Share

Bab 6

Chlora menyesap tehnya. “Jadi, aku jelaskan semuanya padaku, Zoey.”

“Aku yakin kau sudah mengetahui siapa aku sebenarnya, mengingat kau membaca buku itu.”

“Hm, kau adalah penyihir,” jawab Chlora tenang.

Zoey menghembuskan napasnya. “Kami penyihir bisa mengetahui perbedaan antara jiwa-jiwa manusia. Aku bisa merasakan bahwa jiwamu berusia lebih tua dari pada tubuhmu.”

“Menarik, tapi dari mana kau mengetahui tentang buku?”

“Jika kau berpikir dunia ini terbentuk karena buku itu, maka kau salah. Dunia ini sudah ada sebelum buku itu. Kemungkinan penulis yang membuat buku itu adalah penyihir yang berasal dari sini. Jika penyihir itu sudah dalam tingkat tertinggi, maka dia bisa berpindah dimensi sesukanya. Semua penyihir tahu tentang keberadaan buku ‘Bunga dan Cinta’,” jawab Zoey.

Chlora mengangguk mengerti. “Tapi alur cerita buku itu berubah karenaku, bukan?”

“Iya. Aku tidak menyangka jika kau bisa bereinkarnasi ke dunia ini. Di dunia ini tidak ada yang namanya reinkarnasi. Setelah mati, maka kita akan pergi ke neraka atau surga. Aku mulai menyadari bahwa kau bereinkarnasi saat kita berumur tiga tahun,” ucap Zoey.

“Tentu saja, saat umur tiga tahun aku baru menyadari bahwa aku bereinkarnasi. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kematianku yang kedua kalinya. Setidaknya biarkan aku menikmati kehidupanku yang kedua!” pekik Chlora.

Zoey terkekeh. “Aku yakin pasti rasanya tidak nyaman bila jiwa berusia dua puluh lima tahun berada di tubuh seorang anak kecil. Kau tidak bisa berbuat semaumu.”

“Benar, tapi aku bersyukur Galan dan Violet sangat menyayangi Chlora. Tapi aku merasa sedikit canggung ketika berbicara dengan mereka berdua. Umur jiwaku lebih tua dari pada umur mereka berdua. Umur jiwaku adalah tiga puluh dua tahun sedangkan mereka berdua berumur dua puluh tujuh tahun,” keluh Chlora.

“Aku juga akan merasa canggung jika menjadi dirimu,” sahut Zoey.

Chlora tiba-tiba teringat sesuatu. “Zoey, apa yang kau maksud saat mengatakan jika gempa itu disebabkan oleh pelaku yang sama namun dengan penyebab yang berbeda?”

Zoey menatap Chlora dengan tatapan serius. “Kau pasti sudah tahu jika Virion sangat terobsesi dengan Shelia bukan? Namun tampaknya kini berbeda. Kau sama sekali tidak berbuat kasar dengan Shelia, sedangkan di novel gempa itu disebabkan karena kau menampar Shelia.”

“Ah.. aku mengerti. Tapi jika aku tidak berbuat kasar kepada Shelia? Kenapa dia masih membuat gempa seperti itu? Rasanya aku serba salah sekali,” dengus Chlora.

“Chlora, Virion tidak sengaja membuat gempa itu. Dia memiliki setengah darah iblis, sehingga jika dia merasa marah maka otomatis alam akan mengikuti emosinya,” ujar Zoey.

Fuck, masa bodo. Dia telah menghancurkan banyak barang di rumahku. Rasanya aku selalu dirugikan karena kedua tokoh utama yang tidak tahu malu itu,” ucap Chlora sinis.

Zoey mendesah. “Aku mempunyai beberapa asumsi, tapi aku akan mengatakannya padamu setelah aku yakin dengan asumsiku itu.”

Chlora mengibaskan tangannya. “Terserah, tapi kau harus membantuku agar keluarga Beasley tidak hancur, aku sangat menyayangi adikku.”

“Tentu saja. Baik di novel atau pun dunia nyata, hubungan kita adalah simbiosis mutualisme bukan?” ucap Zoey sambil tersenyum tipis.

Chlora menyeringai. “Apa yang kau inginkan? Aku akan memberikannya padamu.”

“Permata tourmaline. Keluargaku tidak sekaya keluargamu yang bisa membeli tambang. Tapi kau bisa memberikanku permata itu, bukan?” tanya Zoey.

“Ah, itu permata yang kau gunakan untuk memperkuat sihirmu, bukan? Baiklah, aku akan memberikannya padamu,” jawab Chlora.

Zoey tersenyum tipis. “Senang bertemu denganmu, Chlora.”

“Senang bertemu denganmu, juga, Zoey,” ucap Chlora sambil tersenyum.

