LOGINSebuah restoran terkenal siang itu menjadi tempat pertemuan Lilly dan Kellan, restoran yang Lilly tahu hanya dibuka saat jam makan siang dan makan malam dimana setiap tamunya wajib membuat reservasi terlebih dahulu dan diharuskan untuk datang sesuai dengan jam yang telah ditentukan. Konsep open kitchen menjadi daya jual tersendiri bagi restoran itu, dimana setiap meja memiliki satu pelayan yang bertugas untuk menghidangkan makanan juga minuman. Hidangan pembuka, utama, sampai hidangan penutup disajikan bergantian, sehingga keduanya tidak benar-benar bisa mengobrol karena merasa waktunya tidak tepat.
Sesekali Lilly menatap Kellan yang dengan ramah tersenyum menikmati hidangan utama. Lilly yang merasa tak nyaman berusaha memotong daging tenderloin yang tidak seberapa besar itu menjadi baberapa bagian. Memang, kemarin setelah Kiara memutus teleponnya, ia berusaha keras tidak menghubungi Kellan dan berusaha menyelesaikan masalah mereka sendiri, namun saat Lilly menemui jalan buntu satu-satunya jalan keluar yang terpikirkan oleh Lilly adalah dengan menghubungi Kellan. Pria itupun menyanggupi dan berakhir membuat mereka berada di tempat canggung itu. "Sepertinya kau merasa tidak nyaman?" "Tidak, Mr. Halord. I’m fine." "Tiba-tiba saja, aku ingin makan Vension Loin di sini. Itu mengapa aku mengajakmu bertemu di sini." Lilly memakan daging tenderloin di piringnya, berusaha membaca situasi untuk memulai percakapan, atau menunggu Kellan memulai terlebih dahulu, sampai akhirnya hidangan penutup di sajikan, dan pria itu hanya mencicipi sedikit saja hidangan penutupnya, Lilly merasa itu adalah saatnya. "Mr. Halord—" "Just Kellan, kau bisa memanggilku Kellan." Kellan menyeka sudut bibirnya dengan sapu tangan sebelum menatap Lilly untuk mempersilakan wanita itu berbicara. “Aku rasa kita sudah cukup akrab setelah apa yang terjadi di Swis.” "Ok, Kellan, ini tentang berita—" "Berita tentangku dan Kiara saat di Swiss? Kebetulan sekali, aku juga ingin membahasnya. Meskipun baik pihak Kalian dan pihakku belum mengonfirmasi apapun, tapi orang-orang cukup liar dalam menafsirkan foto yang bahkan tidak menunjukan jelas wajah kami. Kudengar Kiara mendapatkan banyak sekali komentar kebencian." "Karena itu, aku harap kita sama-sama bisa memperjelas situasi ini dengan merilis pernyataan resmi." "Dengan mengatakan bahwa itu bukan kami?" Lilly tersenyum canggung. "Bagaimana jika setelah itu mereka malah merilis foto asli tanpa disamarkan? Bukankah jika begitu kita menggali lubang kita sendiri? Apa lagi? Kita merilis pernyataan bahwa Kellan Halord berbaik hati memberi tumpangan pada top model dunia menuju ke airport? Bukankah itu sama saja seperti kami mengaku bahwa itu kami dan menimbulkan pertanyaan baru? untuk apa Kellan Halord mengantar Kiara Lee ke Airport." Satu hal yang Lilly pikirkan saat itu tentang Kellan, bahwa pria itu sangat superior, bahwa pria itu cukup sombong dan sok sehingga membuat Lilly menciut. "Maka dari itu, kita harus mencari solusinya bersama-sama. Itu tujuan utama saya menghubungi Anda." "Sejujurnya bukan kapasitasku untuk merilis sebuah pernyataan. I'm not public figure and i'm just a man who doing great ini bussines, berita seperti ini tidak akan menghancurkan reputasiku, aku hanya perlu menunggunya mereda." "Lalu bagaimana dengan Kiara?" Kellan mengangkat kedua pundaknya acuh. "Jika begitu, mengapa Anda menyetujui pertemuan ini? Bukankah ini terasa seperti membuang-buang waktu?" "Sebaliknya aku bertanya, bukankah sulit