Home / Romansa / PASUTRI MAGANG / PASUTRI MAGANG

Share

PASUTRI MAGANG
PASUTRI MAGANG
Author: Upik abu

PASUTRI MAGANG

Author: Upik abu
last update Last Updated: 2025-10-16 22:16:42

BAB, 01.

🌻

Athar mondar-mandir di ruang tunggu dengan ponsel di tangannya. Jemarinya terus menekan nomor yang sama, namun hanya nada sambung yang terdengar. Wajahnya pucat, keringat dingin mengalir di pelipis.

" Angkat, tolong...jangan begini..." gumam Athar lirih, menatap layar ponselnya yang kembali menunjukkan tulisan tidak dapat dihubungi.

Pintu ruang tunggu terbuka. Sang ayah masuk dengan wajah tegang.

" Athar, " suaranya berat, menahan emosi, " mana calon istrimu? tamu sudah menunggumu hampir satu jam. "

Athar menunduk, suaranya bergetar." Ayah...aku sudah mencoba menghubunginya berkali-kali. Dia tidak menjawab, bahkan pesan pun tidak dibaca."

Ayah menarik napas panjang, menatap sekeliling gedung yang mulai dipenuhi bisik-bisik tamu.

" Kau tahu apa yang sedang mereka bicarakan di luar sana? Mereka bilang pernikahan ini batal. Mereka bilang keluarga kita di permalukan."

Athar menggigit bibirnya, hatinya terasa hancur. " Aku..., aku tidak tahu, Yah. Tadi pagi dia masih mengirim pesan, bilang sudah bersiap."

Ayah mengepalkan tangannya. " Kita tidak bisa terus menunggu. Waktu berjalan, dan setiap detiknya membuat nama kita semakin jatuh. "

Athar menatap ayahnya dengan mata memohon." Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Sang ayah menatapnya tajam, lalu berkata pelan namun tegas, " kalau dia tidak datang juga...ayah akan carikan penggantinya. Hari ini akad akan tetap berjalan, Athar. Aku tidak mau menanggung malu. "

Athar terdiam. Suara riuh rendah tamu di luar terasah seperti gemuruh yang menghantam dadanya. Dunia seakan berhenti di antara detik itu- antara cinta yang pergi dan kewajiban yang memaksanya bertahan.

🌻

Di sisi lain....

Di ruang tunggu yang dipenuhi aroma bunga dan riuh pelan para tamu, Aylin duduk di sudut kursi panjang. Jemarinya sibuk menggulir layar ponsel, meski pikirannya tak tenang. Waktu sudah lewat satu jam dari jadwal seharusnya, namun belum ada tanda-tanda pengantin perempuan datang.

Suasana gedung mulai dipenuhi bisik-bisik tidak nyaman, hingga langkah seorang laki-laki paruh baya mendekat kearahnya. Jas hitamnya tampak sedikit kusut, wajahnya tegang.

" Kamu, Aylin bukan? asisten perias pengantin?"

Aylin menatap gugup, " i-iya, pak. Ada yang bisa saya bantu? "

Laki-laki paruh baya yang ternyata adalah ayah dari calon mempelai pria tersebut terlihat menarik napas berat. " Calon menantu saya...dia hilang. Tidak bisa dihubungi sama sekali. Orang-orang sudah saya suruh mencari, tapi hasilnya nihil."

Aylin tertegun, " hilang? Maksud Bapak, kabur?"

Ayahnya Athar mengangguk pelan, wajahnya muram. " Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi, pernikahan ini tidak boleh batal. Nama keluarga kami di pertaruhkan. "

Aylin hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus berkata apa, hingga lelaki itu menatapnya dalam-dalam.

" Nak Aylin, maukah kamu bantu saya? Jadi penggantinya Melody. Jadi pengantin Athar. "

Aylin mendadak berdiri, " apa? Tidak mungkin, pak. Saya hanya asisten perias, bukan-"

Lelaki paruh baya itu menyela, " sepuluh miliar. Itu yang akan kamu dapatkan kalau kamu mau membantu keluarga kami. " Suaranya terdengar penuh tekanan.

Mata Aylin membulat. Angka itu terngiang begitu jelas di telinganya. Uang sebanyak itu bisa menjadi obat bagi ibunya yang tengah sakit keras.

