Home / Romansa / PASUTRI MAGANG / PASUTRI MAGANG

Share

PASUTRI MAGANG

Author: Upik abu
last update Last Updated: 2025-10-16 23:02:35

BAB, 02.

🌻

Suasana hening. Athar menatap ayahnya dengan rahang mengeras, lalu memalingkan pandang kearah Aylin yang tampak pasrah dengan pilihannya barusan.

" Baiklah...kalau ini yang ayah mau." Sahut Athar lirih sembari memalingkan muka.

Ayah tersenyum, laki-laki paruh baya itu menoleh kearah Aylin. Dengan wajah tenang, Pak Ardian menatap calon menantunya.

" Nak Aylin, kamu tidak perlu khawatir soal ini. Karena... pernikahan ini sah dimata agama dan juga negara. Untuk itu, saya memberikan waktu satu jam untukmu memberitahu keluargamu tentang pernikahan ini. Saya tunggu, dan gaun pengantinnya...saya rasa pas jika dipakai olehmu. "

Aylin berdiri di sudut ruang rias yang kini terasa semakin sempit. Tangannya bergetar saat menggenggam ponsel, menatap nomor adik laki-lakinya yang tersimpan di daftar kontak. Ia menelan ludah, lalu menekan tombol panggil.

" Raihan...bisa datang ke gedung pernikahan Grand Asmara sekarang? bawa ibu dan dua orang saksi, ya." Pinta Aylin dengan suara pelan namun tegas.

" Lho, kak...ada apa? Bukannya kakak kerja sebagai asisten perias disana?" terdengar suara Raihan begitu heran setelah mendengar ucapannya.

Aylin menarik napas panjang, " iya...tapi sekarang, aku...aku yang akan menikah. "

Suara Raihan semakin nyaring, " apa? kakak bercandaa 'kan? "

Aylin menggigit ujung kukunya. " Tidak, Raihan. Tolong, jangan banyak tanya dulu. Bawa ibu, ya. Aku butuh kalian. "

Sambungan terputus. Jantung Aylin berdetak cepat. Ia mencoba menenangkan diri sambil membenahi roknya yang mulai disematkan perias utama. Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Raihan masuk tergesa dengan wajah bingung, diikuti ibunya yang masih lemah, dan bude yang selalu cerewet sejak dulu.

Bude mendekat, menatap Aylin dari balik cermin sembari menyipitkan kedua matanya penuh curiga." Aylin, ini maksudnya apa? Kenapa menikah begini cepat? Jangan bilang kau... tertangkap basah dengan laki-laki yang saat ini akan jadi suamimu?"

Dengan cepat Aylin menggeleng, " bukan, Bude. Bukan seperti itu. "

Bude melipatkan kedua tangannya di depan ulu hatinya, " lalu apa? Orang baru bertemu seminggu pun tidak akan secepat ini!"

Aylin berusaha tersenyum meski suaranya bergetar, " aku tahu ini aneh, tapi keluarga calon suamiku orang baik-baik, Bude. Tolong... percayalah kali ini padaku. "

Sang ibu hanya memandangi putrinya dengan mata berkaca, sementara Raihan sang adik menatapnya tak percaya.

" Raihan, percayalah pada kakak. Ini semua tidak seperti ada pada pikirannya Bude. " Ucap Aylin.

Raihan mengangguk, " kak...siapa calon suaminya?"

Aylin terdiam sejenak sebelum menjawab pelan, " Athar."

Raihan ternganga kecil. Nama itu begitu familiar- kakak kelas Aylin yang dulu sempat mendatangi rumahnya dan memaki-maki Aylin karena Aylin membela adiknya yang di bully oleh seorang kakak kelas yang bernama Melody.Tapi, sebelum sempat bertanya lebih jauh, panitia pernikahan memanggil mereka untuk bersiap.

🌻

Di ruang sebelah, Athar berdiri bersama penghulu, mencoba melafalkan nama lengkap Aylin dengan suara tegang.

" Aylin Zahira Anindya...Aylin Zahira Anindya.." gumamnya lirih.

" Tenangkan diri, Nak. Sebentar lagi dimulai." Gumam asisten penghulu sembari tersenyum kecil.

