"Saya ..., heran deh dok, tadi saya ketemu pasien aneh, sekarang ketemu dokter aneh."
Aku membuang muka.Dokter Andi tertawa, " Pasien aneh gimana?" tanyanya."Hhhh, ya aneh lah pokoknya, males bahas saya dok," sahutku sambil mengaduk es jeruk dengan sedotan."Mbak Adel, tinggal jawab aja loh tentang pertanyaan saya, sudah punya suami atau belum? gitu aja bingung," Dokter Andi belum juga puas bertanya." Hhhh, embuh lah dok, saya belum kepikiran soal jodoh, saya cuma pingin kerja nabung terus nyenengin orang tua," jawabku."Oh gitu, berarti belum punya ya kesimpulannya ?" tanya dokter Andi lagi ."Eh bwambankkkkk, kalah mbak Najwa shihab dari elo soal interogasi, " batinku."Iya dokter, saya belum punya calon, mungkin gak laku," sahutku ketus."Hush, jangan bilang gitu mbak, ucapan itu doa lo, mbak Adel ini cantik cuma..." dokter Andi menghentikan kalimatnya."Cuma apa?!" mata auto melotot seketika."Cuma judes dan sering manyun. Itu yang bikin nggak kuat. Hahahaha." Dokter Andi tertawa. Tapi tiba-tiba tersedak."Uhukkk, uhuk," dokter Andi terbatuk-batuk sambil memegangi dadanya."Dok, dokter!" aku bingung, tanganku menepuk-nepuk punggungnya. Dari jarak cukup dekat, aku bisa melihat pipi halus dan rahang kokohnya.Hatiku bergetar. "Dokter ini ganteng juga." Aku menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran yang melintas tanpa permisi."Makanya, udah tahu kalau makan jangan sambil ngomong, tuh kan, tersedak sekarang," aku mengomel-ngomel.Tiba-tiba dokter Andi memegang tanganku. "Kamu khawatir sama aku?" tanyanya. Memandangku intens.Aku terdiam. Awas aja kalau dia tadi pura-pura tersedak, aku sunatin lagi. Eh, hush...pikiran aneh...hush..."Saya nggak khawatir, saya cuma nggak mau ya dokter tersedak terus dispneu (mengalami gangguan nafas atau gagal nafas), saya gak mau nolong, ga kuat nggendong, dan nggak mau ngasih nafas buatan.""Hahahaha, tambah judes tambah manis, jangan galak-galak ke sejawat dong, masak ramahnya cuma sama pasien aja, sama dokternya galak," sahut dokter Andi merajuk."Dokter salah makan ya tadi? baru sebulan kerja di RS sini, udah ngajak saya nemenin makan dan ngomong aneh-aneh, cepet makan aja dok, saya nguantuk !" seruku.Sebenarnya deg-degan juga digombalin cowok. Karena setelah dicampakkan borokokok, memang aku menutup diri dari mengenal makhluk adam."Ya sudah, saya makan dulu dengan tenang deh." Dokter Andi berhenti menggodaku dan kini serius dengan makanannya.Begitu makananya habis, dokter Andi pun membayarnya dan mengajakku pulang."Mbak Adel diantar ke kontrakan apa diantar ke rumah sakit lagi ?" tanyanya."Ke rumah sakit aja dokter, motor saya disana," jawabku.Saat masuk ke mobil dokter Andi, dokter Andi bertanya, " mbak boleh minta nomor Wa?"Aku mengangguk, sedikit ragu. Dokter Andi meraih ponselnya sambil menyetir. Aku menyebutkan sederet nomor dan dokter Andi menyimpannya.Sesampai di rumah sakit, aku segera membuka sabuk pengaman dan pintu mobil. Saat hampir keluar, dokter Andi memegang tanganku."Makasih mbak untuk malam ini, semoga bisa menemaniku lebih sering," tukasnya.Aku mendelik. Dokter Andi mengedipkan matanya. " Hahaha, sudah sana pulang mbak, besok dinas apa?" tanyanya."Malam, " sahutku, sambil melirik pergelangan tanganku yang masih ada dalam cekalan dokter Andi.Dokter Andi mengerti. Dia melepaskan tanganku dan membiarkanku keluar dari mobilnya.Aku berlari menuju tempat parkir motorku. Jantungku bergemuruh, tapi aku tetap berusaha tenang. Di atas sepeda, sebelum menghidupkan mesin motor, aku tersenyum sendiri."Ah, aku pasti sudah gila tersenyum-senyum sendiri di atas motor malam-malam." Aku menggetok kepalaku yang memakai helm dengan tangan.Seorang satpam yang berkeliling rumah sakit menegurku."Dorrr!" sapa pak Satpam memukul pundakku."Eeeehhh, copot-copot!" Aku nyaris melompat dari motor. " Ngagetin aja nih si bapak," tukasku."Lah, embak saya kira