Share

II - MENGANDUNG ANAK PERTAMA

Harapan itu akhirnya terjawab menjadi kenyataan

          Setelah menikah Rere dan Juna mulai menjalani kehidupan baru, dimana yang sebelumnya sendiri kini harus di bicarakan berdua. Rere dan Juna masih tinggal bersama orang tua Rere, kebetulan tempat kerja Juna tidak jauh dari rumah, sedangkan Rere agak jauh membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai ke kantor Rere. Rere berusaha untuk menjalankan peran sebagai istri

            Hari berganti hari, bulan berganti bulan, akhirnya sampai satu tahun mereka menikah tapi belum juga Rere hamil, Juna dan Rere selalu berdo’a agar segera dikaruniai momongan. Suatu hari, setelah solat dalam keadaan santai mereka ngobrol bareng.

Juna berkata,Kita sudah nikah setahun, tapi kok kamu belum hamil ya?’’.

 Rere menjawab,” Iya,aku pasrah aja, mungkin Allah belum percaya’’.

 Kemudian melanjutkan jawabannya,” Kalau misalnya kita di kasih amanah itu sudah mampu apa belum, mungkin aja gitu’’,

Rere menjawab sambil membaca majah yang ada di meja. Kemudian berkata lagi,

” Yang penting kita berdo’a dan berusaha, semoga ini yang terbaik untuk kita’’.

Juna menambahi,’’Iya, tapi Insya Allah kamu segera hamil dan kita punya anak, Amin’’

            Demi untuk segera mendapatkan momongan, Rere aktif mencari cara atau resep dari makanan yang menurut cerita bisa membuat kandungan lebih subur. Mulai dari makan buah-buahan atau sayuran yang di percaya bisa mempercepat punya momongan. Tapi Rere memilih makanan atau minuman yang di rasa enak menurut dia. Rere tidak mau bila ada yang menganjurkan untuk makan atau minum sesuatu, tapi terasa pahit. Dengan tegas Rere akan menolak hal itu. Mereka memutuskan jika setelah berusaha dengan cara yang selama ini belum berhasil, mereka baru akan konsultasi ke dokter spesialis.

Ternyata usaha Rere membuahkan Hasil. Menginjak tahun kedua pernikahan,akhirnya Rere hamil, Juna bahagia sekali. Kehamilan Rere tak ada masalah, Rere tahu apa yang harus dilakukan karena dia punya ilmu tentang kesehatan sehingga tidak begitu sulit untuk mengatasi masalah yang dihadapi selama kehamilan.

            Seperti pada umumnya wanita hamil, awal kehamilan Rere juga sering mual dan muntah. Setiap makan apa saja selau muntah, nafsu makan menurun, Rere jadi malas makan. Tapi Rere tetap berusaha untuk makan agar nutrisi bayi yang ada dikandungannya terpenuhi.  Setip hari badannya terasa tambah lemah. Seperti juga hari ini, Sudah waktunya makan siang, Rere bermaksud untuk makan nasi seperti biasa, tapi pada saat mengambil nasi tiba-tiba perutnya mual dan rasa muntah tidak bisa ditahan lagi, Rere segera berjalan dengan cepat ke kamar mandi dan muntah di dalamnya, semua sisa makanan yang ada di perut keluar semua. Badan Rere terasa lemas. Secara tidak sengaja Juna mengetahui yang terjadi pada Rere dan bergegas menyusulnya ke kamar mandi sambil bertanya,

” Kenapa?  Belum makan kok sudah muntah?’’

Rere menjawab,”Aku juga tidak tahu, rencananya tadi aku mau makan, tapi tiba-tiba muntah tidak bisa aku tahan, sekarang badanku terasa lemes’’.

Juna berkata,”Kalau begitu, buat istirahat dulu nanti kalau sudah baikan makan lagi, jangan sampai kamu tidak makan, kasihan yang di perut nantinya”.

Rere mengangguk sambil berjalan menuju ke kamarnya untuk istirahat.

            Hhari-hari pertama kehamilan, selama empat bulan Rere tidak bisa makan dan minum seperti sebelumnya, banyak hal yang selalu membuat Rere muntah dan tidak selera makan. Hingga suatu hari terasa tenggorokan Rere panas dan kering. Rere bermaksud untuk minum es, batinnya mengatakan minum es fanta pasti enak dan segar. Akhirnya Rere membeli minuman yang di inginkan. Setelah minum es tersebut badan Rere terasa segar dan tidak muntah. Sejak saat itu Rere mulai biasa minum es bersoda, tapi tidak berani banyak minumnya karena khawatir akan bayi yang dikandungnya.

            Juna yang mengetahui kegemaran Rere jadi  khawatir, hingga suatu hari Juna memberikan pilihan untuk mengganti kebiasaan Rere.

