Beranda / Romansa / Oh...Jandaku tersayang. / 1. Duniaku yang runtuh

Share

Oh...Jandaku tersayang.
Oh...Jandaku tersayang.
Penulis: TT.nuya

1. Duniaku yang runtuh

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-25 19:00:47

"Jika ini adalah mimpi, maka bangunkan aku tuhan.. terlalu menyakitkan melihatnya menggandeng wanita lain.

Seorang wanita berdiri mematung di ujung jalan menatap kedepan, pandangannya tertuju pada pria dan wanita yang tengah terfokus untuk calon anggota baru dalam keluarga.

Melihat perut sang wanita yang sedikit menyembul Wanita di ujung jalan yang tak lain adalah Angeline Winata itu, kini seolah tertimpa langit yang telah menaunginya selama ini.

Kepercayaan yang tinggal seujung kuku, kini lebur menjadi debu, dan menghilang di terpa angin badai dalam hati, yang kini menggelegar hebat.

Angel mematung diam di ujung jalan seperti raga yang tak lagi bernyawa, banyak kilasan kenangan melintas di benaknya.

"Selamanya aku akan menjagamu serta tak akan menyia-nyiakan perjuangan kita."

"Kita akan memiliki banyak anak, atau setidaknya 3 oke."

"Een...I love you..."

Bayangan sosok pria tercinta yang bersanding di atas pelaminan, serta sosok kekasih yang telah di kenalnya lebih dari 3 tahun berkelebat bergantian.

Suatu gambaran ingatan, tentang sosok sang suami yang telah 2 tahun ini hidup bersama, melalui hangat, dingin, gelap dan cerah berdua, juga ikut bergentayangan memenuhi pikiran Angel.

Dengan kenyataan di depannya saat ini, kenangan yang akan menyimpulkan senyum manis diantara keduanya dulu, semakin mencengkeram kuat jantung serta hati wanita tersebut.

Angel ingin berteriak sekeras mungkin untuk memanggil nama pria itu, menariknya kembali dan membawanya pergi menjauh dari tubuh wanita itu, sehingga hatinya tak akan terluka seperti saat ini.

Akan tetapi, ketika bayangan janji yang di buat sang suami beberapa bulan lalu, kembali terngiang di telinganya Angel diliputi amarah yang hebat.

"Een....Maafkan aku, percayalah ini tak akan terulang lagi."

"Kejadian itu bukan sebuah kasih sayang, itu adalah kecelakaan yang buruk untuk kita."

"Dia bukan siapa-siapa, aku hanya mencintaimu."

"Kami telah saling menerima bahwa segalanya adalah sebuah kecelakaan belaka, kau tak perlu pikirkan itu."

"Aku dan dia tak ada hubungan apapun."

"Hahahaha...hahaha." Angel tertawa mengingat kebodohannya mempercayai kembali serta memaafkan sang suami beberapa bulan lalu.

Wanita itu menangis, tertawa dan marah secara bersamaan.

'Pepatah berkata bahwa melunakkan hati untuk penghianat adalah merendahkan dan menyakiti diri sendiri.'

Jika sudah seperti ini siapa yang patut di salahkan?, Angel masih menatap sosok di sana dan tak bergeming dari tempatnya semula.

Hatinya merasakan sakit yang hebat, namun di sana juga masih mencari secercah harapan untuk sebuah kemungkinan, bahwa segalanya tidaklah nyata.

Angel mengerti bahwa harapan itu mustahil, karena kenyataan telah berada tepat di depannya.

Ia juga menyaksikan dengan cerat punggung itu bisu dan tuli, untuk sosok dirinya .

Dari tampilan belakang, tampak sang suami yang tengah melindungi, serta memberikan kenyamanan untuk sosok di dalam pelukan.

Bahkan setelah melepas pelukan, dari kejauhan Angel masih melihat tangan sang suami meletakkan telapak tangan di atas kepala wanita disana, agar tidak terantuk atas pintu, ketika membantunya masuk kedalam mobil.

Sejenak hati Angel seolah di remas sedemikian rupa, sakit...sesak, dan terasa sulit untuk menarik nafas.

Lengkaplah sudah kehancuran Angel saat ini, ia merasa seolah langit dunianya runtuh tak bersisa.