Chlora mengantar Zoey ke kereta kudanya dan melambaikan tangan. Chlora tersenyum senang, ia sudah mempunyai Zoey, yang kelak akan menjadi salah satu penyihir terkuat yang ada di kerajaan. Salah satu rencananya telah berhasil.

*

“Ayah, aku rasa ayah harus menaruh perhatian pada keluarga Willis,” celetuk Chlora.

Galan dan Violet melirik satu sama lain, mengetahui bahwa anaknya itu akan meramal masa depan kembali. Galan menyenggol pundak Violet, menyuruh sang ibu berbicara dengan Chlora.

Violet mendesah. “Kenapa begitu, Chlora? Apakah ini hal yang menguntungkan?”

“Tidak, malah sebaliknya. Jika suatu hari Count Willis menawarkan penawaran, tolak saja itu. Dia akan terlilit hutang dalam waktu beberapa bulan karena tertipu,” jawab Chlora.

“Baiklah, ayah tidak akan menyetujui penawaran dari Count Willis,” ucap Galan.

Chlora mengangguk puas. “Dia memang akan menawarkan sesuatu yang sangat menjanjikan, bahkan aku yakin tidak ada bangsawan yang menolak. Tapi mereka akan merugi jika menyetujui penawaran itu.”

Violet mencubit pinggang Galan dan memberi kode. ‘Apakah kau akan tetap menyetujui penawaran Count Willis?’ tanya Violet tanpa suara.

‘Tidak. Aku mempercayai Chlora,’ jawab Galan.

Chlora menyodorkan salah satu mainan kepada Alwin. “Mainkan ini, maka kau akan pintar.”

Alwin menatap puzzle yang diberikan oleh Chlora. Kakaknya itu memang tidak tanggung-tanggung dalam memberikan mainan. Alwin memperkirakan kepingan puzzle itu berjumlah lima puluh kepingan.

“Kakak, apakah tidak ada yang lebih gampang?” tanya Alwin memelas.

Chlora mengernyit. “Bukankah itu sudah gampang? Kau ingin segampang apa?”

Violet mengelus dada ketika melihat tingkah laku Chlora. “Chlora, ibu tahu jika kau lebih pintar daripada anak sebayamu, tapi jangan memaksakan orang lain agar sama seperti dirimu.”

Chlora tertegun. “Maaf ibu, aku terlalu egois. Alwin masih berumur lima tahun dan aku sudah memaksanya untuk menyelesaikan puzzle itu.”

“Tidak apa, Chlora. Tapi kau harus ingat, jangan berpikir jika semua orang memiliki kemampuan yang sama. Setiap manusia terlahir dengan kemampuan yang berbeda,” timpal Galan.

Chlora menundukkan kepalanya. Ia merasa malu karena dinasihati oleh orang yang lebih muda darinya. Chlora hanya mengangguk pelan dan mengalihkan pandangannya. Ia mengernyit ketika melihat bayangan yang lewat di jendela.

Chlora berlari ke kamarnya. “Hei, kau bisa muncul sekarang.”

Hening, tidak terdengar apa pun. “Aku tidak akan melaporkanmu, kau bisa membunuhku jika aku melaporkanmu pada penjaga.”

Suara gemerisik kembali terdengar. Kemudian terlihatlah seorang laki-laki yang memiliki banyak luka lebam di wajah dan tubuhnya. Chlora terkejut melihat itu. Ia langsung berlari untuk mengambil kotak obat yang ada di kamarnya.

“Siapa yang melakukan ini padamu? Apakah aku harus melaporkannya?” tanya Chlora khawatir.

Laki-laki yang sepertinya berumur sembilan tahun itu menunduk. “Ayahku.”

Chlora mengobati luka-lukanya dan memegang kedua tangannya. “Mengapa ayahmu melakukan hal itu kepadamu? Apa yang kau perbuat hingga ia seperti itu?”

“Ayahku tidak menyukaiku karena aku adalah anak haram. Dia mengatakan bahwa ibuku membuatnya tak bisa memiliki anak selain diriku.”

Chlora memeluknya dengan lembut. “Kau harus berani melawan ayahmu. Menjadi anak haram bukanlah kesalahanmu. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja.”

Laki-laki itu tersentak. “M-mengapa kau sangat baik kepadaku? Aku sudah menyelinap ke sini.”

“Itu bukan masalah yang besar. Walau pun kau mencuri barang-barang di rumah ini aku tidak akan protes. Tapi tolong jangan sakiti keluargaku, terutama adikku,” ucap Chlora.

“Terima kasih. Kau sudah membuat hariku menjadi lebih baik. Aku pergi.”

Chlora menatap laki-laki yang sudah menghilang itu. “Sampai jumpa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status