Raisa mulai terusik saat matahari pagi mulai menyentuh wajahnya. Pun dia merasa sekujur tubuhnya terasa sakit, kepalanya juga terasa sangat berat. Dia menyentuh dahinya sambil memijatnya. Perlahan-lahan dia mulai membuka kedua matanya—mengedipkan kedua matanya beberapa kali, dia memperhatikan dirinya bukan berada di kamarnya. Lantas di mana ini?
Raisa menoleh ke samping, tidak ada siapa-siapa di sana kecuali dirinya dengan kondisi yang terlihat kacau. Seketika raut wajahnya berubah melihat banyak pakaian berserakan di lantai. Napasnya tercekat. Jantungnya berpacu tak karuan seakan ingin berhenti berdetak.
Kepala Raisa emakin memberat. Dia menurunkan pandangannya, melihat tubuhnya telanjang tanpa memakai sehelai benang pun—hanya selimut tebal yang membalut tubuh. Dia menelan salivanya susah payah menatap banyak tanda kemerahan di payudaranya.
Otak Raisa berusaha berpikir jernih. Namun, sayangnya dia benar-benar sangat kacau. Ingatannya teringat akan kejadian kemarin. Kejadian yang menghancurkan hatinya—di mana tunangannya berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri.
Emosi yang tak terkendali membuat Raisa memutuskan pergi ke kelab malam. Ya, semua kepingan memori teringat di dalam benanya. Perasaan merasa terkhianati telah membuatnya melarikan diri ke kelab malam.
Satu persatu kepingan memori sudah mengumpul menjadi satu. Raisa ingat di mana ada pria yang mengganggunya, dan ada seorang pria lain yang menolongnya agar pria yang mengganggunya itu pergi.
Tunggu! Tiba-tiba wajah Raisa semakin memucat mengingat dirinya berkenalan dengan seorang pria tampan asing di kelab malam. Napasnya kini semakin memberat, mengingat dirinya tadi malam berdansa bahkan berciuman dengan pria asing.
“Apa yang kau lakukan, Raisa!” Raisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya sendiri. Rasa gelisah, takut, panik, semuanya melebur menjadi satu.
Ini sudah gila. Raisa tak pernah menyangka dia akan melakukan one night stand dengan pria asing. Amarah dan emosinya tadi malam, membuatnya memang tak terkendali sampai berakhir tidur dengan pria yang tak dikenalinya.
Raisa mendesah kasar. Sungguh, dia tak menyangka akan sebodoh ini. Dia mengakui dirinya lemah alkohol. Itu yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih di kala alkohol sudah menguasainya.
Raisa kini mengacak-acak rambutnya. Dia bingung bagaimana harus bersikap. Jika saja ada jurang, maka sudah pasti dia lebih memilih untuk menyeburkan dirinya ke jurang. Mengakhiri hidup akibat kebodohannya mungkin itu adalah pilihan yang paling tepat.
Raisa menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Dia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Dia yakin pria asing yang menjadi partner one night stand-nya masih berada di dalam kamar mandi.
“Ini kesempatanku untuk pergi,” gumam Raisa pelan. Ide di dalam kepalanya adalah melarikan diri. Dia tak mau mengenal siapa pria yang menjadi partner one night stand. Hati dan pikirannya masih kacau, karena tunangannya berselingkuh. Dia tidak mau menambah masalah baru di kehidupannya.
Raisa hendak menyibak selimut, tapi tiba-tiba pintu kamar mandi sudah terbuka—sosok pria tampan dan gagah keluar dari kamar mandi—dengan handuk yang masih dililit di pinggang. Rambutnya basah dan badan kekar gagah masih basah terkena air membuat pria itu semakin seksi.
Tampak seketika mata Raisa melebar terkejut di kala melihat sosok pria di hadapannya itu. Sosok pria yang sudah lama sekali tak pernah dia lihat. Dia menggelengkan kepalanya, meyakinkan bahwa apa yang dia lihat salah. Namun tidak, yang dia lihat sama sekali tidak salah. Malah sanga jelas, dan nyata.
“R-Rylan?”
Tubuh Raisa membeku. Manik mata biru wanita itu melebar tak percaya dengan apa yang dia lihat ini. Sekujur tubuhnya seakan lumpuh, tidak mampu berkutik sama sekali. Napasnya tercekat membuatnya menjadi sesak luar biasa.
Raisa belum mampu berkata-kata. Otaknya seakan blank, tidak mampu berpikir jernih. Semua yang ada di dalam pikirannya menjadi buntu seperti dirinya berada di jalanan yang tak menemukan arah.