untuk mengatasi masalah seperti ini jika Kiara adalah seorang free agent? Jika dia bergabung dalam sebuah agency kau tau tidak perlu memikirkan ini semua, akan ada tim khusus yang akan menyelesaikan masalah ini." Lilly menyeringai, ia merasakan betul kelicikan seorang Kellan Halord. "Sepertinya saya mulai mengerti mengapa Anda bersedia bertemu dengan saya sekarang. Bukan untuk menyelesaikan ini bersama-sama tapi Anda memiliki tujuan tersendiri rupanya. Silakan ... katakan apa tujuan Anda." Tubuh Kellan merangsak maju, meletakan siku tangan kananya di meja sementara jari telunjuk pria itu sibuk mengusap bibirnya sendiri. Sejenak pria itu terlihat seksi di mata Lilly yang jauh lebih mengagumi namun ia segera tersadar begitu mengingat kembali kemarahannya, "Tawaranku masih berlaku, aku rasa itu adalah solusi terbaik untuk semua kekacauan ini." Kellan menggerakan jarinya kepada seorang pria berjas yang sejak tadi berdiri tak jauh dari Kellan, memberikan sebuah amplop cokelat pada Lilly yang bisa menebak arah pembicaraan merek, ia bahkan tak berniat untuk membukanya. "Aku tidak akan merugikan pihak manapun, kalian akan tetap bekerja bersama Kiara. Kiara akan tetap mendapatkan haknya dan juga prosentase penghasilan yang lebih besar dari pada perusahaan dari setiap kegiatanya. Tentu kau dan asisten lain tidak perlu bingung tentang gaji, tunjangan atau apapun itu yang pasti kalian dapatkan karena semua itu menjadi tanggung jawab perusahaan. Kalian hanya perlu bekerja sesuai dengan tugas kalian.” Lilly menatap Kellan bingung, ia berusaha memahami semua hal yang Kellan katakan baik-baik meskipun rasanya keuntungan jelas sedang mengarah padanya. "Kalian berhak mendapatkan tunjangan sesuai dengan hak kalian seperti karyawan lainya, dengan kata lain kalian akan mejadi karyawan kami. Sounds good, right?” Rasanya penawaran Kellan menggiurkan, membuat Lilly mati-matian menahan bibirnya untuk tersenyum senang. Bukan berarti ia tidak setia pada Kiara dan hanya memetingkan dirinya tapi ini menguntungkan semua orang. "Termasuk tentang kekacauan ini, aku bisa memenyelesaikanya dengan baik, aku punya skenario baik untuk meredakan masalah ini yang hanya bisa terjadi jika kalian menerima tawaranku, dan yang terpenting aku akan mengubah opini negatif masyarakat tentang Kiara." "Caranya?" Kellan lagi-lagi tersenyum karena pada akhirnya ia berhasil membuat Lilly datang padanya. "Kau hanya perlu menyetujui semuanya termasuk membujuk Kiara untuk bergabung dengan perusahaan." "Aku akan memikirkanya, jika pada akhirnya Kiara tetap tidak ingin?" "Maka kalian telah kehilangan kesempatan yang sangat bagus. Ini terakhir kalinya aku membujuk kalian, setelah ini aku tidak akan membuatku terlibat dalam hal-hal seperti ini.” Benar, rasanya Lilly akan membuang sebuah kesempatan besar saat menolak semua tawaran menggiurkan Kellan. Sekarang yang harus ia pikirkan adalah tentang bagaimana caranya agar ia mampu meyakinkan Kiara yang jelas-jelas pernah menolak keras penawaran Kellan. "Baiklah, aku akan mencoba membujuk Kiara, semoga dia mau mendengarku." Lilly meraih tasnya juga amplop cokelat di meja untuk bersiap meninggalkan tempat canggung itu dan segera menemui Kiara. Belum sempat ia berpamitan Kellan tiba-tiba menghentikan aktivitasnya dengan sebuah pertanyaan. "Satu lagi, kalian berteman baik sejak lama bukan?" Lilly mengangguk. "Ya, bahkan jauh sebelum kau bertemu kami dulu." "Ini pertannyaan pribadi, tapi apakah kau mengenal Nathan dengan baik?" "Nathan?" tanya