Juna berkata,”Umpama minumnya di ganti gimana?’’.

 Kata Juna suatu hari dengan rasa khawatir. Kemudian melanjutkan maksudnya dan berkata,”Aku khawatir kalau nanti terlalu banyak minum yang bersoda tidak baik untuk janin kita.”

Rere menjawab,”Bismillah saja, semoga semua baik-baik saja, dan tidak terjadi apa apa”.

Juna ,”Ya sudah, tapi hati-hati ya, soalnya aku takut terjadi sesuatu nantinya, tapi aku yakin, kamu lebih paham tentang ini dari pada aku”.

            Menginjak bulan ke lima sampai sembilan bulan usia kehamilan, Rere sudah dapat makan dan minum seperti biasa. Hanya makanan tertentu saja yang membuat Rere muntah. Terutama bakso. Padahal sebelum hamil, bakso adalah makanan paling di gemari Rere. Sekarang, makanan itu menjadi penghalang bagi dia. Jangankan memakannya, mencium aroma saja membuat Rere pusing dan langsung muntah. Ini aneh sekali. Untuk itu dia selalu berusaha untuk menghindari makanan tersebut.

            Setelah memahami tentang makanan yang membuat nafsu makannya jadi hilang, Rere berusaha untuk menghindarinya. Menurut dia, tak baik bila masih terlalu sering muntah jika usia kehamilannya semakin tua. Untuk itulah Rere sangat berhati hati sekali. Tak heran jika Rere tetap sehat dan semangat menghadapi tugas, baik itu tugas kantor maupun tugas di rumah setiap hari meski dalam keadaan hamil. Rere berkeyakinan jika ibunya sehat, bayi yang di kandungan juga sehat.

            Meski perut sudah semakin membesar, tapi tak membuat Rere malas dan bermanja-manja. Semua aktifitas yang biasa di lakukan sebelum hamil sampai kini juga masih di lakukan selama aktifitas tersebut tidak membahayakan kandungannya.

            Persiapan untuk menyambut kehadiran sang bayi pun di lakukan. Rere dan Juna mulai menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan. Mulai dari baju bayi, topi, peralatan mandi dan lain lain. Rere dan Juna tidak mempermasalahkan kebiasaan orang tua jaman dulu yang tidak boleh membeli peralatan bayi sebelum bayinya lahir. Toh sebelum belanja Rere minta ijin pada ibunya, dan sang ibu juga memperbolehkan.

            Hingga suatu hari Rere pergi ke kota dengan di antar Juna tentunya untuk membeli perlengkapan bayi. Rere belanja dengan gembira untuk keperluan bayinya nanti. Setelah dirasa cukup, Rere segera pulang ke rumah untuk istirahat. Dalam perjalanan pulang Rere dan Juna melihat ada hiburan nanti malam. Rere bermaksud untuk mengajak Juna. Juna setuju jika nanti malam kembali untuk melihat hiburan itu.

Sampai di rumah Rere dan Juna istirahat melepas lelah, sambil menunggu malam tiba. Akhirnya setelah magrib Rere mengajak Juna untuk berangkat seperti yang sudah direncanakan siang tadi, tak lupa pamit sama orang tua.

 Rere berkata pada ibunya,”Bu, aku mau lihat hiburan malam, cuma sebentar kok”.

Ibu menjawab, ”Kamu ini lho, kok tidak mau istirahat, perut sudah besar kok masih saja jalan-jalan. Gak capek?”.

Rere menjawab,”Tenang bu, semua sehat sehat saja,”

Ibu melanjutkan, ”Pulangnya jangan malam-malam lho ya, ingat perutmu sudah besar,”

Rere menjawab,”Iya bu, sudah ya aku berangkat dulu,”

Sampai di tempat tujuan, lapangan sudah ramai pengunjung. Rere segera menikmati susana ramai itu. Banyak pedagang yang sedang berjualan. Ada pedagang baju, martabak, hiasan dinding, sandal, sepatu, bakso, jagung bakar dan lain lain. Tak terasa muter-muter di lapangan ternyata waktu sudah bertambah malam. Sebelum pulang Rere dan Juna beli jagung bakar dulu. Setelah jagung bakar habis dimakan, Rere dan Juna segera pulang.

Tiba di rumah sudah pukul sembilan malam. Rere segera istirahat begitu pula Juna. Semua orang termasuk ibu, ayah, dan adik adik Rere juga sudah berada dikamar masing-masing. Rere dan Juna segera masuk ke kamar untuk istirahat. Juna yang kelihatan lelah segera tertidur, sedangkan Rere masih asyik melihat acara televisi.