Setelah sekian tahun lamanya, nama yang seharusnya tak terucap ternyata sekarang kembali lolos di bibirnya. Jika sebelumnya hati Raisa tercabik di kala tahu adik kandungnya berselingkuh dengan tunangannya—kali ini hati Raisa seakan tertikam ribuan pisau yang menghantamnya.
Luka sekarang saja masih amat menyakitkan. Sekarang Raisa harus dibawa kenyataan luka lama yang amat membuatnya sakit luar biasa. Di belakang bola matanya sudah menahan keras air mata agar tidak tumpah.
“Kenapa kau bisa ada di sini?!” Raisa mulai mengeluarkan suaranya lagi.
Raisa masih tidak percaya dengan yang dilihatnya, tapi faktanya pria yang berdiri di dapan matanya saat ini memanglah Rylan Blackburn. Sosok pria dari masa lalunya kembali ada di hadapannya.
Rylan Blackburn adalah mantan kekasih Raisa yang tak pernah lagi Raisa tahu kabarnya. Bertahun-tahun lamanya, sekarang sosok pria di masa lalunya malah ada di hadapannya. Wanita itu seperti terkena hantaman bola api panas. Kedua mata Raisa sudah penuh dengan tatapan kebencian. Raisa tidak bisa menahan apa yang selama ini sudah dia pendam.
“Kau tidak ingat tentang tadi malam?” Rylan dengan santai menjawab pertanyaan Raisa, sambil memakai pakaian di depan wanita itu.
Wajah Raisa memucat panik. Pancaran mata wanita itu bingung dan takut. Semua yang ada di dalam otaknya seakan menjadi kosong. Tidak bisa berpikir jernih. Satu demi satu ingatan wanita itu mulai muncul tentang kejadian tadi malam.
Napas Raisa menjadi memberat tak karuan. Kedua telapak tangannya keringat dingin. Perasaan campur aduk menelusup ke dalam dirinya. Dia memejamkan mata merutuki kebodohannya. Dia tidak lupa bagaimana dirinya tadi malam bercumbu dengan Rylan. Bukan hanya bercumbu saja, tapi dia mengingat dirinya sudah melakukan having sex dengan mantan kekasihnya itu. Ini sudah gila! Raisa tak henti mengumpati kebodohannya.
Embusan napas Raisa memburu penuh amarah. “Berengsek! Beraninya kau!” geramnya kesal.
“Kau sendiri yang mengantarkan dirimu, Raisa.” Rylan dengan enteng mengucapkan hal tersebut, tanpa sama sekali memiliki beban. Seolah tindakan yang dia dan Raisa lakukan memang tidak sama sekali salah. Malah bisa dikatakan itu hal benar.
‘Shit! Raisa kau bodoh sekali!’ geram Raisa dalam hati, yang tak henti mengumpati dirinya sendiri.
Rylan tersenyum samar melihat Raisa yang seperti mengumpati kebodohannya. Hal tersebut begitu lucu di mata Rylan. Pria itu memutuskan untuk diam, dan tenang—menatap Raisa yang sejak tadi tampak marah.
“Kau pasti sengaja memanfaatkan aku yang sedang mabuk!” Ini kalimat yang kembali Raisa ucapkan. Wanita itu menuduh Rylan yang memanfaatkan kondisi dirinya yang mabuk. Jika saja dirinya tidak mabuk, mana mungkin dirinya melakukan hal segila itu. Tidur dengan mantan kekasihnya adalah hal tergila yang pernah Raisa lakukan.
Rylan menatap wanita cantik itu. “Untuk apa aku memanfaatkanmu? Apa perlu aku jelaskan satu persatu agar kau bisa mengingatnya?”
“Tidak! Ini jelas salahmu! Kau mengambil kesempatan untuk melakukan hal ini padaku.” Api amarah terlihat dengan jelas di wajah Raisa.
Rylan melangkah mendekat ke arah Raisa yang masih hanya terbalut oleh selimut tebal. Sudut bibir pria itu terangkat—melihat tubuh telanjang Raisa yang terbalut oleh selimut tebal itu. Sudah lama sekali dia tak melihat pemandangan indah di depannya ini.
“Kau pikir aku akan menyentuhmu, jika kau tidak memulainya lebih dulu? Kau yang memaksaku untuk melakukan ini semua.” Rylan membelai pipi Raisa, tapi dengan cepat Raisa menepis kasar tangan Rylan.
“Kau bisa menolak, Berengsek! Aku mabuk! Otakku tidak berfungsi dengan baik!” bentak Raisa cukup keras.
Rylan menegakkan badannya. “Aku sudah berusaha menolak, tapi kau tetap memaksa. Raisa Marin, aku adalah pria normal. Tidak mungkin aku terus menolak, jika ada wanita yang menawarkan diri berada di ranjang yang sama denganku. Ditambah wanita itu adalah dirimu. Sudah lama, aku tidak menyentuhmu, Raisa.”
