Home / Romansa / Obsession In Love / Bab 2 Penuh Masalah

Share

Bab 2 Penuh Masalah

Author: Nuvola
last update Last Updated: 2024-09-24 00:51:05

Semua orang yang ada di sana nampak tidak berani menatap Samuel. Arin tertegun dengan itu, Samuel melangkah mendekat membuat Arin gelisah. Dia kembali berusaha menutup belahan dadanya yang menonjol.

"Maaf, Tuan Samuel. Anak ini masih baru, jadi tidak dijual," ucap Mami Iren dengan hati-hati.

"Kamu berani melarang saya!" ucap Samuel dengan suara beratnya berkata dingin.

"Tidak Tuan," jawab Mami Iren yang menunduk.

"Tulis harga yang kamu inginkan!" Setelah mengatakan itu Samuel langsung menarik Arin untuk pergi dari tempat itu.

Arin merasakan aura kemarahan dari Samuel hingga keringat dingin membasahi dahinya. Arin mengumpati dirinya karena terjebak dalam situasi yang rumit ini. Samuel yang tinggi membuat langkahnya panjang dan Arin pun harus berlari untuk mengimbangi langkau Samuel.

Setelah membuka mobil Samuel mendorong Arin hingga terlentang di jok belakang. Samuel berdiri di hadapan Arin dengan kaki yang naik ke atas jok. Berusaha mendekati Arin.

"Sebegitunya menolak pernikahan dengan saya, tapi nyatanya justru menjual diri?"

Mendengar itu Arin tersentak dan segera menjawab, "Tidak! Saya sama sekali tidak--"

Suara ponsel Samuel memutuskan perkataan Arin. "Awalnya hutangmu hanya seratus juga sekarang menjadi 2,6 Milyar!"

Arin kembali tersentak kaget ketika mendengar perkataan Samuel. Kepalanya begitu sakit mendengar itu, seratus juta saja sudah membuatnya pusing. Sekarang hutangnya bertambah karena kecerobohannya lagi.

Semua ini berawal juga karena kecerobohannya yang tak sengaja membuat lecet mobil milik Samuel. Mobil Ferrari F8 Spider mobil mewah Samuel dan salah satu mobil kesayangan Samuel.

"Sa-saya akan membayar semuanya," ucap Arin dengan terbatas.

"Dengan apa? Menjual tubuhmu lagi? Kenapa tidak kau jual kepada saya?"

"Jaga bicara Anda Pak!" ucap Arin yang geram karena Samuel terus menyinggung tentang jual diri. "Saya akan menyicilnya dan pasti saya akan melunasinya."

"Cih!" decak Samuel. "Kamu menyicilnya sebulan sepuluh juta pun butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa melunasinya," cibir Samuel membuat Arin terdiam. "Kamu itu miskin jadi turunkan egomu itu."

Cibiran Samuel tak mampu Arin balas karena semua itu adalah fakta. Melihat Arin yang diam maka Samuel pun segera masuk ke dalam mobil. Mobil melaju menuju ke kediaman Samuel, Arin nampak tidak mengatakan apapun lagi karena kepalanya terasa pusing.

Lima belas menit kemudian mobil itu memasuki area rumah mewah. Arin masih larut dalam lamunannya hingga dia tidak menyadari jika mobil telah berhenti. Samuel membuka pintu mobil dan menariknya untuk keluar.

"Sakit," ucap Arin karena Samuel mencengkramnya cukup kuat.

Samuel tidak mendengarkan keluhan Arin dia menyeret Arin menuju ke lantai dua. Membawanya ke sebuah kamar yang ada di lantai itu, Samuel mendorong tubuh Arin masuk ke dalam kamar dengan nuansa putih.

"Kamu milik saya sekarang!" tegas Samuel sebelum dia meninggalkan Arin.

