PAPA MUDA 10 B
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Dyra menatap bayang pria yang ternyata memiliki sisi lain hingga tertelan malam. Kemudian melangkah menuju rumah. Kakak satu-satunya pasti menanti gelisah karena kepulangannya sangat terlambat. Ia perbikir tadi hanya sebagai interviu biasa, tetapi malah langsung bekerja. Baginya itu tidak masalah, karena memang saat ini tengah membutuhkan pekerjaan.
"Akhirnya bisa punya uang jajan sendiri. Mulai besok aku akan fokus bekerja. Membaca novel bisa dilakukan jika sudah pulang," batinnya tersenyum sembari melangkah cepat menuju rumah.
Tidak sampai lima menit, akhirnya Dyra sampai di depan rumah sang kakak. Ia memilih tinggal bersamanya untuk membantu apa yang bisa dibantu, termasuk antar jemput Cantika—anak kakaknya. Namun, semakin ke sini mulai ada rasa sungkan apabila meminta uang
PAPA MUDA 11 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendapati seseorang yang tidak ingin tinggal menetap dalam satu cinta tengah berdiri di sana, membuat semua kesakitan lalu kembali terurai. Bekas luka yang mengering seketika kembali membasah perih. Pria yang tidak harus berbuat apa memundurkan langkah, bersembunyi sejenak dibalik pohon. Ia merasa tidak perlu bertatap muka untuk sementara. Mental dan hati belum sekuat itu menyapanya. Alsaki tidak mau wanita itu berpikir kalau dirinya masih belum bisa melupakannya. Karena nyatanya memang tidak salah. Ia masih saja terjebak bayang masa lalu."Lebih baik aku di sini dulu sampai dia pergi," ujar Alsaki sembari mencuri pandang dari balik pohon. "Senyum itu masih manis seperti dulu. Bahkan kamu tambah cantik," ujarnya lagi mengagumi sosok wanita yang pernah membuat tergila-gila dan nyaris gila sungguhan sejak memilih pergi. Debar dada kian menjadi ketika Arista melangkah pulang. Satu unit roda dua bermerek dengan logo semakin di depan menjadi tuj
PAPA MUDA 11 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraArista menarik napas sedalam mungkin, lalu mengembuskannya perlahan. Memundurkan atau menghentikan waktu jelas tidak mungkin. Hanya penyesalan tidak bertepi yang selamamya tidak akan pernah mendapat pengampunan dari seorang Alsaki."Pasti Gala sekarang sudah tumbuh menjadi laki-laki yang sama seperti kamu, Al ...," lirihnya, lalu kembali menarikan jemari pada keyboard. Merangkai cerita utuh berbalut perasaan rindu yang ada. Biarlah kesalahan ini ia tanggung sendiri. Apabila rindu kembali mengusik, ia bisa kembali mengunjungi lain waktu seperti beberapa jam yang lalu.Sebagai seseorang yang pernah menancapkan luka, Arista sadar bahwa tidak mudah mengemis waktu pria yang selalu memegang kata-katanya. Ucapan Alsaksi masih terekam jelas dalam ingatan, yakni saat tidak akan menerima lagi
PAPA MUDA 12 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Keadaan hati yang belum baik-baik saja dari tragedi masa lalu terkadang menyisakan bimbang tidak bertepi. Bukan tidak bisa memilih, hanya saja belum ada persiapan jika nanti jantung hati harus kembali tersayat dan berdarah. Sungguh bukan hal yang diharapkan apabila terjatuh pada satu lubang satu penyesalan. Entah menyesal tidak bisa menahan, atau menyesal tidak bisa memaafkan. Pria berusia dua puluh lima tahun itu masih terus memijit pelipisnya hingga rasa sakit itu sedikit lenyap, bahkan kalau perlu menghilang. Akan tetapi, justru kian datang dan menyerang. Bahkan menjerat kuat sisi hati yang selama ini ia bentengi begitu kokoh. "Aku harus apa? Kenapa takdir terasa begitu kejam? Kenapa setelah mencoba baik-baik saja selama lima tahun harus kembali melihatnya lagi?" ujarnya lagi dan lagi diwarnai sesal. Bukan menyesal bertemu kembali, tetapi lelah jika harus membalut lagi luka yang hampir mengering. "Siapa yang kejam, Al? Apa terjadi se
PAPA MUDA 12 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Alsaki mengalihkan pandangan, menatap bocah kecil yang menjadi korban keegoisan orang dewasa. Ada kesadaran merayap begitu saja membiarkan Gala hidup tanpa kasih sayang wanita yang melahirkannya, tetapi hal itu sudah menjadi garisnya untuk hidup. "Selamat tidur, Sayang ... mimpi indah. Papa, janji akan selalu berusaha memberi yang terbaik, hingga nanti kamu tidak pernah merasa kekurangan apa pun. Papa janji ... tapi, untuk saat ini belum bisa memberimu mama pengganti," sesal Alsaki sembari mengusap lembut rambut sang anak, lalu menciumnya. Perut yang mulai terasa perih memaksa langkah keluar kamar menuju dapur. Ia ingin mengisi agar asupan tenaganya bisa bertambah. Memulai hidup sendiri selama bertahun-tahun hingga detik ini itu membutuhkan proses tersulit selama hidup. Jadi, tidak mungkin lagi mengambil keputusan penting dalam sekali ucap. Sepuluh menit tenggelam bersama makan malam, Alsaki kembali ke kamar untuk tidur bersama sang a
