Accueil / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 55 - LAKI-LAKI LAIN?

Share

55 - LAKI-LAKI LAIN?

last update Dernière mise à jour: 2025-08-23 22:46:07

Kosan Gendis. Pria itu berdiri di luar pintu sambil tersenyum, matanya sempat melirik sekeliling lingkungan kosan.

“Mas, ini hapenya... dan saya pinjam chargernya ya,” ucap Gendis pelan, menyerahkan ponsel dengan wajah sedikit canggung.

“Boleh kok. Um... jadi Mbak nanti pindah ke kontrakan itu, ya?” tanya pria itu, masih ramah.

“Iya, Mas. Di sini cuma numpang dua malam buat tidur, sambil nungguin barang-barang buat di kontrakan,” jawab Gendis, tersenyum tipis sambil menundukkan wajahnya.

“Ah... kalau ada perlu, apapun itu, panggil saya aja. Kamar saya di sini, tapi saya pulang biasanya jam tujuh malam baru nyampe rumah,” ucap pria itu tulus, nadanya penuh perhatian.

“Terima kasih banyak atas tawarannya, Mas,” balas Gendis lembut, suaranya nyaris bergetar.

“Kalau gitu... saya siap-siap kerja dulu. Oh iya, nama saya Angga. Mbak...?” ucapnya sambil tersenyum hangat.

“Nama saya... saya Dita,” jawab Gendis, matanya menunduk, sedikit gugup.

“Oh, Dita... oke. Saya kerja dulu
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • PELAN PELAN SAYANG    102 - WANITA ITU BERNAMA MAYA

    “Tapi, aku takut Mama sama Papa kamu datang kayak waktu itu Mas...” ucap Gendis yang tampak sedikit ragu dan teringat sesuatu yang menyakiti hatinya. “Tenang aja, Sayang. Saya seharian ini temani kamu dan nggak ada yang berani menyakiti kamu lagi,” ucap Rain meyakinkan Gendis. “Oke! Aku mau, Mas! Sekalian belanja ya, Mas,” ucap Gendis dengan semangat. “Iya, Sayang. Apa aja yang mau kamu beli, kita beli,” ucap Rain sambil menatapnya penuh kasih. “Yes! Terima kasih, Sayang...” ucap Gendis sambil tersenyum lebar, lalu memeluk Rain dengan hangat. Pagi itu, Gendis merasa lebih bertenaga dan bahagia. Rain menemaninya menonton TV sambil menikmati camilan buah yang asam. “Ah... Sayang... ini terlalu...” ucap Rain yang tak bisa lagi menahan ekspresinya saat mencoba buah kering itu. “Mas, ini tuh enak banget. Nggak asem kok, malah manis,” ucap Gendis sambil mengunyah dengan santai. “Nggak bisa, saya nggak kuat, Sayang... Kamu aja, ya. Please. Saya nyerah kali ini,” ucap Rain s

  • PELAN PELAN SAYANG    101 - “Ah!” Rain mengerang, napasnya berat saat klimaks menyalip.

    “Ah... Mas... terus...” bisik Gendis parau, jemarinya mencengkeram sprei, tubuhnya bergetar tak terkendali saat Rain terus menjilati bagian paling sensitif miliknya. “Ah... ah... Mas...” desahnya pecah, tubuhnya menegang, lalu ia terhempas ke puncak. Cairan hangat mengalir deras, membuat Rain menelannya rakus seolah tak ingin menyisakan setetes pun. “Hmm...” Rain mendengus di sela hisapan terakhirnya. Ia bergerak naik, lalu menekan tubuhnya masuk dari sisi samping. Gerakannya penuh kendali, menjaga Gendis yang tengah hamil kecil tetap aman tapi tetap merasakan setiap sentuhan mendalam. “Sayang... sempit banget...” bisik Rain di telinganya, suaranya serak penuh gairah. Tubuh Gendis ikut terhentak, napasnya memburu. “Nikmati aku, Mas... aku cuma punya kamu... oh, Mas...” suaranya pecah di antara desah, pasrah pada ritme tubuh Rain yang terus menghujam pelan tapi dalam. ••• Di kamar kosan, suasana berbeda. Hanya cahaya layar laptop yang menyoroti wajah Angga. Ia menelusuri

  • PELAN PELAN SAYANG    100 - PELAN-PELAN, SAYANG. AKU LAGI HAMIL!