" Sepuluh...miliar? " gumamnya lirih.

" Ya. Semuanya akan saya urus. Kamu hanya perlu berdiri di pelaminan itu. " Ujar Pak Ardian Abimanyu.

Aylin menunduk lama, pikirannya berkecamuk antara logika dan kebutuhan. Hingga akhirnya, dengan suara yang nyaris tidak terdengar, ia berkata, " baik, Pak...saya akan melakukannya. "

Beberapa jam kemudian, kabar itu sampai kepada Athar. Lelaki itu langsung mendatangi ruang rias dengan langkah cepat, wajahnya pucat menahan emosi.

" Ayah, ini...lelucon, kan'? " Athar menatap ayahnya penuh harap.

" Tidak ada pilihan lain, Athar. Melody kabur, dan gadis ini bersedia untuk menikah denganmu. " Ucap ayah sembari melirik kepada Aylin.

Athar menatap Aylin dengan memasang wajah tak percaya." Lo? dari semua orang, kenapa harus Lo? Apa Lo lupa apa yang pernah terjadi waktu SMA? "

Aylin menunduk, dengan suara pelan ia menjawab." Saya juga tidak mau, tapi...saya juga butuh uang itu."

Athar mengalihkan pandangannya dari Aylin, dan kini Athar menatap ayahnya." Athar gak mau menikah dengan dia. "

Pak Adrian memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana panjangnya. " Kalau begitu,lupakan warisanmu. Ayah akan mencabut semua hakmu sebagai pewaris."

🌻

BERSAMBUNG...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB,08. 🌻 Malam itu ruang makan keluarga Ardian tampak lebih hangat dari biasanya. Lampu gantung kristal di langit-langit memantulkan cahaya lembut ke meja makan panjang yang tertata rapi. Di atasnya, tersaji makanan rumahan sederhana berupa sop ayam hangat, ikan gurame goreng, sambal terasi, dan sepiring tahu tempe goreng yang baru saja diangkat dari penggorengan. Pak Ardian yang biasanya pulang larut karena urusan kantor, malam itu sudah duduk di kursinya pukul tujuh. Wajahnya tampak lebih santai, meski tetap memancarkan wibawa seorang pemimpin. Di sisi kanan, Athar makan dalam diam, sementara Aylin duduk bersebrangan, tampak berhati-hati dalam setiap gerakannya. Awalnya hanya terdengar suara sendok dan garpu beradu di piring. Sampai akhirnya Pak Ardian menatap putra semata wayangnya dan berucap pelan, " ayah berpikir, mungkin sudah waktunya kamu punya sekretaris pribadi, Athar." Athar menghentikan gerakan tangannya, lalu menatap ayahnya dengan kening sedikit berkerut. "

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 07. 🌻 Siang itu, matahari seperti tak mengenal ampun. Udara panas menekan kulit, membuat napas terasa berat. Namun Athar tidak peduli. Sudah hampir dua jam ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, mencari seseorang yang bahkan jejaknya pun seolah menghilang begitu saja-Melody. Ia baru saja turun dari mobil di depan sebuah rumah bercat abu-abu. Di teras, seorang perempuan muda- teman kuliah Melody menatapnya ragu. " Maaf, kak Athar...aku benar-benar nggak tahu Melody ke mana. Terakhir kali kami ngobrol itu, seminggu sebelum hari pernikahan kalian," ujar perempuan itu pelan, menunduk. Athar menarik napas panjang, menatap tanah beberapa detik sebelum akhirnya berkata lirih, " Dia gak pernah cerita apa pun? Tentang masalah, atau... sesuatu yang membuatnya pergi begitu saja?" Perempuan itu menggeleng. " Tidak. Justru dia kelihatan bahagia waktu itu. Kami bahkan sempat bercanda soal gaun nikahnya." Jawaban itu justru menambah berat di dada Athar. Ia mengucapkan te

