Share

Oh...Jandaku tersayang.
Oh...Jandaku tersayang.
Author: TT.nuya

Duniaku yang runtuh

"Jika ini adalah mimpi, maka bangunkan aku tuhan...sungguh terlalu menyakitkan melihatnya menggandeng wanita lain, dengan senyuman yang terpasang indah."

Seorang wanita berdiri mematung di ujung jalan yang berlawanan, dengan 2 orang yang tengah terfokus untuk calon anggota baru dalam keluarga.

Wanita yang tak lain adalah Angeline Winata itu, kini seolah tertimpa langit yang telah menaunginya selama ini.

Meski langit dunianya yang memang tak lagi biru, setelah kabar ia peroleh dari sahabatnya beberapa hari yang lalu, tentang kecurangan sang suami.

Akan tetapi, ia masih berusaha mewarnai dunia kecilnya dengan kecerahan kata maaf.

Namun, ketika menyaksikan kisah dari suaminya bersama sosok wanita lain secara langsung, keduanya adalah hal yang benar-benar berbeda.

Pekatnya mendung langit sore itu, bukanlah suatu ketakutan lagi untuk rasa dingin akibat curah hujan.

Karena hatinya saat ini, jauh lebih dingin dari itu semuanya.

Kepercayaan yang tinggal seujung kuku, kini lebur menjadi debu, dan menghilang di terpa angin badai dalam hati serta pikiran, yang kini menggelegar hebat.

Angel masih diam di ujung jalan.

Ia masih terdiam dengan sorot mata membulat, serta memerah akibat menahan luapan amarah.

Dalam hitungan sepersekian detik, banyak kilasan kenangan yang melintas di benaknya.

"Selamanya aku akan menjagamu serta tak akan menyia-nyiakan perjuangan kita."

"Kita akan memiliki banyak anak, atau setidaknya 3 oke."

"Een...I love you..."

Bayangan sosok pria tercinta yang telah lama berpacaran selama 3 tahun, mengalir bergantian.

Suatu gambaran ingatan, tentang sosok sang suami yang telah 2 tahun ini hidup bersama, melalui hangat, dingin, gelap dan cerah berdua, juga ikut bergentayangan memenuhi pikiran Angel.

Sebuah kenangan yang dulu akan menyimpulkan senyum manis diantara keduanya, kini semakin mencengkeram kuat jantung serta hati wanita tersebut.

Angel ingin berteriak sekeras mungkin untuk memanggil namanya.

Ia ingin pria disana, menoleh melihat kepedihan di mata dan hatinya saat ini.

Sebuah kesedihan yang dulu pria tersebut jaga, agar menjauh dari dirinya, serta di upayakan untuk tidak mendekat kepadanya.

Angel juga ingin menariknya kembali dan membawanya pergi menjauh dari tubuh wanita itu.

Sehingga, hatinya tak akan terluka seperti saat ini.

Namun, setiap pemikiran itu kembali ia urungkan.

Bayangan janji yang di buat sang suami beberapa bulan lalu, kembali terngiang di telinganya yang tengah tak terfokus, dengan apapun di sekitarnya.

"Een....Maafkan aku, percayalah ini tak akan terulang lagi."

"Kejadian itu bukan sebuah kasih sayang, itu adalah kecelakaan yang buruk untuk kita."

"Dia bukan siapa-siapa, aku hanya mencintaimu."

"Kami telah saling menerima bahwa segalanya adalah sebuah inciden belaka, kau tak perlu pikirkan itu."

"Aku dan dia tak ada hubungan apapun."

Setiap perkataan di hari itu, membuat Angel semakin meruntuki diri sendiri dengan kebodohan.

"Hahahaha...hahaha."

Wanita itu kebingungan dengan sikap apa yang harus ia miliki saat ini, kebodohan untuk mempercayai kembali sosok suami yang ia cintai, seharusnya ia tertawakan.

Namun dengan pukulan yang di terima, air mata itu terus mengucur meski dengan bibir yang menggelakkan tawa keras.

Bahkan langit yang menghitam sejak tadi siang, tidak juga segara menurunkan hujan, untuk menutup air matanya yang mengalir.

Seolah di atas langit sana, ingin menyibak kepedihan ini di mata orang lain.

Namun, wanita itu tak peduli dengan siapapun yang mengetahui kepedihannya saat sekarang.

Ia hanya ingin sosok di depan sana saja, yang melihat kehancurannya.

Dalam hati ia masih ingin mempercayai, bahwa sang suami masih akan peduli dengan rasa sakit yang ia rasakan.

Akan tetapi, harapan tak selalu terpenuhi. Punggung itu bisu dan tuli, untuk sosok di balik punggung yang menatapnya dari kejauhan.