Lilly yang tampak terkejut, ia tak pernah menyangka topiknya akan berubah menjadi Nathan. Kellan mengangguk yakin. "Aku hanya sebatas mengenalnya saja, kami tidak akrab." "Kenapa? Bukankah untuk pertemanan selama itu seharusnya kalian cukup dekat dengan keluarga satu sama lain." Lilly menyipit menatap Kellan yang begitu ingin tahu. “Yang aku tahu, Nathan adalah anak yang keluarga Kiara Adopsi dari panti asuhan sebelum Kiara lahir.” “Apa Kiara tahu?” “Tentu saja, Cathryn dan Joon sudah menceritakan semuanya, baik pada Nathan, Kiara, dan Arcel. Tapi untuk apa kau menanyakan hal itu? Kau tertarik pada Kiara atau pada Nathan?" "Tidak ada, lupakan. Aku hanya penasaran." Kellan tersenyum setengah seolah ada sesuatu hal yang sendang pria itu tutupi dan pikirkan, jujur saja, siapa yang tidak merasa curiga dan penasaran dengan apa yang sedang Kellan pikirkan sekaligus apa yang membuat seorang Kellan Halord begitu penasaran dengan sosok Nathan. ******Ting tung ting tung ting tungSatu ikat bunga peony memenuhi tangan Nathan yang kini sedang menunggu dengan gusar di depan pintu. Kegelisahan seperti memenuhi pikirannya tak kala Vivian yang biasanya begitu cepat membukakan pintu, kini harus membuatnya menunggu. Semua karena rasa bersalahnya, ia mengakui kesalahannya hari itu dan ia ingin menyelesaikan semuanya. Sekali lagi Nathan menekan bel yang tak lama setelahnya ia mendapati Vivian muncul dari balik pintu dengan senyuman kecut menyambut kehadiran Nathan."Kau belum tidur?"Vivian lagi-lagu tersenyum. Senyum yang bahkan bisa Nathan artikan dengan baik. "Aku tidak bisa tidur, masuklah," tutur Vivian yang berusaha bersikap sewajarnya seolah ia tak marah dan baik-baik saja. "Apa ini bunga Peonyku?"Nathan mengangguk dan Vivian segera memeluk bunga miliknya untuk menikmati wangi harum khas bunga peony yang paling ia suka."Apa ada toko bunga yang buka selarut ini?""Aku sudah membelinya tadi siang."Vivian kemudian menyadari seberapa
Suara musik berdentum begitu keras di telinga Nathan, ia tidak pernah tahu jika acara after party akan dikemas dengan cara seperti ini, cukup liar. After party yang lebih terlihat seperti sebuah pesta club malam dimana semua orang berpesta dan bersenang-senang seolah hanya hidup hanya untuk hari itu saja. Nathan menolak segala macam minuman karena kedua matanya terus menatap Kiara yang terlihat menikmati pesta, menari di lantai dansa bersama dengan para model pria dan wanita sembari membawa segelas minuman. Beberapa orang berpesta di kolam dengan bikini bahkan tak jarang ada beberapa orang yang sedang bermesraan sembari menghisap rokok bergantian. Suasana yang tidak nyaman bagi seorang Jonathan Carringtoon Lee yang merasa semua itu bukan dunianya. Dunianya terlalu tenang dibandingkan keadaan malam itu.Beberapa wanita terlihat mendekati Nathan karena memang pria itu begitu tampan dan menarik perhatian. Namun mentah-mentah Nathan menolak dan meminta para wanita yang mendekatinya untuk p
Degup jantung yang memburu membuat Vivian merasa panik karena gugup, udara yang mendadak terasa dingin membuat tubuhnya juga ikut terasa kaku. Berusaha mengatasi rasa gugupnya ia berjalan kesana-kemari untuk mengurangi semua ketegangan meskipun riasan telah menghiasi wajah sempurna Vivian malam itu, sangat cantik meskipun ia tak dapat tersenyum merasakan malam itu yang tak sesuai dengan harapan. Sesekali ia menatap deretan kursi penonton dari balik tirai, memastikan bahwa tempat yang ia pesan telah terisi dan tak lagi kosong."Get ready in ten minute!"Kedua jari-jari Vivian saling bertaut dan ia mulai terpejam untuk memohon banyak hal, hanya sepuluh menit yang terasa begitu cepat berlalu karena Nathan tak kunjung datang."Please please please Nathan please." Vivian terus berharap bahwa Nathan akan datang di menit-menit terakhir sebelum pertunjukannya dimulai."In five minute!"Vivian membuka kedua matanya dan kembali nenatap kursi kosong yang tak juga terisi oleh pemiliknya. Vivian m