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 06. 🌻 Suasana siang di gang sempit kawasan kontrakan itu awalnya begitu biasa. Angin membawa aroma kuah seblak dari ujung jalan, suara-suara anak kecil yang bermain bola plastik bersahutan, dan di teras rumah Bu Reni, tiga ibu sedang duduk melingkar sambil menikmati seblak dan juga teh manis dingin juga membicarakan hal-hal tidak jauh dari urusan orang. Namun tiba-tiba, suara mesin mobil mewah terdengar mendekat. Warna hitam mengilap dari bodinya membuat kepala semua orang spontan menoleh. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah kecil berdinding hijau pucat milik Bu Dasimah. " Lho, itu bukan mobil murah, Bu. " Gumam Bu Reni sambil melongok dari kursinya. " Iya-iya...mobil orang kaya itu, " timpal Bu Sumi, matanya membulat penasaran. " Eh, bukannya itu rumah Bu Dasimah? " " Iya. Tapi siapa yang mau datang ke rumah kecil begitu pake mobil bagus gitu, ya?" sahut Bu Rina yang paling muda diantara mereka, nada suaranya meninggi setengah berbisik. Mereka terdiam sejenak,

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 05. 🌻 Pagi itu menyapa dengan lembut- langit Jakarta berwarna biru muda, dihiasi sinar mentari yang menetes hangat di sela jendela kaca rumah besar keluarga Ardian. Suara burung gereja terdengar samar, kalah oleh gemuruh kendaraan di kejauhan. Namun di dapur yang harum oleh aroma tumisan bawang dan nasi hangat, suasana terasa begitu damai. Aylin berdiri di depan kompor dengan apron lusuh yang dipinjam dari Bi Jumina. Tangannya cekatan mengaduk wajan, bibirnya menyenandungkan nada kecil yang hampir tenggelam oleh desir uap panas. Hari ini ia menyiapkan sarapan- bukan roti panggang dan susu hangat seperti biasanya, tapi nasi putih hangat, telur dadar keemasan, sambal goreng tempe, dan sup bening yang mengeluarkan wangi menenangkan. “Non Aylin, ndak usah repot-repot. Biasanya cuma roti sama susu aja, kok,” ucap Bi Jumina dari meja makan, suaranya penuh kekhawatiran sekaligus kagum. Aylin menoleh, tersenyum lembut. “Saya terbiasa makan nasi, Bi. Kalau belum makan nasi rasa

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 04. 🌻 Aylin melangkahkan kakinya perlahan menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan kamar tidur milik suami dadakannya. Setiap langkah terasa berat, seperti membawa segunung keraguan dan rasa asing yang menyesakkan dada. Begitu sampai di depan pintu kamar, Aylin berhenti. Jemarinya sempat ragu, tapi akhirnya ia mengetuk pintu dua kali dengan lembut. Sunyi. Ia berniat mengetuk sekali lagi ketika sebuah suara dari belakang mengejutkannya. " Non, itu kamarnya Tuan muda. Nggak usah di ketuk segala, " ujar seorang wanita tua bertubuh gempal sambil tersenyum lebar. Di tangannya, ia membawa nampan berisi dua gelas susu hangat yang masih terlihat kepulan asap tipis. Aylin menoleh cepat. Wanita itu tampak ramah, dengan wajah bulat dan sorot mata yang hidup. " Saya Bi Jumina, " katanya kemudian, " pengurus rumah tangga disini. Dulu, ikut sama almarhumah ibu Tuan muda dari Jawa Tengah." Nada suaranya terdengar hangat tapi menggoda, seolah mengerti betul bagaima

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 03. 🌻 Aylin Zahira Anindya adalah sosok perempuan berusia dua puluh tujuh tahun yang hidupnya diwarnai perjuangan dan kesederhanaan. Sejak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu, ia tinggal bersama sang ibu yang kini sakit-sakitan karena riwayat lambung yang sudah parah, serta adik laki-lakinya, Raihan, di sebuah kontrakan kecil di sudut kota Jakarta. Setiap pagi, Aylin berangkat lebih awal menuju tempat kerjanya sebagai asisten perias pengantin. Upahnya tidak besar, namun cukup untuk membayar uang kontrakan dan sedikit kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, Raihan bekerja sebagai supir angkot, berkeliling jalanan panas dan macet ibu kota demi membawa pulang uang yang pas untuk makan sehari-hari mereka bertiga. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Aylin tetap menjadi perempuan kuat, cerdas dan juga berparas cantik. Sifatnya yang lembut dan penuh kasih membuat siapa pun yang mengenalnya merasa nyaman. Ia jarang mengeluh, bahkan ketika lelah menekan pundaknya, ia masih mampu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status