kesurupan, senyum-senyum sendirian ditengah malam pake nggetok kepala lagi, " jawab pak satpam.Aku tersipu malu. "Ya sudah pak, udah malam banget. Saya pulang dulu." kataku sambil menghidupkan dan melajukan motor.Sesampai dikontrakan aku segera berganti baju dan merebahkan diri. Merenungi hal ganjil yang terjadi seharian ini padaku. Aku masih bingung sikap dokter Andi yang tiba-tiba mengajakku menemani makan. Belum lagi perasaan sebel yang belum hilang akibat bertemu borokokok.Antara mimpi dan bangun, aku mendengar notifikasi w******p di ponsel. Setengah mengantuk, aku membuka layar ponsel.[Selamat tidur Macan][Manis cantik tapi galak][emoticon melet]Profile dokter Andi yang sedang bersidekap dan tersenyum ."Asem." aku bergumam sambil tersenyum dan memeluk ponsel.Esoknya setelah sholat subuh, aku berniat santai melihat drakor sambil maskeran. Tapi ternyata keinginanku harus sirna saat membaca pesan w******p dari mbak Iim, temanku yang bertugas dinas pagi.[Adel, tuker dinas ya][Aku ada acara keluarga][Nanti aku yang dinas malam langsung nerus besok dinas pagi]"Hm, males sebenarnya dinas pagi, pasti si borokokok pulang pagi ini dan ngerusuh lagi," gumamku.Tapi aku tidak tega melihat teman yang butuh bantuan.[Oke mbak, siap]Masih jam 5 pagi, cukup lah kalau untuk beres-beres rumah dan olahraga secukupnya.Aku bergegas mengambil sapu dan memutar musik blackpink sambil bersih-bersih rumah.Kemudian melakukan senam aerobik sampai jam 6 pagi.Semenjak aku sering mendapat body shamming tentang kegendatanku, apalagi sampai kejadian Roma berpaling dariku, aku memutuskan untuk berubah. Berolahraga teratur dan makan-makanan sehat. Bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri.Jam 06.45, aku sudah siap diatas motor kesayangan. Tak lupa mengunci pintu kontrakan sebelum berangkat kerja."Bismillah, nggak ketemu dokter aneh dan pasien aneh lagi," gumamku sebelum melajukan motor."Wah, Adelia nggantiin mbak Iim ya?" sapa Dwi, teman dinas malam."Yup, yuk operan dinas, Anif apa sudah datang?" tanyaku. Pasangan dinas mbak Iim sepertinya belum terlihat pagi ini."Mbak Anif minta tuker dinas sama saya mbak Adel," terdengar suara Nur yang tiba-tiba muncuk dari pintu masuk."Eaa, kita jodoh Nur," sahutku sambil menggandeng Nur."Beneran mau jodoh sama saya, bukan sama dokter An...awwww, sakit mbak." Nur mengaduh karena kakinya kuinjak.Aku mendelik. Nur meringis."Wah, kalian ini menyembunyikan apa ya? " tanya Dwi."Nggak ada say, ya sudah, ayo operan," sahutku.Kami berempat lalu berkeliling melakukanoperan dari kamar vip 1. Saat membuka kamar, terlihat bu Rania sedang menyusui bayinya ditunggui oleh pak Roma."Selamat pagi bu, ada keluhan? sekarang waktunya pulang ya, tunggu dokter visite dulu, " sapa Dwi."Ndak ada keluhan mbak, cuma saya mau minta tolong, diantara mbak ini ada nggak yang bisa mandikan anak saya sampai cuplak puser ?" tanya bu Rania penuh harap."Sekalian mengajari memandikan bayi, saya kan belum bisa, tenang saja, nanti fee nya disesuaikan dengan permintaan mbak," lanjut bu Rania.Kami berpandangan. "Kalau rumah saya agak jauh Bu, sepertinya tidak bisa kalau saya harus wira wiri memandikan setiap pagi dan sore," sahut Nur."Saya punya bayi juga masih usia 3 bulan, sepertinya saya tidak bisa menerima permintaan ibu," tukas Dwi."Rumah saya dekat, tapi saya gak bisa naik sepeda motor, " sambung Putri.Pandangan mereka kemudian serempak mengarah padaku."Aaargghhh, kenapa seolah takdir bersekongkol agar aku ketemu terus sama si borokokok, " batinku."Tinggal mbak Adel nih, jadi, mbak Adel mau nggak mandiin bayi saya sampai cuplak puser?" tanya bu Rania.Aku bingung, "Sebenarnya saya...."next?Semua mata memandang kearahku. Terutama Roma yang tersenyum-senyum. "Roma, kamu sungguh Ter-la-lu," batinku."Sebenarnya...., saya bisa, tapi saya waktunya pulang ke rumah kalau libur dinas 2 hari lagi," jawabku."Gak apa-apa