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam, tiba tiba perut Rere terasa sakit dan mules mules. Rere berpikir akan melahirkan, padahal perkiraannya masih dua minggu lagi. Tapi rasa sakit tambah menjadi. Rere tidak segera membangunkan Juna atau ibunya. Dia pilih jalan jalan di dalam rumah sambil menahan rasa sakit di perutnya. Rere berpikir bahwa  dia memang akan segera melahirkan. Dia observasi sendiri rasa sakit yang di alaminya.Ternyata benar, rasa sakit semakin sering dan Rere juga masih bertahan sendiri, hingga pukul dua dini hari, terasa Rere mengeluarkan cairan ketuban, Rere segera membangunkan Juna.

 Rere dengan pelan berkata,”Mas, bangun, rasanya aku mau melahirkan,”

Juna segera bangun dengan gugup dan berkata,”Kamu tidak tidur?”.

Rere menjawab, ”Tidak, dari tadi pulang.aku tidak tidur, sekarang perutku sakit, tolong panggilkan ibu”.

Tapi Juna tidak segera bergegas membangunkan Ibu seperti yang di sarankan Rere. Dia duduk termenung sambil memandang Rere dengan cemas apa yang harus dilakukan. Tiba-tiba Juna bangkit berjalan ke luar kamar menuju dapur untuk minum air dan kembali ke kamar. Rere mengulangi lagi sarannya, untuk segera memberi tahu ibu agar ibu segera bangun dan mengetahui bahwa dia akan segera melahirkan. Dengan gugup, cemas dan khawatir, Juna berjalan ke luar kamar untuk membangunkan ibu. Sampai di depan kamar ibu, Juna segera mengetuk pintu dan memanggil nama ibu.

“Ada apa?”, Suara ibu sambil membuka pintu.

Juna menjawab,”Rere  bilang mau melahirkan bu, sekarang ada di kamar,”

Ibu segera menuju ke kamar Rere.

Di dalam kamar ibu tampak panik dan berkata,”Terus gimana ini?”

Ibu juga ikut panik. Maklum saja ini adalah cucu pertama bagi ibu, jadi belum pernah mengalami sebelumnya.

 Rere tetap berusaha tenang dan berkata.”Panggilkan bidan saja bu, biar bu bidan kesini,”

Ibu segera memerintahkan Juna dan Ayah untuk pergi kerumah bidan. Tapi sayang bidan tidak mau dipanggil dan Rere harus ke rumah bidan tersebut.

Akhirnya Rere segera di bawa ke rumah bidan tersebut.dan segera di periksa untuk keperluan persalinan. Setelah lengkap pemeriksaan dan sudah siap untuk melahirkan, bidan segera memimpin persalinan. Rere di temani ibunya, sedangkan Juna menunggu di luar. Juna memang tidak mau ikut didalam. Juna tidak tega melihat Rere yang sedang melahirkan. Dia lebih memilih di luar dengan perasaan cemas.

Akhirnya Rere melahirkan dengan selamat. Bayinya sehat, lahir normal dan spontan, Rere senang sekali, Juna juga bahagia.

            Rumah tangga Rere dan Juna terasa lengkap dengan hadirnya sang buah hati. Hingga suatu hari Juna berkata pada Rere,’’Sekarang kita dah punya anak, apakah kita akan selalu tinggal di sini bareng sama orangtua? Umpama kita tinggal sendiri gimana?’’

Rere menjawab,’’Mau tinggal dimana lagi? kita belum punya rumah.’’

“Umpama kita kontrak gimana?’’ungkap Juna.

Rere menjawab, “Ndak mau, mending tinggal disini saja,”

Kemudian melanjutkan pendapatnya,” Kalau kita dah punya uang, kita beli tanah sekitar sini saja,”

Juna tak segera memberi alasan lain pada Rere. Dia mencoba untuk mendengarkan alasan Rere selanjutnya, “ Terus kita buat rumah, biar kita ndak jauh kalau kerja.”

Juna menjawab, “ Kalau  begitu, kita mulai cari informasi dulu, barangkali ada tanah sekitar sini yang mau di jual”.

Rere menjawab,” iya, saya setuju, sambil kita mengumpulkan uang sedikit,siapa tahu ada gunanya.

            Sesuai dengan kesepakatan antara keduanya, kini mereka rajin mendengarkan informasi dari beberapa tetangga yang sudah biasa menyampaikan berita tentang penjualan tanah. Pernah beberapa kali Juna melihat tanah yang menurut informasi akan di jual, namun selalu saja kurang pas di hatinya. Hingga beberapa bulan, mereka belum juga menemukan tanah yang pas untuk mereka beli.