Aylin keluar dari ruang rias dengan gaun putih sederhana, wajahnya terlihat anggun meski matanya sembab. Raihan berdiri disampingnya, masih bingung tapi berusaha tegar.

Upacara pernikahan dengan adat Betawi tersebut berlangsung dengan cepat. Suara penghulu menggema di antara tamu-tamu penting yang masih terkejut mendengar kabar pergantian mempelai.

" Athar Ardian Pratama, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Aylin Zahira Anindya, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai di bayar tunai! " ujar penghulu menggema.

Athar tampak menatap Aylin sejenak, lalu menghela napas. " Saya terima nikahnya Aylin Zahira Anindya binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai. "

Suara tamu mengucap kata' sah' hampir bersamaan.

Aylin menutup mata, menahan air mata yang nyaris jatuh.

Dalam satu lafaz izab kabul, hidupnya berubah sepenuhnya- dari seorang asisten perias pengantin menjadi pengantin itu sendiri. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya, kini Aylin sudah sah bergelar istri orang. Ia mencium takzim punggung tangan Athar, suaminya. Hati Athar bergetar, andai saja Melody yang saat ini mencium punggung tangannya dengan penuh haru.

🌻

BERSAMBUNG...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB,08. 🌻 Malam itu ruang makan keluarga Ardian tampak lebih hangat dari biasanya. Lampu gantung kristal di langit-langit memantulkan cahaya lembut ke meja makan panjang yang tertata rapi. Di atasnya, tersaji makanan rumahan sederhana berupa sop ayam hangat, ikan gurame goreng, sambal terasi, dan sepiring tahu tempe goreng yang baru saja diangkat dari penggorengan. Pak Ardian yang biasanya pulang larut karena urusan kantor, malam itu sudah duduk di kursinya pukul tujuh. Wajahnya tampak lebih santai, meski tetap memancarkan wibawa seorang pemimpin. Di sisi kanan, Athar makan dalam diam, sementara Aylin duduk bersebrangan, tampak berhati-hati dalam setiap gerakannya. Awalnya hanya terdengar suara sendok dan garpu beradu di piring. Sampai akhirnya Pak Ardian menatap putra semata wayangnya dan berucap pelan, " ayah berpikir, mungkin sudah waktunya kamu punya sekretaris pribadi, Athar." Athar menghentikan gerakan tangannya, lalu menatap ayahnya dengan kening sedikit berkerut. "

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 07. 🌻 Siang itu, matahari seperti tak mengenal ampun. Udara panas menekan kulit, membuat napas terasa berat. Namun Athar tidak peduli. Sudah hampir dua jam ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, mencari seseorang yang bahkan jejaknya pun seolah menghilang begitu saja-Melody. Ia baru saja turun dari mobil di depan sebuah rumah bercat abu-abu. Di teras, seorang perempuan muda- teman kuliah Melody menatapnya ragu. " Maaf, kak Athar...aku benar-benar nggak tahu Melody ke mana. Terakhir kali kami ngobrol itu, seminggu sebelum hari pernikahan kalian," ujar perempuan itu pelan, menunduk. Athar menarik napas panjang, menatap tanah beberapa detik sebelum akhirnya berkata lirih, " Dia gak pernah cerita apa pun? Tentang masalah, atau... sesuatu yang membuatnya pergi begitu saja?" Perempuan itu menggeleng. " Tidak. Justru dia kelihatan bahagia waktu itu. Kami bahkan sempat bercanda soal gaun nikahnya." Jawaban itu justru menambah berat di dada Athar. Ia mengucapkan te

