawan berdiri dengan wajah merah padam. Di depannya, Bella berdiri dengan koper besar di tangannya. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana, tidak seperti biasanya. Wajahnya yang biasanya penuh senyum kini terlihat dingin dan penuh kebencian. “Kamu mau ke mana?” suara Irawan terdengar keras, hampir seperti teriakan. Bella menatapnya dengan tenang, tapi sorot

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status