            Hingga suatu hari, ada seorang tetangga yang mengabarkan bahwa ada tanah yang hendak di jual. Rere segera mencari kabar tentang  kebenaran berita tersebut. Dan ternyata benar, setelah di telusuri Rere, memang ada sebidang tanah yang hendak di jual. Rere segera memberi tahu Juna tentang kabar tersebut. Kebetulan sekali tanah itu berada tidak jauh dari rumah orang tua Rere.

            Hingga suatu hari Rere akhirnya mengabarkan pada Juna untuk segera melihat tanah yang di maksud, barangkali cocok dan dapat mereka beli.

Setelah informasi cukup Rere berkata, “Kabarnya ada tanah di jual.’’

’’Dimana ada tanah di jual?’’ kata Juna balik bertanya

’Di dekat jalan raya depan sana, kamu mesti lewat kok,” Jawab Rere.

Rere berkata kembali,” Kalau memang cocok, kita beli itu saja, tapi mungkin uang tabunganku tidak cukup untuk beli tanah itu, ndak tahu, kalau kurang solusinya gimana?’’.

Juna menjawab, “Kalau kurang nanti aku pinjam bank saja, ini ada pinjaman yang bisa aku gunakan.”

Akhirnya Juna melihat tanah yang dimaksud Rere. Ternyata Juna tertarik, orang tua Juna dan Rere setuju. Akhirnya Juna membeli tanah tersebut dengan uang tabungan Rere dan Juna pinjam dari bank.

            Karena punya pinjaman bank, gaji Juna kini harus di sisihkan untuk bayar angsuran bank tersebut.Rere dan Juna belajar untuk hidup hemat. Mencoba dengan sedikit pengeluaran. Uang hasil bekerja di tabung kembali oleh Rere.Tak jarang Rere kebingungan untuk membagi uang belanja, karena bila jatah angsuran sudah dibayar, tinggal sisa sedikit yang terkumpul, saudara Juna pasti pinjam untuk kebutuhan keluarganya, tapi tak pernah di kembalikan. Rere bingung, mau tidak dipinjami, tapi saudara. Kalau dipinjami, Rere sendiri juga ada kebutuhan untuk hidupnya dan juga anaknya. Tapi Rere selalu meminjami, walau kadang dia sendiri kebingungan mengatur keuangan, karena yang di pinjam saudaranya Juna tak pernah ada yang di kembalikan. Rere selalu berdoa. Semoga ini menjadi yang terbaik bagi semuanya, walaupun bingung untuk membagi uangnya. Rere yakin Allah pasti akan memberikan rizky dari pintu yang lain.

            Rere masih selalu berusaha menyisihkan uang dari hasil kerja mereka. Hingga suatu hari, Juna bermaksud untuk membangun rumah di atas tanah yang mereka beli.

Rere berkata,’’Kalau mau bangun Rumah, uang apa yang akan kita gunakan? Tabunganku jelas ndak cukup”.

Juna menjawab, “Aku mau pinjam lagi di bank, sisa gajiku bisa untuk angsurannya, tapi kita harus mulai mikir bikin usaha,’’

Rere menjawab,’’Apa ndak sebaiknya di tunda dulu, ntar kita malah bingung sendiri, coba kita bilang sama ibu dn bapak, gimana pendapat mereka,”

Juna menjawab,’’ Iya deh, coba kita ngomong ibu bapak dulu, apa jawabannya’’.

Akhirnya sore hari, setelah makan malam dan saat santai di ruang keluarga, Juna berkata pada bapak dan ibu tentang keinginannya untuk membuat rumah di tanah yang sudah mereka beli, dengan meminjam uang dari bank dan angsurannya dari gajinya Juna. Selanjutnya Juna akan bikin usaha. Orang tua setuju malah mereka bersedia membantu semua kekurangan untuk pembuatan rumah nanti hingga selesai

            Pembuatan rumah dimulai, orangtua Rere membantu pembuatan rumah sampai selesai. Walau tak sebagus dan semewah yang ada di kota tapi sudah bisa di tempati. Meskipun saat ini daun pintu dan daun jendela belum ada, Juna dan Rere sudah tak sabar ingin menempati, mereka tutup semua itu dengan anyaman bambu yang ada di sekitarnya. Kini mereka telah menempati rumah sendiri

            Rumah Rere dan Juna berada di dekat sawah warga, jadi tak heran jika dirumah Rere dan Juna udara terasa segar,sejuk, angin bertiup sepoi-sepoi, membuat yang berada di rumah terasa rileks. Jika sore datang, berjalan ke belakang rumah yang tidak begitu jauh, sudah terdapat gubug tempat para petani beristirahat sambil menikmati tanaman yang sedang musim di tanam. Walaupun rumah belum jadi sempurna, namun sudah bisa di gunakan untuk berteduh dari panas dan hujan. Rere dan Juna senang sekali menempati rumah mereka dengan keadaan yang masih serba kekurangan

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status