mbak Adel, cuma seminggu kan biasanya bayi cuplak puser, lagipula mbak Adel kan sering mandiin bayi to." Tahu-tahu Nur ngejeplak begitu saja. Padahal aku berencana menolak secara tak kasat mata.'Aduh Marimar, gak bisa ngeles lagi nih,' gumamku."Hm, apa tidak dimandikan yangtinya mungkin bu? " tanyaku aku masih berusaha nego."Dulu yang memandikan saya waktu kecil mbah dukun mbak. Mama saya memandikan saya saat saya sudah cuplak puser," sahut bu Rania."Hm, baiklah bu, saya bantu dan saya ajari memandikan bayi ya," sahutku akhirnya.Perkara nanti ketemu Roma di rumah bu Rania itu urusan belakang deh, yang penting sekarang operan dulu."Kalau gitu kami lanjut operan dinas dulu," kami berlalu dari hadapan bu Rania.Selesai operan dinas, aku dan Nur segera menyiapk
Foto profile yang ada di Whatsapp misterius itu adalah fotoku saat balita!Lengkap dengan pipi tembam dan tubuh gempalku."Aduh gusti, ini siapa yang udah usil sih, " batinku.Aku ingat-ingat lagi dimana aku pernah posting foto masa kecil."Oh My God, di Facebook ! jadi pengirim bunga dan klengkeng ini sampai stalker sosmed aku buat save foto masa kecilku !? benar-benar kurang kerjaan." Aku menulis laporan sambil mengomel-ngomel sendiri.Nur yang sudah menata obat dan kini di ruang perawat denganku tertawa terpingkal-pingkal melihatku."Eh, ngapain kamu ketawa ketiwi gitu? " semburku."Habisnya mbak Adel lucu, kerja sama ngomel, eh ngomel sama kerja," sahut Nur."La ini, ada orang aneh, masak ambil foto masa kecilku di facebook terus dijadiin foto profile whatsapp, kan aneh," omelku ."Kek ga ada kerjaan aja, awas aja kalau ketemu ntar bakalan aku...?" omelanku terpotong oleh suara Nur."Aku kawinin...hahaha," Nur ngakak."Enak aja, belum kenal juga," sahutku."Mbak Adel udah usia 24
Aku bengong dan mulutku terbuka melihat dokter Andi bertelanjang dada dan hanya memakai bokser di depanku."Aaaaaa!!"Aku berteriak melihat roti sobek susun 6 tersedia di depan mata."Wah, ada vitamin A dosis tinggi !" batinku bersemangat. Eh.Tunggu ! di tangan dokter Andi kenapa ada ponsel yang menyala.Antara penasaran dengan ponsel yang berbunyi dan gemas dengan roti sobek, aku mendekatinya.Dokter Andi menyembunyikan ponsel yang dibelakang badannya. Tapi terlambat.Tanganku kananku sudah memegang ponselnya dan ikut ditarik kebelakang punggungnya juga sehingga jarak kami begitu dekat.Oh My God. Jantungku berdentam keras saat melihat tatapannya yang menghujam. Saat wajahnya mendekati wajahku, aku memejamkan mata. Sengaja kubiarkan dia melakukannya agar lengah. Dan, tangan kananku yang sudah berada di punggungnya menarik keras ponsel, sedangkan tangan kiriku mencubit tangan dokter Andi."Aaawwww!" Dokter Andi memekik kaget sambil menjauhkan wajah dariku. Tangan kanannya mengel
pov RomaAku mengamati Adelia dan Andi dari dalam ruang tamu, kenapa Adelia tampak malu-malu begitu dan Andi tampak senyum-senyum gak jelas. Aku jadi menyesal melepas Adelia dulu karena dia gendut. Sekarang jadi langsing cantik, seperti before afternya jessica milla dalam film imperfect.Aku jadi tersenyum sendiri membayangkan pertemuan pertamaku dengan Adel saat dia pingsan di acara MOS saat SMA dulu.Flash back si Roma :"Alhamdulillah aku diterima juga di SMA favorite di kota ini. " Gumamku sambil melihat lembar nama siswa yangtergantung di papan pengumuman."Kepo ah, siapa sih yang meraih peringkat NEM terbaik masuk di SMA ini, " aku menelusuri nomor paling atas dengan telunjukku."Ah ini dia ketemu, Adelia Nareswari. Namanya cantik, deketin aja ah, siapa tahu bisa nebeng bikin PR, " aku bersorak dalam hati dengan ide cerdasku.Aku memang siswa pas-pasan. Pas mau jawab ujian, pas bener. Pas malas bikin PR, pas ada teman yang meminjamkan PRnya untuk kusalin.Berkat wajah rupawan d
