LOGINTing tung ting tung ting tung
Satu ikat bunga peony memenuhi tangan Nathan yang kini sedang menunggu dengan gusar di depan pintu. Kegelisahan seperti memenuhi pikirannya tak kala Vivian yang biasanya begitu cepat membukakan pintu, kini harus membuatnya menunggu. Semua karena rasa bersalahnya, ia mengakui kesalahannya hari itu dan ia ingin menyelesaikan semuanya. Sekali lagi Nathan menekan bel yang tak lama setelahnya ia mendapati Vivian muncul dari balik pintu dengan senyuman kecut menyambut kehadiran Nathan.
"Kau belum tidur?"
Vivian lagi-lagu tersenyum. Senyum yang bahkan bisa Nathan artikan dengan baik. "Aku tidak bisa tidur, masuklah," tutur Vivian yang berusaha bersikap sewajarnya seolah ia tak marah dan baik-baik saja. "Apa ini bunga Peonyku?"
Nathan mengangguk dan Vivian segera memeluk bunga miliknya untuk menikmati wangi harum khas bunga peony yang paling ia suka.
"Apa ada toko bunga yang buka selarut ini?"
"Aku sudah membelinya tadi siang."
Vivian kemudian menyadari seberapa layu bunga itu seperti ia barusaja di hantam kenyataan, berusaha menahan seribu satu pertanyaan yang rasanya bergejolak di dalam hatinya.
Hening, Nathan merasakan suasana di tempat itu yang berbeda dari kemarin saat ia berkunjung. Vivian lebih banyak diam dan menghindari kedua matanya yang berusaha mencari tahu apa yang Vivian rasakan.
"Kau sudah makan? Atau kau mau minum? Aku akan menyiapkannya untukmu."
Nathan hanya diam saat melangkahkan kakinya memasuki apartemen Vivian yang telah redup. Hanya lampu dapur yang menyala, karena di sanalah Vivian berada, tengah membuka lemari pendingin dan mencari gelas untuk Nathan.
Sejujurnya Vivian tak sanggup saat harus menatap Nathan. Ia tahu ia berlebihan tapi ia kecewa karena Nathan melewatkan pertunjukannya sementara pria itu telah berjanji untuk datang.
Jari-jari Nathan mencoba menghentikan tangan Vivian yang tampak sibuk, kini Vivian tertunduk untuk menahan air matanya yang akan tumpah, ia tidak bisa bersikap biasa saja, ia tidak bisa bersikap tidak ada apa-apa.
"Maafkan aku melewatkan pertunjukanmu. Aku tahu, aku sangat keterlaluan karena mengingkari janjiku dan aku akan menerima kemarahanmu Vivian."
Vivian menarik napasnya panjang, ia mengigit keras bibirnya seolah berjuang untuk menahan dirinya untuk tidak menangis saat menatap Nathan. Namun kenyataannya hati seorang Vivian Wang terlalu lembut sehingga tak sekuat itu untuk menahan rasa kecewa yang ia bendung. Air matanya jatuh perlahan saat kedua mata itu bertemu.
"Kau tahu bahwa pertunjukan ini adalah hal yang penting dan berarti bagiku. Aku menunggu hari ini Nath, aku selalu berharap hari ini akan bertambah sempurna karenamu. Aku selalu berharap kau menjadi pelengkap kesempurnaanku malam ini."
Air mata Vivian terus jatuh dan pria itu segera datang untuk memeluk Vivian yang tangisnya semakin pecah dalam pelukan Nathan.
"Maafkan aku Vivian, karena melewatkan pertunjukanmu. Maafkan aku karena tidak bisa menyempurnakan pencapaianmu, tapi aku tidak bisa meninggalkan Kiara sendiri."
“Kiara?” Vivian terbangun dari pelukan itu, sedikit menarik diri dengan meninggalkan senyum getir di ujung senyumnya, ada kepahitan di dalam senyuman itu di mata Natahan. “Kau memintaku untuk mengerti?”
Nathan mengangguk ragu.
"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan memintaku untuk mengerti, Nath?"
"Vivian, kau tahu seberapa besar cintaku pada keluargaku? Aku bahkan tidak ingin mengecewakan mereka bahkan membuat mereka terluka."
"Then what about me? Apa aku bukan orang yang kau cintai? Mengapa aku seolah seperti orang terakhir yang kau ingat dan menjadi orang yang tidak penting untuk perasaannya kau jaga?"
Nathan terdiam, kata-kata Vivian memukul keras kepala dan dadanya.
