Share

6. Nasib Alyssa

Assa menarik nafas, lalu menghembuskan perlahan berusaha untuk tenang menghadapi kaburnya Alyssa. Pria itu benar-benar tak habis pikir dengan Alyssa. “Dia belum jauh, Argo perintahkan semuanya untuk mencari Alyssa. Bagi menjadi dua tim, gunakan juga anjing pelacak.”

“Baik Tuan Muda!” Argo bergegas melaksanakan perintah Assa. Dia keluar dari mansion dan menghampiri para penjaga.

Mereka langsung rapi berdiri tegak siap menerima perintah dari Argo. “Kita bagi menjadi dua tim. Cari Alyssa di hutan dan juga perkebunan, bawa beberapa anjing pelacak. Pastikan Alyssa ditemukan sebelum malam.”

“Siap!”

Karena begitu sudah terlatih mereka langsung bisa membagi tim, menyebar sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sementara Assa tengah duduk di ruang tamu sambil mengganti sepatunya. Argo geleng kepala melihat tingkah tuannya itu.

“Di luar mereka sedang tergesa mencari Alyssa, tapi Anda masih santai begini?”

Assa berdiri, melepas jasnya. “Kamu pikir akan nyaman masuk ke hutan dengan sepatu kerja. Mencari Alyssa memang utama, tapi juga saya harus memastikan keadaan diri saya aman.”

“Apa tidak sekalian saja Anda menggunakan pakaian safari, Tuan?”

“Saran yang bagus, tapi saya tidak suka pakaian safari,” timpal Assa lalu melangkah keluar. Argo mengikutinya. “Saya jamin sepatu mahal kamu itu akan rusak begitu masuk hutan.”

“Bukankah ini seharusnya darurat? Kenapa Anda masih santai, Tuan? Anjing pelacak sudah melolong di dalam hutan.”

Assa tersenyum kecil berjalan menuju ke hutan. “Saya sudah sangat tahu daerah kekuasaan saya sendiri, Argo. Bahkan kamu tahu saya tidak pernah tersesat di hutan itu.”

Kaki Assa berhenti melangkah, dia melihat ke langit yang sudah hampir gelap. Lalu mengatur waktu berapa lama dia harus menemukan Alyssa, setelah pengatur waktu selesai Assa kembali melangkah. Ada jalan setapak di hutan yang biasa dilewatinya. Jika di susuri jalan itu akan membawanya ke sebuah sungai, tapi jelas Assa yakin Alyssa tidak mengarah ke sana.

Lagi-lagi Assa berhenti melangkah, Argo yang di belakangnya juga ikut berhenti. “Apa ada sesuatu?” tanya Argo.

Sebab Assa belum terlalu dalam masuk ke hutan dia masih bisa melihat mansion-nya, lalu ke arah kanan ada jalan raya yang sering dilaluinya. “Saya akan menyusuri tepi hutan, kamu bergabunglah dengan yang lain.”

“Apa Anda tidak akan butuh bantuan saya?”

“Jangan meragukan saya, Argo.”

“Baiklah Tuan Muda kalau begitu selamat berjalan-jalan,” timpal Argo lantas segera saja dia meninggalkan Assa seorang diri.

Assa berjalan menyusuri tepi hutan. Pepohonan yang menjulang tinggi tumbuh dengan rapat. Jika tidak ada jalan raya di sisi hutan mungkin sekarang sudah benar-benar gelap. Assa memasang lampu-lampu jalan di sisi kiri dan kanan, sebagian cahaya menerangi hutan.

Terasa sangat lembab dan dingin. Juga posisi tanah di hutan yang tidak rata membuat Assa harus melangkah berhati-hati. Daun-daun yang diinjak kakinya berisik berbunyi, Assa suka dengan sensasinya. Langkah Assa kembali berhenti ketika melihat tetes darah pada daun-daun yang diinjaknya.

“Alyssa terluka?” tanyanya pada diri sendiri. Mengikuti jejak yang ditinggalkan Assa semakin cepat melangkah. Bagaimanapun dia khawatir akan kondisi Alyssa.

“Tuan Muda di sini ada sebuah kain penuh dengan darah!” seru salah satu pengawal yang melakukan pencarian.

Assa bergegas menghampiri. Pengawal itu menunjukkan robekan kain yang berlumur darah, terlihat sekali itu masih sangat baru. “Cari lebih jeli lagi, dia tidak akan mungkin jauh.”

Mereka kembali bergerak menyisir hutan. Tiga anjing pelacak yang dikerahkan melaju lebih dahulu. Langit sudah menggelap, senter-senter yang dibawa penjaga dinyalakan menerangi langkah mereka. Assa meminta satu pada pengawalnya agar dia bisa berjalan lebih mudah di antara kegelapan yang menyelimuti.

***

Jauh di dalam hutan Alyssa mulai kehilangan arah. Langkahnya kian tak pasti tanpa arah. Nafasnya sudah memburu, tenaganya kian menipis. Jalannya tanpa panduan, gelap membuat langkahnya diraba-raba. Kakinya terasa sakit akibat jatuh dan ujung ranting sebuah pohon menyobek betisnya.

