Share

chapter 5

Author: soareii
last update Last Updated: 2025-03-12 16:28:40

Mikhail tahu ia sedang dimainkan.

Tapi yang lebih mengesalkan dari itu—ia membiarkan dirinya terbawa dalam permainan ini.

Di depannya, Nastenka duduk dengan santai, memutar-mutar gelas anggurnya seolah tak ada yang lebih menarik daripada cairan merah tua yang berputar di dalamnya. Ia tidak terburu-buru berbicara, tidak mencoba menarik perhatiannya secara terang-terangan. Namun, justru karena itu, Mikhail terus memperhatikannya.

Anggur dalam gelasnya hampir habis ketika Nastenka akhirnya bergerak. Bukan untuk menuangkan minuman lagi, tetapi untuk bangkit dari tempat duduknya. Gerakannya pelan—begitu tenang, begitu anggun—hingga seolah ia adalah bagian dari bayangan ruangan yang suram ini.

Mikhail tetap bersandar di kursinya, membiarkan matanya mengikuti pergerakan wanita itu.

"Natalia," panggilnya, suaranya rendah dan sarat dengan peringatan.

Nastenka hanya tersenyum.

Tanpa diminta, ia berjalan mengitari meja panjang itu, langkahnya nyaris tanpa suara. Cahaya lilin memantulkan kilau samar di kulitnya, menciptakan bayangan halus di wajahnya yang tenang.

Mikhail tahu apa yang akan ia lakukan bahkan sebelum Nastenka berhenti tepat di sampingnya.

Dan ia tidak bergerak.

Jemari Nastenka yang dingin menyentuh punggung kursi Mikhail sebelum akhirnya bergerak turun, nyaris tidak menyentuh bahunya, lalu meluncur ke lengan jasnya dengan kelembutan seperti bayangan yang melewati kulit. Sentuhan itu tidak cukup lama untuk disebut sebagai usapan, tetapi cukup untuk meninggalkan jejak samar.

"Kalau aku benar-benar 'terikat' padamu…" Nastenka berbisik, suaranya begitu pelan hingga nyaris tenggelam dalam keheningan ruangan, "maka aku harus tahu seperti apa rasanya, bukan?"

Mikhail tetap tidak bergerak, tetapi matanya gelap ketika menatapnya.

Ia bisa merasakan Nastenka bergerak lebih dekat, hingga akhirnya berdiri tepat di sampingnya. Jemari mungil itu berhenti di atas lengannya, tidak menekan, hanya diam di sana—seolah menunggu sesuatu.

Mikhail tersenyum miring, akhirnya mengangkat tangannya dan menangkap jemari Nastenka yang masih menempel di lengannya.

Jari-jarinya yang besar membungkus tangan Nastenka dengan mudah, mencengkeramnya cukup erat hingga wanita itu tidak bisa menariknya kembali.

"Dan seperti apa menurutmu rasanya, hm?" tanyanya, suaranya rendah dan berbahaya.

Nastenka tidak berkutik. Namun, senyumnya tidak goyah.

Sebaliknya, ia malah membiarkan dirinya semakin condong ke arahnya, cukup dekat hingga ia bisa merasakan hembusan napas hangat Mikhail menyentuh kulitnya.

"Hm…" Nastenka pura-pura berpikir, ujung jarinya yang bebas menyusuri permukaan lengan jas Mikhail dengan ringan, seolah sedang meneliti teksturnya. "Tergantung… apa kau tipe yang menyenangkan, Mikhail?"

Mikhail tertawa, tetapi cengkeramannya pada tangannya tetap tak berkurang.

"Tergantung siapa yang bertanya," balasnya santai.

Nastenka tertawa pelan, matanya menatap langsung ke mata Mikhail, sementara jemarinya yang bebas kini naik sedikit lebih tinggi, menyentuh bagian dalam lengan jasnya.

Mikhail membiarkannya.

Hanya untuk melihat sejauh apa wanita ini akan melangkah.

Dan Nastenka… tidak mengecewakannya.

"Aku hanya bertanya karena aku penasaran," katanya, suaranya tetap selembut bisikan, tetapi ada sesuatu di dalamnya yang membuat udara di antara mereka terasa lebih tegang. "Bagaimana rasanya… menjadi pria yang memiliki segalanya?"

