Home / Romansa / PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN / bab 7. Siapa Pengirim Buket Mawar Merah ini?

Share

bab 7. Siapa Pengirim Buket Mawar Merah ini?

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2023-02-11 20:25:13

Semua mata memandang kearahku. Terutama Roma yang tersenyum-senyum. "Roma, kamu sungguh Ter-la-lu," batinku.

"Sebenarnya...., saya bisa, tapi saya waktunya pulang ke rumah kalau libur dinas 2 hari lagi," jawabku.

"Gak apa-apa mbak Adel, cuma seminggu kan biasanya bayi cuplak puser, lagipula mbak Adel kan sering mandiin bayi to." Tahu-tahu Nur ngejeplak begitu saja. Padahal aku berencana menolak secara tak kasat mata.

'Aduh Marimar, gak bisa ngeles lagi nih,' gumamku.

"Hm, apa tidak dimandikan yangtinya mungkin bu? " tanyaku aku masih berusaha nego.

"Dulu yang memandikan saya waktu kecil mbah dukun mbak. Mama saya memandikan saya saat saya sudah cuplak puser," sahut bu Rania.

"Hm, baiklah bu, saya bantu dan saya ajari memandikan bayi ya," sahutku akhirnya.

Perkara nanti ketemu Roma di rumah bu Rania itu urusan belakang deh, yang penting sekarang operan dulu.

"Kalau gitu kami lanjut operan dinas dulu," kami berlalu dari hadapan bu Rania.

Selesai operan dinas, aku dan Nur segera menyiapkan injeksi pagi. Saat tengah memberikan obat pada masing-masing kamar pasien, datanglah dokter Wildan ke ruang Melati.

"Mbak, pasien saya yang melahirkan kemarin gimana? " tanya dokter Wildan.

"Sehat dokter, ada di ruang VIP 1, " aku lalu mengambil status pasien dan mengantar dokter Wildan untuk memeriksa seluruh pasien.

Dokter Wildan membuka pintu kamar bu Rania.

"Selamat pagi, Bu, gimana kondisinya? apa ada keluhan? " tanya dokter Wildan.

"Sudah tidak ada keluhan dokter. Asi saya masih keluar sedikit," jawab bu Rania.

"Baiklah nanti saya resepkan obat dan vitamin pelancar asi ya, sudah latihan jalan kan ?" tanya dokter Wildan lagi.

"Sudah dokter, pelan-pelan bisa jalan. Mau nanya dokter, kalau p*p dan kencing apa boleh jongkok? " tanya bu Rania.

"Kalau bisa sebelum 7 hari pakai wc duduk dulu ya, jangan jongkok, sampai benangnya kering dan jadi satu sama daging." Kata dokter Wildan.

"Oh gitu, siap dokter," sahut bu Rania.

"Baik, kalau gitu saya lanjut visite pasien lain ya, hari ini sudah boleh pulang, kontrol lagi ke saya kalau obat habis atau sewaktu-waktu jika ada keluhan." Jelas dokter Wildan.

"Makasih dokter, " kata bu Rania dan pak Roma bersamaan.

Aku dan Nur pun melanjutkan mengasisteni dokter Wildan spOG, karena semua pasien di ruang melati ini adalah pasien hamil dan nifas.

Total pasien yang pulang hari ini 4 orang dari total 7 pasien. Maka aku dan Nur berjibaku menghitung total rincian biaya sebelum diantar ke kasir umum rumah sakit, sekaligus mengantar pasien pulang dengan kursi roda.

"Mbak Adel, nanti sore saya tunggu ya untuk memandikan anak saya, coba saya minta nomor whatsappnya agar saya bisa shareloct, " pinta bu Rania diatas kursi roda yang sedang kudorong menuju tempat parkir.

Aku menyebutkan sederet nomor dan bu Rania mengetikkannya pada ponselnya.

"Makasih ya mbak Adel kemarin sudah menolong persalinan saya, dan maaf karena suami saya lebay dan cerewet, mungkin karena pengalaman baru baginya," kata bu Rania.

Kulihat Roma yang sedang berjalan menggendong anaknya di samping kursi roda tersenyum kecut.

"Iya Del, makasih dan maaf ya yang kemarin, " ucapnya. Sepertinya terdengar tulus.

