Share

Chapter 7

Author: Black Eagle
last update Last Updated: 2025-05-09 09:21:12

"Sangat malang, sungguh, kemarin Tom dan sekarang Amanda."

Ayah menggelengkan kepalanya sembari menyantap makanan yang tersaji di atas meja.

"Aku bahkan tidak bisa menikmati makanan ku sendiri. Kepalaku terus kepikiran dengan mereka."

Ayah mendorong piringnya ke tengah meja dan bersandar di sandaran kursi.

Aku diam saja, dan dia menoleh padaku, menatap ku lekat-lekat dan berkata, "Apa kau ada di sana? Saat Tom mendapatkan kabarnya?"

"Hmm?" Ku tolehkan pandangan ku, dan mengangguk, "Iya, aku ada di ruangan Om Tom, kami sedang ...." Hampir aku mengeluarkan ucapan itu 'berciuman.' Sambil menyentuh bibir ku. Tapi syukurlah aku tidak mengatakan apa pun.

"Pasti sangat mengejutkan untuk Tom." Dia berkali-kali menggeleng, menghela nafas panjang lalu menatap ku lagi dengan prihatin. "Apa aku punya kampus besok?"

"Tidak." Aku menggeleng.

"Baguslah kalau begitu, kita akan ke rumah sakit menjenguk Amanda." Dia mendorong kursinya dan rasanya aku tidak memiliki tenaga yang cukup kuat untuk berdiri.

"Aku tidak bisa."

"Apa?"

Bola matanya seolah akan keluar dari kelopaknya.

"Ayah aku sudah mengalami hari yang berat, aku ingin istirahat atau tidur sampai tiga hari di rumah." Nada suara ku mengecil dan pelan, ayah kembali menarik kursinya dan menampilkan wajah rumit di hadapan ku.

"Apa maksudmu Lisa? Tom adalah sahabat ayah, dan putrinya adalah sahabat mu, mereka sekarang berada dalam kondisi yang sangat buruk." Dia menghela nafas, menggelengkan kepalanya lagi dan lagi, "Istri Tom sedang berada di rumah sakit, kecelakaan, dia kritis dan kau ... Hmm, tidak ada penolakan, kita harus ke rumah sakit besok!"

Andai saja dia tahu bahwa sebelum telpon Om Tom berdering aku dan Om Tom berciuman di ruangannya. Aku jelas-jelas berada dalam kondisi yang sulit.

Pikiran ku telah bekerja terlalu lama hari ini, perasaan ku juga sedang tidak karuang, jadi setelah berdebat singkat dengan ayah ku sendiri, aku memilih untuk masuk ke dalam kamar dan berbaring berharap bahwa besok aku lenyap.

Tetapi nyatanya aku tetap terbangun dan merasakan pagi yang membosankan. Aku sangat prihatin dengan Tante Amanda, bahkan sangat cemas, tapi kepala ku tidak berhenti memikirkan bagaimana Om Tom tiba-tiba mengecup bibir ku kemarin. Bagaimana caraku melupakannya? Apalagi hari ini ayah ingin aku bertemu dengan mereka.

Tok

Tok

Tok ....

"Lisa, Ayah tunggu di mobil."

Menyebalkan, aku bahkan belum siap dengan diriku sendiri. Nafasku masih berat, tetapi aku lanjut berdiri, menyisir rambut ku, dan menatap cermin yang memperlihatkan betapa kusut diriku.

"Baiklah, tenang Lisa. Semuanya baik-baik saja, dan anggap tidak ada yang terjadi kemarin." Aku tersenyum, mencoba meyakinkan diriku tapi, "Tetap saja, tidak bisa."

Aku raih tas kecilku, keluar dari kamar dan berlari kecil menuruni anak tangga. Aku bahkan tidak peduli apakah rumah terkunci atau tidak saat aku menutup pintu dan masuk ke mobil ayah.

Tidak lama setelahnya, kami melaju ke jalan raya dan mobil ayah berhenti di basement tempat parkir rumah sakit.

Ayah tidak lupa membeli bingkisan, buah, bunga, coklat, bahkan aksesoris rumah seperti cangkir antik, astaga dia betul-betul menonjol dalam memperlihatkan kepeduliannya.

Sementara aku, tanganku hanya menggema tas kecil dan ponsel, langkah ku pelan di belakang ayah dan akhirnya kami tiba di hadapan ruang rawat Tante Amanda.

"Tom."

"Martin."

Aku terhentak, Om Tom tampak betul-betul berantakan, rambutnya bergelantungan di wajah, dan matanya memerah, bahkan sembab. Dia jatuh ke dalam pelukan ayah.

Dan aku menatapnya pelan-pelan, dan terhentak saat Annie langsung datang ke arah ku memelukku dan menangis.

