Share

SALAD

Part 6

Ini adalah tes terakhir. Aku harus bisa membuat makanan kesukaan Tuan Sultan, dan makanan itu adalah ... salad sayuran.

Sebenarnya gampang saja, karena itu juga makanan favoritku. Oh, bukan! Lebih tepatnya aku dipaksa ibu untuk menyukai makanan itu.

Waktu ibu masih ada, aku diharuskan makan salad sayuran segar agar tubuhku sehat dan tidak bertambah lebar katanya. Jadi, saat masih SMP dulu, hampir setiap hari ibu membawakan bekal salad ke sekolah. Dan di sekolah, biasanya aku membaginya dengan seseorang yang sekarang entah berada di mana.

Kini, saat harus membuat lagi makanan itu, tentu jiwa melankolisku meronta. Rasa sedih tak dapat dicegah, datang begitu saja. Teringat ibu dan seseorang yang menjadi satu-satunya teman di kala itu.

“Kau mau tes kerja atau melamun?” Suara maskulin itu tiba-tiba saja sudah berada di belakang tubuh ini. Suara Tuan Sultan.

Kenapa bos besar seperti dirinya harus repot-repot masuk dapur?

“Ba-baik, Tuan. Sebentar lagi selesai,” jawabku gugup dan hampir menjatuhkan keju yang kupegang. Gegas kupercepat aksi memarut keju yang langsung ditabur di atas sayuran yang sudah diiris dan disiram yoghurt.

“Selesai, Tuan. Silakan!” Aku meletakkan mangkuk salad di meja makan yang lagi-lagi terlihat sangat mewah. Tuan Sultan sudah menunggu di depan meja itu dengan tetap duduk di kursi rodanya.

Pria ber-jas yang sejak tadi menjadi pemandu tes-ku menyendok secuil dari isi salad dan menuangnya dalam piring kecil di hadapan Tuan Sultan.

Aku menunggu dengan kepala menunduk dan dada berdebar tak karuan di pojok ruangan. Takut tes kali ini gagal. Dan ... apa yang aku takutkan terjadi juga. Lelaki itu meludahkan makanan yang kubuat dengan kasar.

“Makanan macam apa ini?” Suaranya memang tidak keras, tetapi mampu membuat semua orang di sana mengerutkan tubuh. Terlebih aku.

Aku memejam dengan kuat. Rasanya percuma sudah perjuangan naik-turun tangga sampai kaki lemas dan nyaris pingsan, lalu menahan mual untuk memilih celana dalam Tuan Sultan kalau akhirnya harus gagal dalam tes membuat makanan yang sebenarnya sangat kuakrabi.

Menguap sudah harapan untuk bekerja di rumah ini. Terbayang wajah Yuni yang murka karena surat-surat berharga kubawa pergi. Entah ke mana aku harus pergi setelah ini. Tubuhku mendadak lemas tak berdaya.

“Apa kau tidak membubuhkan bubuk kayu manis?”

Serta-merta aku mendongak. Menatap wajah dingin yang menatapku tajam. Tatapan itu ... ah, kenapa aku merasa pernah melihatnya?

Tunggu!

Tadi dia bertanya apa? Bubuk kayu manis? Kenapa dia tahu kalau aku biasa membubuhkan itu pada saladku? Siapa dia sebenarnya? Apa aku mengenalnya?

Aku ingin menatap lagi wajah itu, tetapi rasanya sangat segan dan tentu tidak sopan. Lagipula, aku tak mungkin mengenalnya. Aku tak punya kenalan apalagi teman bernama Sultan. Temanku hanya segelintir dan bukan dari kalangan atas seperti dia.

“Maaf Tuan, saya tidak menemukan bubuk kayu manis di sini.” Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku memang tidak menemukannya di dapur rumah ini.

Aku pikir ia akan marah dengan jawabanku. Nyatanya, kalimat yang keluar dari mulutnya setelah itu sungguh di luar dugaan.