Ujung roknya disobek untuk membalut lukanya. Alyssa mulai bingung, dia duduk pada baru besar. Tak ada air untuk diminum. Tidak ada juga cahaya sebagai pelita. Suara lolongan Anjing membuat Alyssa ketakutan. Seumur hidupnya baru kali ini menerobos hutan dalam pekat malam.

“Seharusnya aku tetap melangkah di sisi hutan. Jika sudah begini, aku harus bagaimana? Ya Tuhan tolong selamatkan aku,” ucapnya memohon.

Suara-suara lolongan Anjing kian terasa mendekat, bersamaan dengan cahaya dari senter yang menyoroti. Alyssa kembali bergerak dengan sedikit merunduk agar cahaya senter yang mengarah padanya tidak mengenai dirinya. Dari batu besar itu, Alyssa bersembunyi di antara pohon dan semak-semak.

Tiga Anjing pelacak itu berhenti di sekitar Alyssa. Lampu senter sangat terang di sekitar. Alyssa bahkan bisa melihat Assa dari tempat persembunyiannya. Dia menutup mulutnya sendiri hanya agar suara nafasnya tidak terdengar tapi, soalnya satu Anjing mengendus aroma Alyssa sambil melompat ke arah semak.

“Arrrgh!” Alyssa menjerit tatkala Anjing itu mengenai dirinya.

Satu pengawal mendekat, menarik tali kekang Anjingnya. Assa berdiri melihat pada Alyssa yang duduk di tanah dengan penampilan yang sangat kacau. “Masih mau bersembunyi?”

Alyssa menggeleng. Dia cukup takut dengan situasi sekarang, ketika Assa meraih tubuhnya dalam gendongan Alyssa memberontak. “Lepaskan aku! Aku mau pulang!”

“Iya, saya juga akan membawamu pulang,”

“Pulang ke rumahku, bukan rumahmu,” balas Alyssa, lalu memukuli dada Assa habis-habisan. “Tolong biarkan aku pulang.”

Assa tak mengindahkan ucapan Alyssa. Tetap berjalan dengan bantuan penerangan dari para pengawalnya yang membawa senter. Argo menggeleng tak percaya bahwa tuannya itu akan sepeduli itu dengan seorang gadis. Sejauh yang Argo ingat Assa selalu menghindari para gadis yang mendekati.

Suara Alyssa kian terdengar lirih, Assa melihat pada gadis dalam gendongan tangannya. “Pingsan?” Assa menoleh pada Argo yang berada di sisi kiri, sedikit ke belakang. “Hubungi dokter.”

“Baik, Tuan,” Argo merogoh ponselnya, meski di tengah hutan sinyal ponsel cukup baik. Dibantu penerangan dari senter Argo menghubungi dokter pribadi keluarga Welsh.

Mereka terus berjalan beberapa meter untuk bisa keluar dari hutan. Di dekat pintu samping Helga, Bertha dan Diana menunggu cemas. Saat melihat Assa dan yang lainnya keluar dari hutan Helga segera menghampiri. Kondisi Alyssa jelas tidak baik-baik saja.

“Bertha siapkan kamar,” titahnya pada Bertha. “Dan Diana, siapkan air hangat.”

“Baik!”

Bertha dan Diana segera melakukan tugas mereka. Assa menghentikan langkahnya di depan Helga. “Helga, kau akan berurusan denganku setelah ini.”

“Saya mengerti, Tuan.”

Assa segera membawa Alyssa masuk. Membawa Alyssa ke kamarnya, dan membaringkannya di atas tempat tidur. “Ganti pakaiannya, dan bersihkan lukanya.”

Bertha dan Diana mengambil alih, lalu Assa keluar dari kamar. Di depan pintu ada Helga. “Ini yang terakhir Helga, jangan sampai dia kabur lagi. Di luar sana banyak yang mengincar nyawanya. Sampai Samuel kembali, dia harus tetap aman di sini. Kau mengerti?”

“Iya, Tuan.”

“Jika dokter Hendrick datang, kau temani dia memeriksa kondisi Alyssa. Saya masih ada urusan.”

“Baik.”

Assa menjauh dari kamarnya. Dia menghampiri Argo yang menunggunya di ruang tamu. “Tuan hasil penyelidikan sudah keluar.”

“Kita bicara di ruang kerja,” Assa berkata sambil melangkah ke ruang kerjanya. Argo mengikuti langkahnya dari belakang.

Begitu sampai, Assa langsung duduk dan Argo menunjukkan sesuatu dari layar ponselnya. “Namanya Matthew, dia mantan sniper tentara Nasional yang dikeluarkan karena kasus narkotika, tapi saat ditanya siapa yang memerintah dia tidak menjawab. Dia meminum sebuah pil yang membuatnya meninggal di tempat.”

“Cara jitu untuk tutup mulut. Kau bakar saja mayatnya, dan terus selidiki jejak digital yang mungkin dia tinggalkan.”

“Baik, sedang kami jalankan!” balas Argo sebelum kemudian keluar dari ruang kerja Assa, menyisakan tuannya seorang diri merenung di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status