De Young Museum, adalah tempat yang paling Nathan ingin kunjungi selama di San Francisco, tujuannya adalah untuk menghadiri pameran koleksi graphic art Anderson dan membeli sebuah lukisan karya Umbereto Boccioni yang nantinya akan ia letakan di ruang makan. Ia berkeliling dan melihat satu per satu karya seni yang saat itu dipamerkan hingga hatinya tertarik kepada satu karya yang ia rasa mampu bersinergi dengan ruang makannya. Kepuasan tergambar di wajah tampan yang selalu tersenyum dengan kedua mata yang berbinar, ia jatuh cinta, jatuh cinta kepada sebuah karya seni yang membuatnya terbang ribuan mil hanya untuk menjemputnya dan membawanya pulang.Kegiatanya hari itu berakhir saat ia sudah membeli lukisan yang ia inginkan, ia memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi museum yang berdiri sejak tahun 1894 itu sembari menunggu jadwal selanjutnya yaitu menonton pertunjukkan Vivian. Banyak hal yang ia kagumi selama mengelilingi museum yang luas itu, bagaimana bagunannya yang terkesan un
Makan malam yang memuaskan itu berakhir membuat Vivian kekenyangan karena masakan Nathan yang sangat enak, berkali-kali Vivian memuji calon suaminya yang sangat lihai di dapur dan membuat makanan enak. Kini keduanya memutuskan untuk menikmati malam bersama di apartemen Vivian yang sengaja ayah Vivian beli untuk Vivian yang tinggal di San Fransisco.Dua gelas berkaki panjang berisi wine menjadi pendamping kedua orang yang sedang duduk di ruang santai sembari menatap langit malam dari jendela yang terbuka lebar. Mengobrol sembari bersandar di sofa berwarna biru muda yang nyaman dan cukup luas. Nathan yang tiba-tiba meletakan gelas wine-nya dan beranjak kembali dengan satu kotak obat yang membuat Vivian merasa tersentuh. Pria itu duduk di samping Vivian sebelum akhirnya merain kedua kaki Vivian untuk ia letakan di pangkuannya.“Aku tidak sengaja melihatnya.”Vivian hanya bisa tersenyum senang menerima perlakuan manis Nathan.“Terlihat sangat menyakitkan. Kau tidak melapisinya dengan toe p
Alunan musik mengiringi langkah indah Vivian saat menari, melompat di udara dan berputar dengan begitu ringan saat menciptakan gerakan indah. Senyum tak luput dari wajahnya ketika ia menari dengan beberapa orang yang membuatnya menjadi pusat dari pertunjukan, menunjukan pendalaman karakter dengan wajah sempurna yang mampu membius mata para penoton yang menerima dengan baik emosi Vivian dalam gerakan indahnya."Well done everyone! Well done!!"Seorang pria dan wanita yang duduk di bangku penonton bertepuk tangan dan memuji penampilan para pemain dalam sesi terakhir latihan. Membuat semua orang tersenyum bahagia dan saling berpelukan saling menyemangati untuk pertunjukan utama nanti.Vivian melepas sepatu baletnya dan kembali memeriksa jari-jari kakinya yang terluka. Ia terdiam, sama sekali tak indah namun menunjukkan seberapa besar usaha jari-jari buruk rupanya untuk sampai pada titik yang ia impikan. Bukankah semakin terluka semakin indah karena semua usahanya. Kedua matanya kini bera