"Aku tidak pernah mempermasalahkannya, Nath! Sekalipun! Meskipun kau berulang-ulang kali melakukannya, aku berusaha mengerti. Mengapa harus selalu aku yang kau korbankan? Sampai kapan aku harus mengalah, Nath?"
"Vivian-"
"Apa kau sadar? Selama ini kau selalu menjadikanku orang yang harus mengerti kondisimu akan orang-orang di sekitarmu, tapi pernahkah sedikit saja kau mencoba untuk mengerti kondisiku? Tidakkah kau berpikir untuk menjadikan aku orang yang juga perlu perasaannya harus kau jaga?"
"Vivian, maafkan aku. Aku benar-benar melakukan kesalahan dengan melewatkan hari pentingmu yang selama ini selalu kau nanti-nantikan, aku tahu betul mimpimu dan aku ingin menjadi bagian darinya, dan hari ini aku mengingkarinya. Aku tidak akan membela diriku sendiri karena semua memang kesalahanku, Vivian. Kau berhak marah padaku."
Kedua mata Vivian sudah berair hebat sehingga tak bisa menghentikan air mata yang menetes membasahi wajahnya. Lagi-lagi Nathan memotong jarak di antara mereka, memeluk tubuh Vivian yang bersandar tepat di pundaknya.
"Aku mencintaimu, Nath. Aku hanya ingin hubungan ini berjalan dengan baik."
"Teach me, jika aku melakukan kesalahan dan kekurangan tegur aku, let me know jika ada sesuatu yang mengusikmu. Bagaimanapun kita akan menikah sebentar lagi, aku ingin hubungan kita berjalan dengan baik."
“Aku bisa mengerti Nath, aku tidak mempermasalahkanya lagi."
Kini kedua mata Nathan hanya bisa menatap kegetiran di kedua mata Vivian yang malam itu menitihkan air matanya lagi dan lagi.
"Terimakasih kau sudah datang malam ini sebagai gantinya. I’m glad that you were here, Nathan."
Malam itu Nathan memeluk Vivian yang bersandar nyaman di dadanya, wanita itu tak dapat begitu saja menghentikan air matanya yang terus jatuh karena yang ia rasakan malam itu adalah tumpukan kekecewaan karena mengasihani dirinya sendiri. Keraguan sedikit tumbuh di hatinya malam itu, apalagi saat ia teringat apa yang Kellan katakan padanya tentang sisi Nathan yang tak pernah ia tahu.
******
Ting tung ting tung ting tungSatu ikat bunga peony memenuhi tangan Nathan yang kini sedang menunggu dengan gusar di depan pintu. Kegelisahan seperti memenuhi pikirannya tak kala Vivian yang biasanya begitu cepat membukakan pintu, kini harus membuatnya menunggu. Semua karena rasa bersalahnya, ia mengakui kesalahannya hari itu dan ia ingin menyelesaikan semuanya. Sekali lagi Nathan menekan bel yang tak lama setelahnya ia mendapati Vivian muncul dari balik pintu dengan senyuman kecut menyambut kehadiran Nathan."Kau belum tidur?"Vivian lagi-lagu tersenyum. Senyum yang bahkan bisa Nathan artikan dengan baik. "Aku tidak bisa tidur, masuklah," tutur Vivian yang berusaha bersikap sewajarnya seolah ia tak marah dan baik-baik saja. "Apa ini bunga Peonyku?"Nathan mengangguk dan Vivian segera memeluk bunga miliknya untuk menikmati wangi harum khas bunga peony yang paling ia suka."Apa ada toko bunga yang buka selarut ini?""Aku sudah membelinya tadi siang."Vivian kemudian menyadari seberapa
Suara musik berdentum begitu keras di telinga Nathan, ia tidak pernah tahu jika acara after party akan dikemas dengan cara seperti ini, cukup liar. After party yang lebih terlihat seperti sebuah pesta club malam dimana semua orang berpesta dan bersenang-senang seolah hanya hidup hanya untuk hari itu saja. Nathan menolak segala macam minuman karena kedua matanya terus menatap Kiara yang terlihat menikmati pesta, menari di lantai dansa bersama dengan para model pria dan wanita sembari membawa segelas minuman. Beberapa orang berpesta di kolam dengan bikini bahkan tak jarang ada beberapa orang yang sedang bermesraan sembari menghisap rokok bergantian. Suasana yang tidak nyaman bagi seorang Jonathan Carringtoon Lee yang merasa semua itu bukan dunianya. Dunianya terlalu tenang dibandingkan keadaan malam itu.Beberapa wanita terlihat mendekati Nathan karena memang pria itu begitu tampan dan menarik perhatian. Namun mentah-mentah Nathan menolak dan meminta para wanita yang mendekatinya untuk p