PAPA MUDA 13 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPernah menjadi satu-satunya dalam kehidupan seseorang biasanya akan memiliki tempat tersendiri. Baik itu tempat di dasar hati dan terkunci atau tergeletak bagaikan sampah di sudut kenangan. Semua itu tergantung bagaimana orang itu memberi kesan sebelum pergi. Arista sadar betul kepergian dirinya dulu menancapkan pisau belati tepat di jantung hati seorang Alsaki Mahendra. Tanpa malu sekarang ingin melihat sisi kehidupannya lagi dengan alasan sepi berbalut rindu. Akan tetapi, rasa cemburu itu masih saja membakar dada melihat pria yang dulu pernah menyanjungnya seindah rembulan kini mampu berbagi tawa dengan wanita lain. "Hahaha ... harusnya kamu sadar diri, Ta! Kamu berarti di hatinya itu dulu! Bukan sekarang! Apa kamu lupa telah memutuskan pergi demi mimpimu? Sadar! Kamu tidak pantas lagi mengharap pria itu menoleh setelah hatinya terluka parah," ujarnya pada diri sendiri. Dada yang tiba-tiba nyeri menahan segalanya terasa sesak dan sakit.
PAPA MUDA 13 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika seseorang di sana menjalani hidup dengan pilihannya, di tempat lain ada seseorang yang tengah berusaha menjalani hidupnya sebaik mungkin setelah tertatih bangkit dari raga penuh basuhan luka. Ya, Alsaki Mahendra—pria yang kembali berdiri tegar akan deraan kepedihan luka lalu terus berjalan meski terjatuh berkali-kali. Semua itu ia lakukan demi seorang bocah kecil yang kini menjadi nyawanya. Bahkan hati yang lima tahun tertutup rapat kini mulai berani terbuka meski hanya untuk mengintai seorang Andyra—wanita yang lancang membuka paksa sisi hati paling dalam."Apakah ini namanya cinta? Meski debar tidak sehebat pertama, tapi aku merasa ingin selalu melihat senyumnya." Batin Alsaki semakin bergejolak untuk terus berperang melawan logika. Apalagi kedua tangan kecil yang sekarang melingkar di per
PAPA MUDA 14 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPerasaan khawatir disertai panik selalu menutup kepala untuk berpikir jernih ketika dihadapkan dengan masalah yang datang tanpa diundang. Menahan masalah agar tidak berkepanjangan kadang meninggalkan sesuatu lara dalam hati. Bahkan kalau perlu disisir berulang agar menemukan titik benang merahnya. Namun, kepala yang kian riuh penuh gelisah dan takut membuat segalanya berhenti di tempat, tidak bisa berpikir jernih.Begitu juga wanita yang tengah berhadapan dengan masalah karena ulahnya sendiri masih tertunduk lesu. Meski kepala memaksa mengingat, tetapi tidak cukup tahu mau memulai mencari di mana, sebab tidak ada ingatan yang tertinggal. "Kok, bisa teledor sih! Mana nggak inget transaksi kapan dan jam berapa?" tanyanya lagi sembari memeriksa kertas laporan pengeluaran hari ini. Namun, tetap saja tidak menemukan petunjuk apa pun.Dyra menyerah, meletakkan kepala di kaca etalase dengan wajah berselimutkan awan hitam. "Masa aku harus ganti rugi
PAPA MUDA 14 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPria yang kadang memiliki sifat pelupa seketika menahan amarah dalam dadanya. Alsaki tidak mau terlihat jahat di depan anak sendiri. Jadi, ia memilih menjawab dengan hati yang dingin tapi disertai pertanyaan mematikan. "Kurang berapa?" tanyanya singkat dan terdengar cepat. "Seratus ribu, Mas.""Banyak banget, Ra?! Terus kamu nggak ingat sama sekali transaksi itu?" Dyra menggeleng lemah. Menyangkal pun percuma karena memang kepalanya tidak mengingat apa pun. "Aku akan ganti, Mas. Tapi, tidak sekarang. Kan, baru beberapa hari bekerja," ujarnya dengan suara yang hendak menangis. Melihat mata bening itu berkaca-kaca membuat pria yang menahan amarah mati-matian merasa tidak tega seketika. Karena yang dikatakan wanita di depannya memang benar adanya. Meski kadang keras dengan aturan, tetapi Alsaki masih punya sedikit hati nurani. "Ya udah. Itu bisa dibicarakan lagi kalau tiba waktu gajian. Lain kali kalau bekerja itu, fokus!" pesannya lagi dan