pov Roma"Caranya adalah kamu bawa ponsel aja ke kelas Del, ntar kalau sudah selesai mengerjakan ujian, kamu tinggal whatsapp aku saja, gimana ?" pintaku."Ntar kalau ketahuan gimana Roma? aku takut, " serunya."Kalau kamu duduk di depan, kamu gak perlu ngasih aku jawaban, tapi kalau kamu duduk di tengah atau di belakang, kamu harus ngasih tahu aku jawaban via whatsapp, gimana?" pintaku memelas. Agar lebih meyakinkan aku menggenggam tangannya. Tangan tebal yang teraba kasar. Mungkin Adelia ini sudah biasa nguli. "Kelulusanku tergantung padamu Del," kataku.Dan, Adelia pun mengangguk. "Oke, aku setuju dengan ide mu Roma." Sahutnya mantap."Dasar bucin tingkat nasional, hahahaha, " aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.Keberuntungan berpihak padaku. Saat UAN, aku dan Adel memang beda kelas. Tapi kita sama-sama duduk di belakang.Mulus sudah jalanku menuju kelulusan karena seorang Adelia.Tentu saja aku juga membayar jerih payah Adel belajar dengan membawakan sekantung kresek kelengk
pov RomaAku menatap wajah Rania. "Ibu whatsapp yang, meminta kita cepat pulang. "Jawabku cepat seraya memasukkan ponsel ke saku celana. Tentang whatsapp Adelia, bisa dipikirkan nanti.Rania tersenyum dan mengangguk, " ya sudah, ayo pulang yang," tukasnya sambil mengelap bibir dengan tissue."Oh iya, aku boleh gak jenguk mamamu? " tanya Rania saat kami sudah berada dalam mobil menuju arah pulang."Jangan dulu yang, aku ada urusan toko sama mama, aku antar kamu pulang dulu ya," sahutku cepat.Aku ingin pulang sendirian ke rumah dan langsung menelepon Adelia untuk menjelaskan apa yang terjadi diantara aku dan Rania."Roma, tunggu ," seru mama saat aku sampai di rumah dan hendak nyelonong ke kamar.Dengan malas aku mendatangi ibu yang bersedekap di tangga rumah."Kenapa mukamu seperti ditekuk? kamu ada masalah dengan Adelia kan?" tegur mama.Aku terhenyak. Kenapa mama bisa tahu. Jangan-jangan...."Mama ya yang kirim fotoku sama Rania ke nomor Adel?" tanyaku mengintimidasi."Iya, memang m
pov RaniaHari ini tiba-tiba perutku mulas, keluar lendir darah dari area kewanitaanku. Memang bulan ini adalah waktu perkiraan bersalinku. Setelah seminggu yang lalu aku merasa mulas dan saat periksa ke dokter kandungan hanya pembukaan satu, maka aku diinstruksikan untuk pulang kembali membawa beberapa obat yang telah diresepkan.Aku berteriak memanggil mami dan bang Roma, suamiku. "Mi...Mami, perutku mules sekali, tolong," seruku."Yang, tolong, sepertinya anak kita mau keluar inih !" aku yang saat itu sedang tidur siang berteriak-teriak tiada henti.Mami segera berlari ke kamarku di lantai dua. Bang Roma pun demikian. Tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang kesakitan."Yang, aku tidak kuat berjalan lagi, tolong gendong aku, " seruku memelas.Mas Roma tampak melongo.Mungkin merasa keberatan karena sejak hamil berat badanku bertambah 15 kilo."Jangan melongo saja Roma, ayok berangkat ke rumah sakit. Kebetulan Andi kan sedang dinas, gendong istrimu dong masa ga mau sih." Mami merepe
pov dokter AndiNamaku Andi. Andi Satria Abadi. Papa mamaku adalah pemilik perusahaan pengalengan ikan sarden terbesar di kota kelahiranku ini.Saat lulus SMA, aku diharapkan untuk kuliah di jurusan ekonomi manajemen agar bisa menggantikan papa memimpin perusahaan. Karena kakakku seorang perempuan, maka aku satu-satunya yang diharapkan untuk menggantikan posisi papa.Tapi aku punya pilihan lain. Aku ingin kuliah kedokteran. Menjadi dokter adalah impianku sejak kecil.Aku mengikuti bimbel setiap hari dan belajar keras setiap malam. Agar aku bisa diterima di fakultas kedokteran. Papa dan mama mengira aku bimbel dan belajar untuk masuk ke jurusan yang mereka inginkan.Tibalah saat pengumuman UMPTN, dan aku diterima di salah satu universitas negeri di Surabaya jurusan kedokteran.Aku bahagia tapi ketakutan. Bingung campur senang untuk memberitahukan pada orang tuaku.Maka dengan segenap keberanian aku mengungkapkan kelulusan dan pilihanku pada papa. Dan seperti kuduga pemilik perusahaan