Samuel menutup pintu dengan keras hingga meninggalkan suara nyaring yang memekik telinga Arin. "Pak Sam saya yakin bisa membayarnya," teriak Arin dari dalam kamar dengan menggedor pintu itu karena telah di kunci oleh Samuel. "Pak! Pak Samuel!" teriak Arin yang tidak ada jawaban apapun.

Arin pun menyerah dia memilih duduk di tepi tempat tidur dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Arin merasa frustasi karena akhirnya dia terjebak di rumah itu.

***

Saat Arin membuka matanya terlihat jam telah menunjukkan pukul enam pagi, kamar yang begitu besar itu terasa dingin. Suara rintik hujan terdengar di telinga Arin, begitu bising karena dia tidak menyukai hujan. Arin masih mengenakan gaun yang semalam karena ia semalam ketiduran.

Suara ketukan membuat Arin menoleh, pintu pun dibuka terlihat pria paruh baya masuk ke dalam kamar. Arin menarik selimut untuk menutup bagian tubuhnya.

"Selamat Pagi Nona, perkenalkan saya Alfred kepala maid di rumah ini," ucap Alfred dengan sopan. "Saya kesini ingin mengantarkan pakaian untuk Nona atas perintah dari Tuan," sambung Alfred yang menyerahkan sebuah paper bag kepada Arin.

Arin pun menerima paper bag itu, "Terimakasih Pak," ucap Arin dengan tersenyum.

"Sama-sama Nona kalau begitu saya permisi terlebih dahulu," pamit Alfred yang langsung keluar dari kamar itu meninggalkan Arin sendiri. Pintu kamar itu kembali di kunci, Arin bisa mendengarnya membuat dia menghela nafasnya.

Arin memilih berjalan ke arah kamar mandi, wajahnya tampak tidak memiliki semangat hidup. Dia berhenti menatap dirinya dari pantulan cermin di depan wastafel. Kedua pipinya terlihat masih memerah akibat tamparan semalam.

Sekelebat kejadian semalam terlintas di benak Arin membuat Arin langsung mengusap wajahnya dengan air. Arin menghela nafasnya dengan kasar untuk mengatur perasaan hatinya, dia lalu memilih mandi agar pikirannya lebih fresh.

Selesai mandi Arin mengenakan dress pink yang tadi di berikan oleh Alfred. Dia pun keluar dari kamar mandi menuju balkon, dari sana Arin bisa melihat area rumah Samuel. Tepat di bawah sana ada sebuah kolam renang yang sangat luas.

Suara pintu dibuka membuat Arin menoleh ternyata Alfred yang masuk ke dalam kamarnya dengan membawa sebuah nampan. "Selamat pagi Nona, saya membawa sarapan untuk Anda," ucap Alfred yang meletakan makanan itu di atas meja.

Arin hanya sekilas menatap makanan itu tanpa berniat menyentuhnya sedikitpun. Meskipun perutnya lapar karena sejak semalam belum makan tetapi gadis itu tidak mau menyentuh makanan dari Samuel. Arin tetap kekeh dalam pendiriannya untuk tidak menikah dengan Samuel.

Arin tetap berada di balkon saat Samuel masuk ke kamar itu. Tatapan mata Samuel sangat tajam saat melihat piring Arin yang belum tersentuh.

"Alfred!" teriak Samuel membuat Arin terkejut.

Alfred berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Arin. "Ada apa Tuan memanggil saya?" tanya Alfred dengan menunduk kepalanya.

Samuel berjalan ke arah makanan Arin dia lalu melempar piring itu ke lantai hingga makanan berceceran disana. "Makan itu!? " titah Samuel menatap Alfred.

Arin langsung melangkah mendekat, "Apa yang Anda lakukan?" tanya Arin ketika Alfred berlutut hendak melakukan perintah Samuel.

"Anda gila ya!" seru Arin menatap berani Samuel.

"Kamu yang membuat dia berakhir seperti ini," ucap Samuel dengan suara berat.

"Apa maksudnya?"

"Kamu tidak menyentuh makananmu jadi dia harus menghabiskannya."