"Aku ... Lisa, aku tidak tahu harus apa sekarang." Dia terisak, wajahnya jatuh ke bahuku, dan aku hanya membalas pelukannya. "Aku tidak tahu harus bagaimana jika terjadi sesuatu pada Ibu."

"Tidak akan ada sesuatu yang buruk terjadi, Annie. Tante Amanda pasti bakal baik-baik saja."

Aku mengelus punggungnya tetapi air matanya tetap deras, aku menuntunnya ke kursi tunggu dan duduk di sana. Mataku menatap Lucas yang tidak memiliki seseorang untuk dipeluk, dia hanya duduk di sudut, wajahnya pucat dan hanya bisa diam bersandar di dinding, berharap bahwa ibunya akan baik-baik saja.

Annie menyandarkan kepalanya di bahuku, aku mencoba menenangkannya, tetapi jantungku, oh tidak terjadi lagi, jantungku berdetak kencang dan nafasku mulai tak karungan saat Tom memilih duduk di sampingku.

Aku mencoba untuk tidak menoleh ke arahnya, tidak menatapnya sama sekali, dan fokus pada Annie yang membutuhkan sandaran.

Ayah yang duduk di samping Tom terus bicara dan mencoba untuk memberikan penghiburan sampai-sampai aku sendiri merasa ayah bukannya memberi penghiburan dia malah terdengar berlebihan, aku tidak tahu apakah Om Tom akan merasa terhibur atau hanya merasa kesal.

"Kita hanya perlu berpikir positif sekarang, Tom. Yakinlah bahwa semuanya akan baik-baik saja." Ayah yang sekali lagi mengulangi maksudnya dengan kata yang berbeda..

"Aku ... Aku tidak tahu bagaimana jika aku kehilangan Amanda."

Kepala Om Tom bersandar di tembok, kedua tangannya terlentang di atas kursi panjang. Dan tanganku jatuh di tempat yang sama di mana tangan Om Tom berada.

Masih ada jarak antara kelingking ku dan miliknya, hingga aku merasakan kelingking miliknya mengelus lembut punggung tanganku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 39

    Tom dapat merasakan hujan yang sudah mereda, hanya tetesan-tetesan kecil yang jatuh ke atas genteng rumah Martin. Dan karena itulah dia bangun setelah meringkuk di dalam selimut karena rasa dingin yang menembus masuk ke celah kamar. Detakan jarum jam dinding juga terdengar begitu jelas sehingga dia terbangun begitu pagi. Ya setidaknya dia berpikir bahwa dia gantung begitu pagi. Jam lima pagi, atau nyaris jam enam pagi. Dia menguap beberpaa kali, dan selimutnya dia kibaskan ke samping, dia memijat kakinya yang pincang dengan tatapan kantuk yang bahkan tak memberikan reaksi apa pun. Segera Tom turun dari ranjang dan menyadari bahwa kamar itu tidak punya kamar mandi. Dia memijat keningnya, dan tertawa kecil, “Apa aku harus ke kamar mandi Lisa untuk pipis?” Dia berpikir sejenak, “Atau ke kamar mandi Martin? Yang mana yangvkenuh dekat ya, atau aku dari alasan saja supaya ke kamar mandi Lisa?” Dia bergumam dan mondar mandir di sana dengan jalan pincang tanpa tongkat. Dia tidak berpikir

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 38

    Aku tidak tahu bagaimana perasaan ku, tapi saat ini aku sudah membersihkan kamar tamu yang akan digunakan oleh Om Tom. Sudah sangat bersih, dan dalam kepalaku, aku betul-betul penuh rasa bersalah. Aku yang memulai semua ini, aku yang pertama kali mencium Om Tom, aku yang memberikan harapan untuknya, dan dja larut dalam harapan itu. Aku bahkan tidak tahu apakah dia betul-betul memahami perasaan ku atau dia hanya ingin mendapatkan sesuatu dari ku. Walaupun demikian, aku merasa kasihan padanya. Kepalaku terus memikirkan dia seoanjang aku berada di kamar tamu ini, mengganti seprai dan membersihkan ruangan yang berdebu untuk Om Tom. Yang akhirnya sekarang sudah sangat bersih, tidak ada lagi debu, kuganti sepreinya dengan yang baru dan aku berdiri di belakang pintu, pelan-pelan kutarik gagang pintu dan keluar dari sana buru-buru, aku melihat ayah dan Om Tom sedang berbincang dan aku hanya berkata, “Sudah siap Om. Om udah bisa istirahat,” kataku lalu pergi dengan dia berterima kasih padak