Matanya mengunci mata Mikhail, dan kali ini, pria itu menangkap sesuatu yang tersembunyi di balik godaan itu. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar permainan tarik ulur.

Nastenka menyentuhnya bukan hanya untuk menggoda.

Ia menyentuhnya untuk menilai. Untuk melihat.

"Berbahaya sekali kau, Natalia," katanya akhirnya, jemarinya mengetat di pergelangan tangan wanita itu. "Apa kau selalu seperti ini pada pria yang bisa membayarmu?"

Jebakan halus.

Tapi Nastenka hanya tersenyum, mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, cukup hingga bibirnya nyaris menyentuh rahang Mikhail.

"Tentu tidak," bisiknya. "Hanya pada pria yang menurutku… layak."

Dan malam ini, ia ingin tahu apakah Mikhail Dimitri Lev Romano termasuk di dalamnya.

Mikhail melihatnya. Bukan hanya sekadar melihat, tetapi benar-benar melihat—menelusuri setiap detail dalam gerakan wanita ini, setiap kilatan dalam matanya, setiap tarikan napas yang ia hembuskan begitu dekat di kulitnya.

Nastenka masih tersenyum, tetapi Mikhail tidak melewatkan bagaimana ujung jarinya yang bebas kini bergerak lebih berani, menyusuri jalur tak kasatmata di antara lipatan jasnya, melayang di atas dadanya tanpa benar-benar menyentuh.

Ia bukan wanita yang sekadar menggoda demi perhatian.

Ia sedang menguji.

Ia sedang mencari sesuatu.

Dan untuk alasan yang tidak ia pahami—atau mungkin enggan ia akui—Mikhail membiarkannya.

"Layak?" Mikhail mendengus tapi senyuman mulai tersungging di sudut bibirnya. "Itu sebuah pujian atau cemooh?"

Nastenka terkekeh, suara kecilnya sehangat bisikan sutra di telinga.

"Kau bisa menganggapnya sebagai keduanya," balasnya pelan, kali ini tidak lagi bermain dengan ujung jarinya.

Ia bergerak lebih dekat.

Begitu dekat hingga aroma samar anggur merah bercampur dengan parfum mawar putihnya menusuk indra Mikhail. Ia bisa merasakan hembusan napas wanita itu di sisi rahangnya, dan kali ini, ketika jemarinya bergerak, itu bukan sekadar godaan samar.

Jari-jarinya menyentuhnya.

Halus, lembut, nyaris seperti embusan udara. Ia meluncurkan telunjuknya di sepanjang garis jas Mikhail, menelusuri jalur dari bahu hingga dada, lalu berhenti tepat di atas denyut nadinya.

Dan Mikhail, untuk pertama kalinya dalam permainan ini, merasakan sesuatu yang nyaris seperti tantangan.

Jemarinya mengetat di pergelangan tangan Nastenka, mencengkeram lebih erat—cukup untuk menegaskan dominasinya, tetapi tidak cukup untuk menyakitinya.

"Aku penasaran," katanya, suaranya rendah, nyaris seperti geraman, "apa yang sebenarnya kau cari, hm?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Owned by My Enemy   chapter 7

    Mikhail menatap datar ke arah perempuan di hadapannya. Rambutnya yang biru laut karena dicat tergerai sedikit berantakan, matanya menyipit dengan ekspresi kesal. Ekatarina Lev Romano—atau yang sering dipanggil Katya—si bungsu keluarga Romano dan satu-satunya anak perempuan di keluarga itu. Jadi bisa dibayangkan betapa dimanjakannya perempuan ini. “Malam-malam datang ke sini hanya untuk menggerutu soal Ayah?” “Kenapa memangnya? Tidak boleh?” Katya balas dengan nada sebal, matanya berkilat penuh tantangan. Mikhail mendesah pelan, menyandarkan punggung ke kursi dengan ekspresi malas. “Bukan begitu, Katya.” Ia mengamati adiknya yang masih bersungut-sungut. “Hanya saja, kau benar-benar memilih waktu yang buruk.” Katya mendengus, melipat tangan di depan dada. “Kau selalu bilang begitu setiap kali aku datang. Apa aku harus buat janji dulu kalau ingin bertemu kakakku sendiri?” Mikhail menatapnya sekilas sebelum mengangkat gelas whiskey di tangannya, menyesap cairan keemasan itu perlaha