"Dengan cara seperti ini? Apa Anda tidak bisa bersikap manusiawi?"

Arin terlihat begitu marah hingga dia berani menatap tajam ke arah Samuel. Arin berdiri berhadapan dengan Samuel tanpa rasa takut. Dia tidak terima melihat Alfred diperlakukan seperti itu oleh Samuel.

"Berani kamu dengan saya!" murka Samuel.

"Kenapa harus takut dengan iblis seperti Anda!" seru Arin membuat Alfred yang ada disana pun terkejut. Dia tidak menyangka ada yang berani melawan Tuannya itu. Tatapan Arin tak kalah tajam dari Samuel.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsession In Love   Bab 119 End

    Langit pagi itu mendung, seolah menyelimuti bumi dengan kesedihan yang tenang. Angin bertiup lembut, menyapu dedaunan yang jatuh di sepanjang jalan menuju pemakaman. Arin berdiri diam di depan dua nisan yang tertata rapi, dengan nama kedua orang tuanya terpahat di atas batu marmer putih. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman kecil yang penuh makna. Di sampingnya, Samuel berdiri memegang Noah yang tertidur dalam pelukannya. Bayi mungil itu tampak tenang, seolah memahami bahwa hari ini adalah momen penting bagi mamanya. Sementara itu, Fani berdiri beberapa langkah di belakang mereka, menjaga jarak, tapi tetap waspada seperti biasanya. Arin menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. “Akhirnya, aku kembali ke sini, Ayah, Ibu,” katanya pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya bergetar, tapi ia mencoba untuk tetap tegar. “Aku tahu... sudah terlalu lama aku tidak datang. Tapi sekarang, aku punya banyak hal yang ingin aku ceritakan.” Samuel

  • Obsession In Love   Bab 118

    Mila masuk ke apartemen bersama dengan Rocky, Rocky langsung berlutut untuk melepaskan heels yang Mila kenakan. “Aku bisa sendiri, Mas.”“Tapi selama ada aku, kamu tidak boleh melakukannya sendiri,” ucap Rocky yang menarik hidung Mila. “Bagaimana apa kamu lelah? Atau mual?“Tidak Mas, aku baik-baik saja. Gerah sekali, aku mau mandi dulu ya.”“Jangan mandi malam-malam,” larang Rocky.Dari dulu Rocky memang perhatian tapi setelah mengetahui jika Mila hamil dia semakin perhatian.“Gerah Mas.”“Nanti sakit Sayang, sudah ayo ganti baju lalu tidur,” tutur Rocky yang langsung menggendong Mila. Mila dengan refleks mengalungkan tangannya di leher Rocky. Mila akhirnya patuh dengan perkataan Rocky yang melarangnya untuk mandi. Dia hanya mengganti pakaiannya dengan baju tidur. “Loh Mas kok mandi?” protes Mila. “Gerah.”“Curang!”Rocky mencium pipi Mila dengan gemas, “Aku khawatir kamu sakit, Sayang. Kita tidur ya.”Rocky menuntun Mila naik ke atas tempat tidur, dengan lengan Rocky sebagai bant

  • Obsession In Love   Bab 117 Kelahiran dan Kematian

    Malam itu begitu tenang. Samuel duduk di samping Arin yang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, tetapi senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. Di pelukannya, seorang bayi mungil yang baru saja lahir beberapa jam lalu. "Noah," bisik Samuel, matanya menatap lembut ke wajah anak itu. "Aku ingin menamainya Noah. Untuk menghormati Ayahmu, Arin. Dia pasti bangga." Arin tersenyum meski lelah. Air mata hangat mengalir dari sudut matanya. "Noah... Nama yang indah.”Samuel membelai rambut Arin dengan penuh kasih. Di dalam hatinya, ia berjanji untuk menjaga dua orang yang paling ia cintai ini dengan segenap jiwa raganya. "Kamu tahu, aku tidak pernah seberharap ini sebelumnya," ujar Samuel, suaranya pelan tapi penuh emosi. "Melihat kamu dan Noah… rasanya seperti semua perjuangan selama ini terbayar." Arin mengangguk kecil. Tubuhnya masih lemah setelah proses persalinan yang cukup panjang. Tapi melihat bayi mereka yang sehat dan Samuel yang selalu ada di sisinya, ia meras