Degup jantung yang memburu membuat Vivian merasa panik karena gugup, udara yang mendadak terasa dingin membuat tubuhnya juga ikut terasa kaku. Berusaha mengatasi rasa gugupnya ia berjalan kesana-kemari untuk mengurangi semua ketegangan meskipun riasan telah menghiasi wajah sempurna Vivian malam itu, sangat cantik meskipun ia tak dapat tersenyum merasakan malam itu yang tak sesuai dengan harapan. Sesekali ia menatap deretan kursi penonton dari balik tirai, memastikan bahwa tempat yang ia pesan telah terisi dan tak lagi kosong."Get ready in ten minute!"Kedua jari-jari Vivian saling bertaut dan ia mulai terpejam untuk memohon banyak hal, hanya sepuluh menit yang terasa begitu cepat berlalu karena Nathan tak kunjung datang."Please please please Nathan please." Vivian terus berharap bahwa Nathan akan datang di menit-menit terakhir sebelum pertunjukannya dimulai."In five minute!"Vivian membuka kedua matanya dan kembali nenatap kursi kosong yang tak juga terisi oleh pemiliknya. Vivian m
De Young Museum, adalah tempat yang paling Nathan ingin kunjungi selama di San Francisco, tujuannya adalah untuk menghadiri pameran koleksi graphic art Anderson dan membeli sebuah lukisan karya Umbereto Boccioni yang nantinya akan ia letakan di ruang makan. Ia berkeliling dan melihat satu per satu karya seni yang saat itu dipamerkan hingga hatinya tertarik kepada satu karya yang ia rasa mampu bersinergi dengan ruang makannya. Kepuasan tergambar di wajah tampan yang selalu tersenyum dengan kedua mata yang berbinar, ia jatuh cinta, jatuh cinta kepada sebuah karya seni yang membuatnya terbang ribuan mil hanya untuk menjemputnya dan membawanya pulang.Kegiatanya hari itu berakhir saat ia sudah membeli lukisan yang ia inginkan, ia memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi museum yang berdiri sejak tahun 1894 itu sembari menunggu jadwal selanjutnya yaitu menonton pertunjukkan Vivian. Banyak hal yang ia kagumi selama mengelilingi museum yang luas itu, bagaimana bagunannya yang terkesan un
Makan malam yang memuaskan itu berakhir membuat Vivian kekenyangan karena masakan Nathan yang sangat enak, berkali-kali Vivian memuji calon suaminya yang sangat lihai di dapur dan membuat makanan enak. Kini keduanya memutuskan untuk menikmati malam bersama di apartemen Vivian yang sengaja ayah Vivian beli untuk Vivian yang tinggal di San Fransisco.Dua gelas berkaki panjang berisi wine menjadi pendamping kedua orang yang sedang duduk di ruang santai sembari menatap langit malam dari jendela yang terbuka lebar. Mengobrol sembari bersandar di sofa berwarna biru muda yang nyaman dan cukup luas. Nathan yang tiba-tiba meletakan gelas wine-nya dan beranjak kembali dengan satu kotak obat yang membuat Vivian merasa tersentuh. Pria itu duduk di samping Vivian sebelum akhirnya merain kedua kaki Vivian untuk ia letakan di pangkuannya.“Aku tidak sengaja melihatnya.”Vivian hanya bisa tersenyum senang menerima perlakuan manis Nathan.“Terlihat sangat menyakitkan. Kau tidak melapisinya dengan toe p
Alunan musik mengiringi langkah indah Vivian saat menari, melompat di udara dan berputar dengan begitu ringan saat menciptakan gerakan indah. Senyum tak luput dari wajahnya ketika ia menari dengan beberapa orang yang membuatnya menjadi pusat dari pertunjukan, menunjukan pendalaman karakter dengan wajah sempurna yang mampu membius mata para penoton yang menerima dengan baik emosi Vivian dalam gerakan indahnya."Well done everyone! Well done!!"Seorang pria dan wanita yang duduk di bangku penonton bertepuk tangan dan memuji penampilan para pemain dalam sesi terakhir latihan. Membuat semua orang tersenyum bahagia dan saling berpelukan saling menyemangati untuk pertunjukan utama nanti.Vivian melepas sepatu baletnya dan kembali memeriksa jari-jari kakinya yang terluka. Ia terdiam, sama sekali tak indah namun menunjukkan seberapa besar usaha jari-jari buruk rupanya untuk sampai pada titik yang ia impikan. Bukankah semakin terluka semakin indah karena semua usahanya. Kedua matanya kini bera