  • Owned by My Enemy   Chapter 6

    Nastenka tidak mundur. Sebaliknya, ia mengangkat kepalanya, membiarkan bibirnya melayang di dekat telinga Mikhail, begitu dekat hingga ia bisa merasakan panas tubuh pria itu. "Kau ingin tahu, Mikhail?" bisiknya, suaranya seperti racun yang merayap pelan ke dalam kesadaran. Ia memiringkan kepalanya sedikit, dan kemudian—sentuhan pertama terjadi. Tidak banyak. Tidak berlebihan. Hanya desiran lembut bibirnya yang hampir tidak menyentuh kulit di rahang Mikhail, sebuah gesekan samar yang lebih terasa seperti ilusi dibandingkan kenyataan. Tetapi cukup untuk menyalakan sesuatu di dalam dirinya. Mikhail mengangkat dagunya sedikit, membiarkan matanya bertemu dengan mata biru cerah itu dalam jarak yang begitu dekat. Matanya tidak menunjukkan reaksi apa pun—tidak ada keterkejutan, tidak ada kepanikan, tidak ada rasa terpojok. Sebaliknya, ada sesuatu yang lebih gelap di sana. Sesuatu yang mendekati rasa penasaran. Ia menarik napas pelan, lalu tersenyum kecil. "Lihat siapa yang mencoba

  • Owned by My Enemy   chapter 5

    Mikhail tahu ia sedang dimainkan. Tapi yang lebih mengesalkan dari itu—ia membiarkan dirinya terbawa dalam permainan ini. Di depannya, Nastenka duduk dengan santai, memutar-mutar gelas anggurnya seolah tak ada yang lebih menarik daripada cairan merah tua yang berputar di dalamnya. Ia tidak terburu-buru berbicara, tidak mencoba menarik perhatiannya secara terang-terangan. Namun, justru karena itu, Mikhail terus memperhatikannya. Anggur dalam gelasnya hampir habis ketika Nastenka akhirnya bergerak. Bukan untuk menuangkan minuman lagi, tetapi untuk bangkit dari tempat duduknya. Gerakannya pelan—begitu tenang, begitu anggun—hingga seolah ia adalah bagian dari bayangan ruangan yang suram ini. Mikhail tetap bersandar di kursinya, membiarkan matanya mengikuti pergerakan wanita itu. "Natalia," panggilnya, suaranya rendah dan sarat dengan peringatan. Nastenka hanya tersenyum. Tanpa diminta, ia berjalan mengitari meja panjang itu, langkahnya nyaris tanpa suara. Cahaya lilin memantulkan k

  • Owned by My Enemy   Chapter 4

    Mikhail bukan pria bodoh. Sejak awal, ia tahu bahwa Nastenka—atau "Natalia Arman"—bukan sekadar hadiah biasa dari Sergey Arman. Perempuan itu tidak menunjukkan ketertarikan yang berlebihan padanya, tetapi juga tidak menjaga jarak. Ia bermain di batas tipis antara ketidakpedulian dan godaan halus, seolah menari di atas benang yang hampir tak kasat mata. Dan itu membuat Mikhail penasaran. Biasanya, jika seorang wanita dikirim kepadanya, mereka akan berusaha mati-matian menarik perhatiannya—mereka akan mengenakan gaun paling menawan, berbicara dengan suara lembut penuh pujian, atau bahkan berusaha menyentuhnya dengan dalih yang tak perlu. Tapi "Natalia" berbeda. Ia tidak tampak tergesa-gesa, tidak terlihat putus asa, dan justru karena itu ia semakin menarik. Malam itu, Mikhail sengaja menciptakan situasi untuk menguji perempuan itu. Di ruang makan pribadinya—ruangan dengan pencahayaan redup yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang terdekatnya—ia menunggu dengan gelas anggur di ta