  • Obsession In Love   Bab 116

    Mentari pagi menyelinap dari celah-celah tirai jendela kamar tidur mewah milik Samuel dan Arin. Suara burung yang berkicau terdengar lembut, seolah menyambut hari baru yang penuh kebahagiaan. Arin membuka matanya perlahan. Dia menoleh, menemukan Samuel yang sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang digulung di bagian lengannya. Tatapan pria itu hangat, penuh cinta. “Pagi, istriku,” sapa Samuel sambil tersenyum. Arin tersenyum kecil, matanya masih setengah mengantuk. “Pagi, suamiku. Kenapa bangun pagi-pagi sekali? Biasanya kamu kan malas-malasan dulu.” Samuel tertawa kecil, lalu membelai rambut Arin dengan lembut. “Aku cuma ingin memastikan kamu istirahat dengan cukup. Lagipula, ada sesuatu yang spesial hari ini.” Arin mengerutkan kening, bingung. “Spesial? Apa? Hari ini bukan ulang tahun kita, kan?” Samuel mengangguk pelan, wajahnya penuh rahasia. “Nanti juga kamu tahu. Yang penting sekarang, kamu siap-siap, ya. Aku mau kita habiskan hari ini dengan santai, cu

  • Obsession In Love   Bab 115

    Pagi itu, Arin berdiri di depan gedung utama Venus Corporation. Bangunan megah itu terlihat kokoh, tapi di matanya, gedung itu seperti menyimpan luka lama. Perusahaan yang dulu milik kedua orang tuanya telah mengalami begitu banyak perubahan buruk di tangan Irawan. Namun sekarang, semuanya ada di tangannya. Arin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya. Ini adalah langkah besar, dan dia tidak boleh gagal.Di sampingnya, Samuel berdiri dengan tenang. Wajahnya seperti biasa, penuh ketegasan, tapi ada senyum kecil yang membuat Arin merasa lebih percaya diri.“Kamu yakin bisa handle semuanya?” tanya Samuel, memecah keheningan.Arin menoleh, tersenyum tipis. “Aku harus bis. Ini perusahaan orang tuaku, Mas. Aku tidak bisa biarin apa yang mereka bangun terbuang sia-sia.”Samuel mengangguk. “Kalau kamu butuh bantuan, Mas selalu ada. Mas tahu ini berat, tapi kamu tidak sendirian.”Mendengar itu, Arin merasa lebih lega. Ada kekuatan dalam kata-kata Samuel yang membuatnya yakin la

  • Obsession In Love   Bab 114

    Clara berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Gaun merah yang membalut tubuhnya terlihat sempurna, namun wajahnya menyimpan kelelahan yang sulit disembunyikan. Senyum tipis menghiasi bibirnya, meskipun hatinya penuh amarah. Samuel. Nama itu terus berputar di kepalanya. Dia ingat betul bagaimana pria itu menatapnya dingin beberapa hari yang lalu, menolak kehadirannya tanpa sedikit pun ragu.“Dia tidak bisa terus seperti ini,” gumam Clara pada dirinya sendiri, suaranya hampir seperti bisikan. Matanya menatap pantulan dirinya dengan tajam, seolah mencoba meyakinkan diri bahwa dia masih punya kendali. ---Di ruang tamu, Irawan berdiri dengan wajah merah padam. Di depannya, Bella berdiri dengan koper besar di tangannya. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana, tidak seperti biasanya. Wajahnya yang biasanya penuh senyum kini terlihat dingin dan penuh kebencian. “Kamu mau ke mana?” suara Irawan terdengar keras, hampir seperti teriakan. Bella menatapnya dengan tenang, tapi sorot

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status