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 06. 🌻 Suasana siang di gang sempit kawasan kontrakan itu awalnya begitu biasa. Angin membawa aroma kuah seblak dari ujung jalan, suara-suara anak kecil yang bermain bola plastik bersahutan, dan di teras rumah Bu Reni, tiga ibu sedang duduk melingkar sambil menikmati seblak dan juga teh manis dingin juga membicarakan hal-hal tidak jauh dari urusan orang. Namun tiba-tiba, suara mesin mobil mewah terdengar mendekat. Warna hitam mengilap dari bodinya membuat kepala semua orang spontan menoleh. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah kecil berdinding hijau pucat milik Bu Dasimah. " Lho, itu bukan mobil murah, Bu. " Gumam Bu Reni sambil melongok dari kursinya. " Iya-iya...mobil orang kaya itu, " timpal Bu Sumi, matanya membulat penasaran. " Eh, bukannya itu rumah Bu Dasimah? " " Iya. Tapi siapa yang mau datang ke rumah kecil begitu pake mobil bagus gitu, ya?" sahut Bu Rina yang paling muda diantara mereka, nada suaranya meninggi setengah berbisik. Mereka terdiam sejenak,

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 05. 🌻 Pagi itu menyapa dengan lembut- langit Jakarta berwarna biru muda, dihiasi sinar mentari yang menetes hangat di sela jendela kaca rumah besar keluarga Ardian. Suara burung gereja terdengar samar, kalah oleh gemuruh kendaraan di kejauhan. Namun di dapur yang harum oleh aroma tumisan bawang dan nasi hangat, suasana terasa begitu damai. Aylin berdiri di depan kompor dengan apron lusuh yang dipinjam dari Bi Jumina. Tangannya cekatan mengaduk wajan, bibirnya menyenandungkan nada kecil yang hampir tenggelam oleh desir uap panas. Hari ini ia menyiapkan sarapan- bukan roti panggang dan susu hangat seperti biasanya, tapi nasi putih hangat, telur dadar keemasan, sambal goreng tempe, dan sup bening yang mengeluarkan wangi menenangkan. “Non Aylin, ndak usah repot-repot. Biasanya cuma roti sama susu aja, kok,” ucap Bi Jumina dari meja makan, suaranya penuh kekhawatiran sekaligus kagum. Aylin menoleh, tersenyum lembut. “Saya terbiasa makan nasi, Bi. Kalau belum makan nasi rasa

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 04. 🌻 Aylin melangkahkan kakinya perlahan menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan kamar tidur milik suami dadakannya. Setiap langkah terasa berat, seperti membawa segunung keraguan dan rasa asing yang menyesakkan dada. Begitu sampai di depan pintu kamar, Aylin berhenti. Jemarinya sempat ragu, tapi akhirnya ia mengetuk pintu dua kali dengan lembut. Sunyi. Ia berniat mengetuk sekali lagi ketika sebuah suara dari belakang mengejutkannya. " Non, itu kamarnya Tuan muda. Nggak usah di ketuk segala, " ujar seorang wanita tua bertubuh gempal sambil tersenyum lebar. Di tangannya, ia membawa nampan berisi dua gelas susu hangat yang masih terlihat kepulan asap tipis. Aylin menoleh cepat. Wanita itu tampak ramah, dengan wajah bulat dan sorot mata yang hidup. " Saya Bi Jumina, " katanya kemudian, " pengurus rumah tangga disini. Dulu, ikut sama almarhumah ibu Tuan muda dari Jawa Tengah." Nada suaranya terdengar hangat tapi menggoda, seolah mengerti betul bagaima

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 03. 🌻 Aylin Zahira Anindya adalah sosok perempuan berusia dua puluh tujuh tahun yang hidupnya diwarnai perjuangan dan kesederhanaan. Sejak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu, ia tinggal bersama sang ibu yang kini sakit-sakitan karena riwayat lambung yang sudah parah, serta adik laki-lakinya, Raihan, di sebuah kontrakan kecil di sudut kota Jakarta. Setiap pagi, Aylin berangkat lebih awal menuju tempat kerjanya sebagai asisten perias pengantin. Upahnya tidak besar, namun cukup untuk membayar uang kontrakan dan sedikit kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, Raihan bekerja sebagai supir angkot, berkeliling jalanan panas dan macet ibu kota demi membawa pulang uang yang pas untuk makan sehari-hari mereka bertiga. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Aylin tetap menjadi perempuan kuat, cerdas dan juga berparas cantik. Sifatnya yang lembut dan penuh kasih membuat siapa pun yang mengenalnya merasa nyaman. Ia jarang mengeluh, bahkan ketika lelah menekan pundaknya, ia masih mampu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status