  • Owned by My Enemy   chapter 3

    Pesta telah usai, tetapi permainan di antara mereka baru saja dimulai. Nastenka tidak langsung jatuh dalam genggaman Mikhail, dan itulah yang membuat pria itu semakin tertarik. Biasanya, wanita yang berada di dekatnya akan berlomba-lomba menarik perhatiannya—mereka akan tertawa manis di hadapannya, menciptakan sentuhan-sentuhan kecil yang disengaja, atau dengan mudahnya tunduk hanya demi mendapatkan seulas senyuman darinya. Namun, tidak dengan Nastenka. Ia tahu kapan harus mendekat dan kapan harus menjauh. Ia tahu cara menarik perhatian tanpa terlihat putus asa. Ia bermain tarik ulur dengan begitu lihai, membuat Mikhail mulai melihatnya lebih dari sekadar "hadiah" dari keluarga Arman. Malam itu, setelah para tamu pergi dan suasana kembali sunyi, Mikhail duduk di ruang kerjanya, menyesap anggur merah yang tersisa di gelasnya. Api di perapian berpendar redup, sesekali mengeluarkan suara kayu yang retak terbakar. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Untuk pertama kalinya

  • Owned by My Enemy   chapter 2

    Mikhail tidak segera menyambut uluran tangannya. Ia hanya menatap Nastenka—atau Natalia—dengan mata tajamnya yang sulit diterjemahkan. Udara di sekitar mereka terasa lebih berat dalam sekejap. Sergey Arman yang berdiri di samping Nastenka tampak sedikit gelisah, tetapi pria tua itu cukup pintar untuk tidak menyela. Lalu, perlahan, Mikhail mengangkat tangannya dan menyambut uluran Nastenka. Jemarinya kokoh, sedikit dingin, namun genggamannya tidak kasar. Ia tidak mengeceng erat, tetapi cukup kuat untuk menunjukkan dominasinya. “Sebuah kehormatan juga,” jawabnya santai, suaranya dalam dan berwibawa. “Aku tidak ingat Sergey pernah menyebut punya keponakan yang secantik ini.” Nastenka tersenyum, meskipun dalam hatinya ia menyimpan kewaspadaan. Mikhail bukan tipe pria yang mudah menerima informasi begitu saja. “Aku memang bukan seseorang yang sering diperkenalkan,” jawabnya lembut, matanya menatap Mikhail dengan sedikit godaan halus. “Tapi aku senang akhirnya bisa berkenalan deng

  • Owned by My Enemy   chapter 1

    Nastenka menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya yang dulu penuh senyuman dan kebahagiaan itu kini mendingin dan hanya terukir senyum sarkas atau seringaian tanpa arti. Ia saat ini sedang merias dirinya, menggunakan pemerah bibir dan memoles tipis wajahnya. Ia tidak pernah suka memakai make up tebal, jadi selain pemerah bibirnya yang berwarna merah darah, wajahnya tidak diberi warna 'berani' yang macam-macam. Nastenka memakai gaun berwarna merah marun yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sangat baik. Gaun ini dulu milik ibunya dan satu-satunya gaun bermerk dengan harga tinggi yang tersisa. Karena hampir seluruh barang berharga yang bisa diungkan sudah dijual oleh ibunya demi kehidupan mereka sehari-hari ketika mereka berdua masih takut diburu oleh orang yang menginginkan kematian mereka. Nastenka tidak suka menggunakan gaun yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Jadi hampir seluruh pakaiannya adalah pakaian longgar yang tidak begitu ketak, ia juga menyukai warna pastel

  • Owned by My Enemy   Prolog

    Dendam adalah racun yang mengalir pelan, membakar setiap nadi dengan keinginan untuk menghancurkan. Nastenka Theodor tidak pernah berpikir akan menempuh jalan ini—menjadi bayangan yang menyusup ke dalam kehidupan pria yang telah merenggut segalanya darinya. Mikhail Dimitri Lev Romano. Nama itu bergaung di benaknya, mengingatkannya pada malam di mana keluarganya musnah dalam kobaran api. Dunia mereka adalah dunia yang sama—penuh kemewahan, pengkhianatan, dan darah yang mengering di ujung peluru. Kini, ia melangkah ke dalamnya bukan sebagai korban, tetapi sebagai pemain. Dengan nama baru, wajah yang tersenyum manis, dan niat yang beracun, Nastenka menawarkan dirinya pada Mikhail. Dia bukan wanita pertama yang ingin berada di sisinya, tapi dia akan menjadi yang terakhir—entah sebagai kekasih, atau algojo yang menusuknya dari belakang. Namun, permainan ini lebih berbahaya dari yang ia kira. Saat rahasia terkuak dan kebenaran mulai bertaut dengan kebohongan, Nastenka dihadapkan pada pil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status