Punggung itu justru melindungi, serta memberikan kenyamanan yang seharusnya miliknya, untuk sosok di dalam pelukannya.

Bahkan, dari kejauhan ia masih melihat tangan sang suami menutup pucuk kepala wanita disana, agar tidak terantuk atas pintu, ketika membantunya masuk kedalam mobil.

Tindakan itu, perhatian serta senyum hangat tersebut seharusnya miliknya.

Lengkaplah sudah kesedihan Angel saat ini, ia merasa seolah langit dunianya runtuh tak bersisa.

Ia meraung dan menangis tanpa suara di sana, dan hanya lelehan deras air mata yang mengalir tak terbendung, untuk mengiringi hatinya yang teriris serta hancur.

"Tin...tin...tin..."

Suara klakson mobil dari arah belakang tubuhnya, menjerit keras memecah kesepian di jalan tersebut.

"Apa kau ingin mati Haah...!."

Bentak seseorang dari dalam mobil, setelah membuka kaca samping.

Angel menoleh kebelakang, melihat sosok yang kini tengah menatapnya tajam.

Entah mengapa ia merasa sosok disana, tengah memarahi serta mencemooh dirinya.

Angel juga berpikir, bahwa pria di dalam mobil itu tengah mengejek atas kesialan, serta keterpurukannya saat ini.

Sementara itu, sosok di dalam mobil, yang tidak memahami pemikiran wanita itu, menjadi lebih kesal di saat melihatnya diam tak bergeming.

"Dasar g*la, apa kau mau mati hah?." Ucapnya lagi, sembari membuka pintu mobil, dan hendak menghampiri sosok yang kini berdiri di tengah jalan, menghalangi laju mobil yang ia kendarai.

Mendapat perlakuan yang demikian, serta dengan kemarahan yang tak tersalurkan dalam hati, Angel melepas tas selempang dari pundak, dan melemperkannya tepat di kaca depan mobil, sembari berucap keras. "Ia...aku ingin mati, ayo cepat tabrak saja aku...tabrak."

Perkataan itu tak dapat di anggap sebagai sebuah jawaban. Bagi sosok yang baru saja turun dari mobil tersebut, tindakan itu adalah sebuah keanehan.

Pria disana tertegun sejenak, dan memperhatikan sosok wanita di hadapannya kini, dari atas hingga bawah.

"Pakaian rapi, bersih, memakai perhiasan meski tak mencolok, berjam tangan, memakai sepatu dan membawa tas, dia bukan orang gila.

Lalu kenapa sikapnya demikian?" Pikir pria itu dalam benaknya.

Pria yang tak lain adalah Handoko tersebut bergidik, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang kemudi, dan berbicara sedikit berbisik.

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"Sreeeet..."

Suara kaca mobil di turunkan.

"Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Handoko.

"Apa maksudmu?, ayo cepat jalankan mobil, jangan pedulikan dia." Jawab dari dalam mobil, dengan nada suara ketidak pedulian.

"Mungkin ini cara baru para wanita untuk menarik perhatian pria di tengah jalan." Sambungnya lagi tanpa menunggu jawaban Handoko, sembari acuh tak acuh untuk keberadaan Angel, ketika menutup kaca mobil di sampingnya.

Mendengar perkataan tersebut, Handoko mengerti bahwa sang pria yang ia panggil sebagai tuan itu, tak ingin berurusan dengan wanita di sana.

Dengan cepat ia kembali masuk kedalam mobil, membunyikan klakson beberapa kali, dengan harapan wanita di sana akan sedikit mundur, dan memberi mobil itu jalan untuk lewat.

Namun, tak terlihat bahwa ada perhatian untuk teriakan mobilnya yang keras dari sang wanita.

Sehingga Handoko memutuskan untuk sedikit mengambil jalan di tepi pembatas jalan yang masih berupa tanah tanpa aspal.

Meski mobil itu akhirnya dapat bergerak maju, namun dalam hati Handoko ada kemarahan untuk sosok disana.

"Dasar g*la, cari jembatan dan melompat saja, jangan merepotkan orang lain." Makinya, sebelum menutup kaca dan melajukan mobil.

Namun, belum jauh mobil itu berjalan, dari balik kaca spion Handoko melihat tubuh di belakang mobil tersebut, jatuh tersungkur tergeletak di aspal jalan.

Dengan reflek ia menginjak rem mobil yang ia kendarai.

Merasa mobilnya berhenti, pria di kursi belakang kembali berkata. "Ada apa lagi?."

"Tuan sepertinya wanita itu pingsan." Handoko.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status