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 37

    Tidak ada pilihan lain selain Tom yang harus keluar dari sana dan Lisa akan membersihkan kamar tamu yang terlihat begitu berdebu. Dia kini berdiri di lorong kamar, tegak, melamun, memandang dinding pintu, dan penasaran apa yang akan terjadi jika di memberitahu Martin. Kepalanya berkecamuk walau wajahnya tampak tenang, nafasnya pelan, dan suasana dingin mencekam. Angin semakin kencang serta hujan semakin deras membuatnya merasa kedinginan dengan penolakan Lisa yang membuat Tom lebih tercekik. “Tom?” Dialihkanlah pandangan Tom ke arah Martin yang tiba-tiba muncul, tangannya masihembab dan basah menandakan bahwa dia sudah selesai mencuci piring. “Martin.” “Kenapa di luar?” “Lisa ada di dalam, dia membersihkan kamar.” Dia tersenyum, “Tidak mungkin kan kalau aku berada di dalam berduaan dengan putrimu.” Martin tertawa kecil, dia mendekat ke arah Tom lalu berkata juga, “Memangnya apa yang bisa kalian lakukan jika berduaan? Lisa pasti akan sangat canggung dan malu-malu, dan aku pikir

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 36

    “Ah, apa kau sudah mencuci semua piring, Lisa?” Martin yang tiba-tiba berdiri dan membuat Tom kembali menarik tangannya sendiri dari Lisa. “Hmm belum, Ayah.” Lisa tampak gugup. “Aku akan lanjutkan saja cuci piringnya.” Dia hendak pergi tetapi Martin menahannya, “Tidak, Ayah saja. Kau temani saja Om Tom ke kamar tamu, bersihkan tempat tidurnya.” “Aku?” Lisa menoleh pada Tom sementara Tom menginginkan momen ini. “Ayah tidak terbiasa membersihkan tempat tidur, Lisa, kau ingin tamu kita tidur di tempat yang berdebu?” Sementara ayah dan anak itu berdebat, Tom tampak menikmatinya dengan senyum tipis, lalu Lisa, mau tidak mau harus melakukannya. “Baiklah.” Yang akhirnya membuat gadis itu meninggalkan ruang tamu sementara Tom mengikut di belakang gadis itu. Martin sendiri menuju dapur membersihkan sisa-sisa piring kotor yang ada di wastafel. “Apa kamarnya cukup berdebu, Lisa?” Tom berjalan pincang di belakang Lisa yang mengencangkan ritme langkahnya. “Jika sangat berdebu, kenapa aku t

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 36

    “Ah, apa kau sudah mencuci semua piring, Lisa?” Martin yang tiba-tiba berdiri dan membuat Tom kembali menarik tangannya sendiri dari Lisa. “Hmm belum, Ayah.” Lisa tampak gugup. “Aku akan lanjutkan saja cuci piringnya.” Dia hendak pergi tetapi Martin menahannya, “Tidak, Ayah saja. Kau temani saja Om Tom ke kamar tamu, bersihkan tempat tidurnya.” “Aku?” Lisa menoleh pada Tom sementara Tom menginginkan momen ini. “Ayah tidak terbiasa membersihkan tempat tidur, Lisa, kau ingin tamu kita tidur di tempat yang berdebu?” Sementara ayah dan anak itu berdebat, Tom tampak menikmatinya dengan senyum tipis, lalu Lisa, mau tidak mau harus melakukannya. “Baiklah.” Yang akhirnya membuat gadis itu meninggalkan ruang tamu sementara Tom mengikut di belakang gadis itu. Martin sendiri menuju dapur membersihkan sisa-sisa piring kotor yang ada di wastafel. “Apa kamarnya cukup berdebu, Lisa?” Tom berjalan pincang di belakang Lisa yang mengencangkan ritme langkahnya. “Jika sangat berdebu, kenapa aku t

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 35

    Makan malam di rumah Tuan Braun yang saat ini bertambah satu anggota meja makan, Thomas Archer yang duduk di antara ayah dan putrinya, Martin dan juga Lisa. “Sudah sekian lama aku tidak ikut makan malam bersama mu, Mart.” Tom yang sekarang terlihat menikmati makan malamnya. “Kau yang memasak semua ini? Luar biasa.” Tom menyanjung dan Martin tersanjung. Sementara Lisa, dia berkespresi datar dan tak mengatakan apa pun di meja makan. “Sebenarnya kami menyewa seorang pembantu, hanya saja dia sakit-sakitan dan aku tidak sempat untuk mencari pembantu baru, jadi ya, aku harus memasak sendiri, kadang Lisa juga membantu,” jelasnya sembari tertawa kecil dengan pipi merona. “Benarkah Lisa?” Tom mengangkat pandangannya pada Lisa, berniat menggoda gadis itu tetapi Lisa hanya membalas dengan tatapan tajam. “Aku pikir Om tahu kalau aku sering masak di rumah. Kenapa harus bertanya?” Ucapan Lisa, dengan nada suara sinis membuat Martin menyipit heran pada putrinya. Dia bertanya-tanya kenapa akhir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status