“Naik dan siapkan air mandi untukku!”

“Apa?” Aku bertanya dan melongo seperti orang bodoh. Apa itu artinya aku diterima bekerja.

Aku ingin bertanya lebih jauh. Namun, lelaki berjas sudah mendorong kursi roda Tuan Sultan menjauh dari sini, lalu menghilang di balik tembok pemisah. Dan wanita berseragam dengan usia di atas empat puluhan mempersilakan aku untuk mengikutinya.

Kami melewati lorong yang lumayan panjang setelah meniti anak tangga terakhir sebelum sampai ke kamar Tuan Sultan. Entahlah, sepertinya perjuangan untuk bekerja di rumah ini saja sudah sangat sulit, bagaimana nanti menjalaninya? Apa aku sanggup? Namun, bagaimana aku tahu sanggup atau tidak kalau tidak dicoba?

“Ingatlah jalan ini baik-baik, ya, agar kau nanti tidak tersesat.” Wanita yang mengawalku, bicara dengan ramah. Ia melangkah dengan cepat hingga aku kesulitan mengimbanginya.

“Kau juga harus berusaha berjalan dengan cepat, agar Tuan tak sempat marah,” lanjutnya seraya melirikku yang ketinggalan.

“Jadi, aku benaran diterima di sini, Bu?” Entah kenapa aku masih belum percaya dengan semua ini.

“Tentu saja, ini kamu mau langsung diberi perintah pertama. Dan ingat, untuk mendapatkan pekerjaan ini tidak mudah. Berusahalah untuk betah dan bekerja sebaik mungkin. Jangan seperti para pendahulumu!”

“Maksudnya para pendahulu?” Keningku berkerut.

“Sudahlah, cepat! Kau tidak boleh lelet kalau tidak mau kena marah Tuan.”

“Apa Tuan Sultan sangat pemarah?”

Belum sempat pertanyaanku dijawab pelayan berseragam itu, kami sudah tiba di depan sebuah pintu bak gerbang menuju sebuah istana. Ukiran dan bentuknya yang besar dan tinggi, membuat pintu ini rasanya kurang pantas berada tersembunyi di dalam sini.

Seharusnya pintu ini berada di teras sana.

Aku masih mengagumi pintu ini saat benda dengan dua keping bagian itu terbuka dari dalam. Lalu muncul lelaki muda ber-jas yang selalu membersamai Tuan Sultan.

“Kenapa lama sekali? Tuan Sultan sudah ingin mandi.” Lelaki itu menyuruhku segera masuk.

Walaupun heran, aku segera masuk dan malah langsung terpana dengan ruangan besar yang lebih membuat takjub daripada pintunya.

“Cepat siapkan baju untuk Tuan Sultan!” Lelaki itu tampak gemas melihatku banyak melamun. Namun, bagaimana aku tahu apa yang harus dilakukan sedangkan ini hari pertama bekerja, dan aku belum berpengalaman.

Pelayan berseragam sedang mengajarkan aku cara memilih baju Tuan Sultan di lemari, saat lelaki berkursi roda mendekat dengan memutar roda kursinya sendiri.

“Kalian berdua keluarlah! Biar aku sendiri yang mengajari dia!”

Lelaki ber-jas dan pelayan wanita berseragam mengangguk hormat sebelum melirikku dan keluar. Tinggallah aku sendiri, berdiri berhadapan dengan Tuan Sultan.

Tubuh besarku terasa mengkerut saat tatapan yang kurasa pernah melihatnya itu tak lepas dari wajah dan tubuh ini.

Ia memindaiku sebelum berucap. “Mandikan aku sekarang!”

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Dewi Hasanah
sebagai wanita ya malu lah...
goodnovel comment avatar
Rosemala
makasih kak. lope yang banyak buat kakak
goodnovel comment avatar
Non Ifaku
first vote buat mu kak Ros... semangat... biar semangat mu juga nular ke Viola...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status