Raut wajah Raisa memerah penuh amarah. Dia ingin berteriak sekeras mungkin, tetapi dirinya tak bisa sepenuhnya menyalahkan Rylan. Semua bermula dirinya yang bodoh sampai lepas kendali. Kejadian yang menyakitkan membuat Raisa sampai gila memutuskan menghabiskan malam di kelab malam, dan minum sampai mabuk berat.
Tujuan Raisa pergi ke kelab malam adalah untuk menenangkan pikiran, bukan untuk menambah masalah. Hidupnya saja sudah penuh dengan masalah, sekarang harus ditambah masalah baru.
“Kau memang berengsek, Rylan!” Raisa turun dari ranjang tidurnya, lalu dia melihat gaunnya yang sudah robek. Wanita itu menatap Rylan dengan tatapan tajamnya, sorot mata permusuhan terlihat di sana.
Rylan hanya memperhatikan apa yang dilakukan Raisa sejak tadi, mau wanita itu berteriak sekeras apa pun, pria yang memiliki paras rupawan itu masih terlihat tenang, dingin, seakan tak melakukan kesalahan.
“Bajingan kau, Rylan!” Makian tak henti lolos di bibir Raisa pada pria berengsek di hadapannya.
Rylan yang mendengarnya hanya terkekeh, lalu pria itu memberikan kode dengan menggunakan dagunya jika di atas sofa ada sebuah paper bag yang memang sengaja dia pesan oleh anak buahnya saat Raisa tidur tadi malam.
“Aku sudah meminta anak buahku membelikan pakaian untukmu. Pakailah,” ucap Rylan tanpa dosa.
Raisa melihat ke mana arah pandang Rylan. Dia melihat paper bag berwarna abu-abu tua—lalu berjalan dengan cepat dan meraih paper bag tersebut. Dia berlari menuju kamar mandi sambil membanting pintu kamar mandinya dengan keras. Tampak senyuman di wajah Rylan terlukis mendengar suara keras yang timbul dari bantingan pintu kamar mandi yang ditutup oleh Raisa tadi.
“What? Jadi, Rylan berhasil melumpuhkan dua orang penjahat? Astaga, aku tidak menyangka dia tetap masih hebat dan keren!”Komentar Winona begitu kagum pada sosok Rylan. Dia baru saja diberi tahu oleh Raisa tentang kejadian penyerangan waktu itu. Meski awalnya Winona panik, tetapi Raisa menjelaskan dengan jelas bahwa Rylan mampu melawan bahkan melumpuhkan dua penjahat sekaligus.Ya, pagi itu Raisa sedang menikmati secangkir susu cokelat hangat, dan Winona ternyata datang ke apartemennya. Well, dia masih sama masih menjadi pengangguran. Dia masih tahu apa yang harus dia lakukan. Namun, tetap meski demikian dia mencoba untuk tetap menikmati kehidupan ini.“Jujur, aku ingin sekali tahu siapa penjahat yang ingin mencelakai Rylan,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang.Winona menatap Raisa saksama. “Apa kau mencemaskan keadaan Rylan? Maksudku, kau takut Rylan dalam bahaya?” tanyanya meledek.Raisa yang menyadari pertanyaan Winona langsung menggelengkan kepalanya tegas. “Tentu saja aku t
Botol wine telah pecah dan berserakan di lantai. Aroma anggur mahal begitu kental di ruangan itu. Tampak Omari, asisten pribadi Garry nyari menjadi korban kemarahan Garry Lawson. Dia berdiri di dekat botol wine yang telah pecah akibat tuannya melempar botol wine—dan mengenai dinding. Bisa dikatakan nyaris mengenai dirinya.“Kenapa orang bayaran kita idiot sekali!? Bisa-bisanya kalah hanya melawa satu orang saja!” bentak Garry, dengan sorot mata tajam, dan napas memburu menunjukkan kemarahan yang berkobar di dalam diri.Omari menundukkan kepalanya, di kala mendapatkan amarah besar dari tuannya itu. “Tuan, maaf saya tidak tahu kalau ternyata Rylan Blackburn cukup hebat dalam bela diri. Jika saya tahu dari awal, saya pasti akan menyiapkan pembunuh bayaran lebih banyak lagi untuk melumpuhkannya.”“Aku tidak mau mendengar ucapan maafmu! Yang aku mau tahu adalah hasil dari rencana yang tersusun sempurna, Bodoh!” bentak Garry lagi.Omari tetap menundukkan kepala. “Tuan, dua pembunuh bayaran