    Rain menggeleng pelan, lalu bersuara dengan nada dingin. “Pengecut adalah orang yang sudah tahu salah, sudah tahu kalah… tapi tetap berusaha mencari-cari kesalahan orang lain.” “Sekarang keluar dari perusahaan saya. Anda resmi, mulai detik ini juga, bukan bagian dari Brawijaya Construction Corporation,” ucap Rain dengan tenang. Ia lalu meninggalkan Ruang Cendrawasih dengan langkah tegap dan kuat, segera memasuki lift untuk turun ke lantai dasar. Raka merasa dipermalukan di depan semua orang. Amarahnya menyalakan bara di dadanya, membuatnya tak bisa tinggal diam. Ia segera meninggalkan ruangan itu dan mengejar Rain. Rain baru saja tiba di parkiran. Saat hendak masuk ke dalam mobil, suara lantang memanggilnya. “Rain!” teriak Raka. Rain menoleh. Ia tersenyum tipis, lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Hampir semua staf berdesakan di balik kaca gedung tinggi, menyaksikan dengan jantung berdegup kencang. Sebagian yang lain bahkan berlarian ke lantai dasar agar bisa l

  • PELAN PELAN SAYANG    99 - RAKA MENUNJUK RAIN DAN MENYEBUTNYA SEBAGAI PEBINOR DIHADAPAN PARA STAF KANTOR!

    “Biarin dulu. Saya mau lihat sampai di mana wanita itu bertindak,” ucap Rain sambil tersenyum tipis. Ia melangkah ringan, seolah tidak ada beban, hingga tiba di klinik. Rain bergegas merapikan tas, lalu menghubungi Gendis. “Sayang...” suara Gendis terdengar lembut dari seberang telepon. “Sayang, saya sudah selesai di klinik. Sekarang mau ke kantor dulu, ya,” ucap Rain sambil tersenyum, melangkah mantap menuju parkiran mobil dengan tas ransel di punggungnya. “Oke deh... Tadi makan siang sudah? Habis nggak?” tanya Gendis, suaranya terdengar penuh perhatian. “Habis dong, Sayang. Kamu lagi ngapain?” tanya Rain. “Nonton drakor sambil makan keripik. Aku bingung mau ngapain lagi,” jawab Gendis dengan nada manja. “Nanti ya, kita jalan keluar rumah. Oh iya, Sayang... kalau ada apa-apa langsung telepon saya. Dan jangan asal buka pintu. Kamu cek dulu dari CCTV siapa yang datang, oke?” ucap Rain sambil duduk di mobil dan menyalakan mesin. “Iya, Sayang. Hati-hati di jalan, ya...” u

  • PELAN PELAN SAYANG    98 - RAIN BERKATA JUJUR PADA AYAH GENDIS, BAHWA DIA ADALAH...

    Saat itu juga, Rain segera menuju sebuah kafe yang tak jauh dari klinik. Ia berjalan kaki pagi itu, langkahnya tenang. Sesekali ia tersenyum kecil saat membaca ulang pesan-pesan dari Gendis di layar ponselnya. Setibanya di kafe, Rain memesan dua gelas kopi hangat. Ia memilih duduk di sudut ruangan, menunggu dengan sabar, pagi itu. Tak lama, ayah Gendis datang. “Rain?” ucapnya ramah sambil melambaikan tangan. “Pa,” sahut Rain, berdiri menyambut. “Sudah lama nunggu Papa?” tanya ayah Gendis sambil duduk. “Baru kok, Pa. Rain baru aja pesan kopi,” jawab Rain dengan senyum tipis. “Terima kasih ya. Oh iya... Gimana Gendis?” tanya ayah Gendis, wajahnya tampak sumringah. “Dia sehat, Pa. Masih sering mual, tapi sekarang sudah rajin bangun pagi,” ucap Rain sambil tertawa kecil. “Hahaha, syukurlah. Papa mau ketemu dia lagi, rencananya,” balas ayah Gendis, matanya berbinar. Pelayan datang membawa pesanan kopi. Aroma hangat memenuhi meja mereka. Ayah Gendis menatap Rain seje

  • PELAN PELAN SAYANG    97 - PERTEMUAN DIAM-DIAM RAIN DAN AYAH GENDIS!

    “Polisi!” sahut suara dari balik pintu. Rain mengerenyitkan dahinya, lalu melirik layar CCTV. Ia menggeleng heran begitu tahu siapa yang datang. “Bangsat lu, ganggu aja,” ucap Rain ketika membuka pintu dan melihat Angga berdiri sambil menahan tawa. “Malam, Pak. Kangen sama Dita,” ucap Angga, kedua tangannya ia usap-usap, mencoba menghangatkan diri. “Dita... Gendis,” ucap Rain sambil menutup pintu lalu duduk di atas bangku kayu bersama Angga. “Gila, banyak banget karangan bunga? Dalam rangka apa, Pak?” tanya Angga, matanya menyorot tumpukan bunga di teras. “Gendis hamil,” jawab Rain, tersenyum sambil menatap bunga-bunga itu. “Hah? Dita hamil? Sama siapa?” tanya Angga dengan wajah seolah polos. “Kamu tuh bikin kesel, ya. Sekarang kamu ke sini mau apa?” tanya Rain, nadanya mulai ketus. “Mau ketemu Dita, Pak. Kangen banget. Sekalian mau kasih tahu kalau saya menang proyek kantor. Ehem...” ucap Angga dengan bangga. “Katanya curang, bangga,” ucap Rain sambil menahan tawa

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status