Ia ingin meraung dan menangis dengan keras di sana, menjambak dan mencakar wanita itu, bahkan ia juga tak ingin melewatkan mengajar sang sui hingga babak belur.

Namun, kaki itu seolah menancap ke bumi tak bisa di gerakan lagi.

Bibirnya kelu serta tenggorokannya juga terasa tercekik tak bisa bersuara.

Hingga beberapa saat berlalu dan suara klakson mobil dari arah belakang tubuhnya, menjerit keras memecah kesepian di jalan tersebut.

"Tin...tin...tin..."

"Apa kau ingin mati Haah...!."

Bentak seseorang dari dalam mobil, setelah membuka kaca samping.

Angel menoleh kebelakang setelah mendengar bentakan, dengan mata yang masih penuh bulir bening, secara sama ia melihat sosok yang kini tengah menatapnya tajam.

Angel tahu sosok di sana, tengah memarahi serta mencemooh dirinya.

Angel juga terbesit, bahwa pria di dalam mobil itu tengah mengejek atas kesialan, serta keterpurukannya saat ini.

Sementara sosok di dalam mobil, yang tidak memahami pemikiran wanita itu, menjadi lebih kesal di saat melihatnya diam tak bergeming.

"Dasar gila, apa kau mau mati hah?." Ucapnya lagi, sembari membuka pintu mobil, dan hendak menghampiri sosok yang kini berdiri di tengah jalan, menghalangi laju mobil yang ia kendarai.

Mendapat perlakuan yang demikian, serta dengan kemarahan yang tak tersalurkan dalam hati, Angel melepas tas selempang dari pundak, dan melemperkannya tepat di kaca depan mobil, sembari berucap keras. "Ia...aku ingin mati, ayo cepat tabrak saja aku...tabrak."

Pengendara mobil yang baru saja keluar tersebut terkejut dengan tanggapan Angel, ia tertegun sejenak, dan memperhatikan sosok wanita di hadapannya dari atas hingga bawah.

'Pakaian rapi, bersih, memakai perhiasan meski tak mencolok, berjam tangan, memakai sepatu dan membawa tas, dia bukan orang gila.

Lalu kenapa sikapnya demikian?" Pikir pria itu dalam benak.

Pria yang tak lain adalah Handoko tersebut bergidik, dengan langkah cepat mendekat kesamping mobil bagian belakang kemudi, dan mengetuk kaca ringan.

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"Sreeeet..."

Suara kaca mobil di turunkan.

"Ngga...Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Handoko.

"Apa maksudmu?, mengapa kau turun, masuk, kita tidak ada banyak waktu percuma, jangan pedulikan dia." Jawab dari dalam mobil, dengan nada suara ketidak pedulian.

"Mungkin ini cara baru para wanita untuk menarik perhatian pria di tengah jalan." Sambungnya lagi tanpa menunggu jawaban Handoko, bahkan tanpa melirik Angel yang diliputi amarah, sembari menutup kaca mobil di sampingnya.

Mendengar perkataan tersebut, Handoko mengerti bahwa sang pria yang ia panggil sebagai tuan itu, tak ingin berurusan dengan wanita di sana.

Dengan cepat ia kembali masuk kedalam mobil, membunyikan klakson beberapa kali, dengan harapan wanita di sana akan sedikit mundur, dan memberi mobil itu jalan untuk lewat.

Karena tak terlihat bahwa ada perhatian untuk teriakan mobilnya yang keras dari sang wanita, Handoko memutuskan untuk sedikit mengambil jalan di tepi pembatas jalan yang masih berupa tanah tanpa aspal, meski mobil itu akhirnya dapat bergerak maju, namun dalam hati Handoko ada kemarahan untuk sosok disana.

"Dasar gila, cari jembatan dan melompat saja, jangan merepotkan orang lain." Makinya, sebelum menutup kaca dan melajukan mobil.

Namun, belum jauh mobil itu berjalan, dari tampilan kaca spion Handoko melihat tubuh di belakang mobil tersebut, jatuh tersungkur tergeletak di aspal jalan.

Dengan reflek Handoko menginjak rem mobil yang dikendarai.

"Apa kau gila Han?."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status