Aroma anyir darah semerbak tercium. Penjahat yang menyerang Rylan tewas di tempat. Raisa yang melihat penjahat itu tewas di tempat, dia langsung dilingkupi ketakutan. Bahkan kakinya seakan seperti jelly yang tak bisa berdiri tegak. Tepat di kala Raisa nyaris pingsan—Rylan dengan sigap merengkuh bahu wanita itu. “R-Rylan—” Lidah Raisa mendadak kelu. Tenggorokannya tercekat melihat para penjahat yang menyerang Rylan telah merenggang nyawa. Hal yang paling mengejutkan adalah di kala satu orang penjahat tersisa, tapi ada tembakan dari jarak jauh—membuat penjahat yang tersisa itu juga merenggang nyawa.Rylan tak berkata apa pun. Pria tampan itu trus memeluk tubuh Raisa, seraya mengendarkan pandangan ke sekitar. Penembak jarak jauh sudah pergi, dan dia tak bisa mengejar. Alasan kuat dia memilih tak mengejar adalah agar Raisa tidak berada dalam bahaya.Rylan berada di tempat itu, diserang ketika bersama dengan Raisa. Dia ingin bertindak lebih, tetapi fokus utamanya adalah membuat Raisa aman
Raut wajah Raisa berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Rylan. Lidahnya tak tahan untuk menyela, tetapi semua itu seakan tertahan di tengorokannya—tak mampu mengeluarkan kata sedikit pun. Dia memilih untuk membuang muka, dan tak mau lagi menatap Rylan.Rylan tersenyum, melihat Raisa membuang pandangan padanya. Dia selalu gemas akan sifat Raisa. Dia memutuskan untuk tak lagi menggoda wanita itu. Dia menikmati makanan terhidang sembari menatap wanita itu yang tampak memasang wajah ketus.Tak selang lama, tepatnya ketika makanan sudah habis disantap, Rylan membayar bill makanan. Lantas, tanpa permisi, dia menggenggam tangan Raisa, membawa wanita itu masuk ke dalam mobilnya.Raisa memasang wajah dingin, di kala tangan Rylan menggenggam tangannya. Dia bermaksud untuk melepaskan genggaman tangan pria itu, tetapi entah dia tak mengerti kenapa hatinya seakan tak ingin genggaman itu terlepas.Raisa bagaikan hewan yang patuh di kala tangan Rylan terus memberikan genggaman erat. Dia mengumpat
Pagi menyapa, Raisa bersantai di apartemen seraya menonton salah satu film action. Wanita cantik itu sudah bangun sejak awal, akibat pikiran yang sedang kacau. Perkataan Jenny, adiknya yang sialan itu berputar di pikirannya. Sialnya, dia belum mendapatakan petunjuk tentang bukti perselingkuhan Garry dan Jenny.Raisa menyesal saat memergoki Garry dan Jenny berhubungan intim, dia tak mengambil gambar. Ah, betapa bodohnya dia. Pun dia tak pernah tahu adiknya akan balik menyerang dirinya. Dia terlalu bodoh, berpikir adiknya pasti akan merasa tersudut. Ternyata di sini keadaan bisa diputar.Suara bell berbunyi. Raisa berdecak kesal. Wanita itu berharap yang datang bukan adiknya. Oh, God, jika adiknya yang datang, rasanya dia ingin menusuk belati ke jantung adiknya yang sialan itu. Andai saja membunuh tidak dihukum penjara, maka dia pasti akan membunuh adiknya yang berhati iblis.“Semoga bukan kau yang datang, Jalang!” gumam Raisa kesal, sambil berdoa bukan adiknya yang datang. Dia lelah ji
“Apa rencanamu, Raisa?” Winona, sahabat baik Raisa, mendatangi Raisa lagi ke apartemen. Wanita itu dilanda keterkejutan akan fakta di mana Raisa one night stand dengan Rylan Blackburn. Pun dia bermaksud ingin selalu di samping sahabatnya itu dalam kondisi rumit seperti sekarang ini.“Aku ingin sekali meninggalkan kota ini,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang, dan memejamkan mata lelah. Dia merasa lelah, dengan segala masalah yang ada dalam dirinya.Kening Winona mengerut dalam. “Kau ingin ke mana? Keluargamu tinggal di sini, Raisa,” ujarnya dengan nada bingung.“Pilihanku jatuh pada New York. Aku ingin segera meninggalkan Chicago, dan menetap tinggal di New York.”“Kau yakin?”“Ya, sangat yakin.”“Oke, katakan padaku, apa yang akan kau lakukan di New York?”“Mungkin aku akan membuka usaha sendiri. Aku masih memiliki tabungan. Aku bisa bertahan hidup dari tabunganku.”Winona berdecak kesal. “Come on, ayahmu bahkan memiliki perusahaan cukup besar. Kenapa kau harus bersusah payah s