"Iya sama-sama bapak dan ibu, sudah jadi kewajiban saya sebagai tenaga medis," jawabku tersenyum.

Begitu tiba di depan mobil bu Rania, aku mengunci kursi roda, dan membantu bu Rania berdiri perlahan. Selanjutnya bu Rania masuk ke mobil dan melambaikan tangan sebelum mobilnya melaju pergi.

Aku menghela nafas. "Alhamdulillah, akhirnya banyak pasien pulang, sekarang bisa lebih santai. " Gumamku.

Aku mendorong kursi roda sambil bersenandung kecil. Sesampainya di pintu masuk ruang melati, aku berpapasan dengan Nur yang membawa obat pasien dari apotik.

"Banyak Nur obatnya?" tanyaku.

"Ya segini mbak, kan pasiennya tinggal 3," sahut Nur. Nur kemudian meletakkan obat-obatan tersebut kedalam boks obat pasien sesuai nama dan aku terus menuju ke ruang tindakan untuk mengembalikan kursi roda.

Aku kembali ke ruang perawat dan hendak memeriksa laporan pasien saat mataku menatap sebuah buket bunga mawar dan sekeranjang buah kelengkeng.

Aku tertegun. Tanganku meraih buket bunga mawar dan mencium aromanya.

"Wangi banget, mawarnya cantik dan kelopaknya besar-besar, darisiapa buket bunga ini? gumamku.

Dan buah klengkeng ini buah favoriteku, siapa yang meletakkannya di sini? Masih menjadi misteri dan teka teki.

Di dalam buket mawar tersebut, aku melihat sepotong kertas kecil bertuliskan buket bunga cantik, untuk mbak Adelia Nareswari yang cantik.

"Astaga, ini so sweet sekali!"

"Nur ... Nuuuurrrr, Nuuuuuuurrrr!" Antara girang, penasaran, dan sedikit rasa takut karena stalker membuatku menjadi bar-bar saat memanggil Nur.

Nur yang sedang menata obat di luar ruang perawat terlonjak, "Woy mbak, ada apa? Kalem aja , manggil saya kek manggil tukang becak yang jaraknya jauhhh banget. " Nur merengut protes.

"Sini, cepetan Nur sini, buruan!" Aku memanggilnya dengan heboh.

"Apa sih mbak? aku lagi nata ob....at," kata-kata Nur menjadi tidak lancar saat melihat buket di tanganku.

"Ya Allah, mbak Adeeeelllll, cantiiikkk banget bunganya kek saya, darisiapa ituuuuh?" tanya Nur sambil merampas bunga dari genggamanku.

'Nah, begitu melihat bunga ini, dia yang lebay deh,' batinku.

"Loh, ini kan untuk mbak Adel, dari siapa mbak? mbak punya pacar? kok nggak pernah cerita ke saya sih." Nur sudah berubah menjadi mbak Nur Shihab rupanya.

"Nah, itu dia yang mau aku tanyakan, kamu tahu nggak siapa yang naruh buket bunga ini di sini?" tanyaku.

"Wah, nggak tahulah mbak, saya kan dari apotik, " jawab Nur.

"Iya juga sih, aku juga baru nganter bu Rania pulang," sahutku.

"Apa dari pak Roma atau dokter Andi? atau justru ada penggemar mbak Adel yang lain?" tanya Nur.

"Nggak tahulah Nur, gak usah dipedulikanlah, yuk kerja saja, aku belum menulis laporan pasien." Aku meneruskan pekerjaanku sambil berpikir, harusnya rumah sakit ini di lengkapi oleh cctv biar tahu siapa saja yang keluar masuk ke ruangan ini.

Saat tengah asyik menulis laporan sambil melamun, notifikasi w******p berbunyi.

[Sudah diterima belum buket bunga mawar dan klengkengnya?]

[semoga suka ya]

Dan yang paling mengejutkan adalah foto profile dari pengirim pesan w******p tanpa nama tersebut. Karena fotonya adalah........

next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    bab 50. Malam Pertama (Ending)

    Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    49. SAH!!!

    Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    48. Bantuan dari Papa

    pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    47. Curiga Adelia Hamil

    pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    46. Mas Roma Insyaf

    pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    bab 45. Permintaan Rania

    pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status