Se connecterGudang Anggur Epirus Tua terletak jauh di bawah lantai batu istana, tempat kelembaban dan hawa dingin menjadi abadi. Ariel menemukan pintunya, yang tersembunyi di balik tumpukan tong kosong, berkarat dan nyaris tak terlihat.
Setelah berhasil membuka kuncinya dengan hati-hati—menggunakan kunci yang dicurinya sebentar dari gantungan kunci kepala pelayan—ia menyelinap masuk. Udara di dalamnya tebal, berbau jamur, debu, dan aroma manis anggur yang sudah tua. Ariel menyalakan lentera kecil yang dibawanya. Ruangan itu dipenuhi rak-rak botol yang dilapisi debu tebal. Di tengah ruangan, seperti yang dikatakan Elara, ada sebuah tangga kecil yang mengarah ke bagian yang lebih rendah dan lebih pribadi. Di situlah ia menemukan yang dicarinya. Di sudut yang jauh, ditutupi oleh kain terpal tebal, terdapat sebuah meja tulis kecil yang terbuat dari kayu ek gelap. Di atasnya, sebuah setumpuk perkamen diikat dengan tali kulit. Ariel mulai bekerja, menghela napas panjang untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Ia mengamati isinya. Laporan-laporan ini bukanlah laporan keuangan biasa; mereka adalah rencana logistik untuk memblokir rute pegunungan yang digunakan untuk mengangkut bijih besi Astaria, dengan stempel dari Kerajaan Varen. Di bagian bawah tumpukan, Ariel menemukan surat yang paling merusak. Itu adalah sehelai perkamen yang dihiasi dengan segel kerajaan Varen, yang secara resmi "menangguhkan" pengiriman bijih dari Tambang Utara dengan alasan "kualitas yang tidak memadai karena pasir kuarsa." Surat itu ditandatangani, bukan oleh perwakilan Astaria, tetapi oleh tangan Pangeran Varen sendiri, menggunakan nama samaran yang Ariel kenal dari laporan-laporan ekonomi yang ia lihat di kantor Elara: ‘Kapten R. Volstov’. Ariel segera menggulung surat itu dan menyembunyikannya di lapisan jubah pelayannya. Itu adalah bukti yang tak terbantahkan. Saat ia akan pergi, Ariel melihat ada sesuatu yang aneh di langit-langit tepat di atas meja. Ada celah kecil, nyaris tidak terlihat, yang memanjang di antara dua balok kayu. Ia mengarahkan cahayanya ke sana. Ia bisa merasakan sedikit udara hangat turun dari atas. Celah itu mengarah ke kantor Varen, pikirnya. Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki dari lorong utama di atas. Langkah kaki itu berat dan perlahan-lahan berhenti tepat di atasnya, di kantor Pangeran Varen. Jantung Ariel serasa berhenti. Ia memadamkan lentera, tenggelam dalam kegelapan yang pekat. Dia mendengar suara Pangeran Varen di atas, bergumam pada dirinya sendiri, kemudian suara perkamen yang digulirkan. "Ya, Kapten Volstov... Astaria akan menjadi milikku sebelum mereka menyadarinya." Kemudian, Varen bersin. Sebuah serpihan kecil jatuh melalui celah langit-langit dan mendarat di lantai batu di sebelah sepatu Ariel. Ariel dengan hati-hati meraba-raba lantai dan mengambil serpihan itu. Itu bukan debu; itu adalah sebuah bros. Bros perak kecil berbentuk naga, lambang yang sangat familiar dari seragam pengawal pribadi Varen. Dia menyadari sesuatu yang mengerikan: Varen tidak sendirian. Salah satu pengawalnya pasti ada di kantor, mungkin mengatur penundaan berikutnya. Dan pengawal itu kehilangan brosnya di atas celah tersembunyi. Ariel harus segera pergi. Ia menyelinap keluar, mengembalikan kunci ke tempatnya, dan kembali ke sayap pelayan, jantungnya masih berdetak tak keruan. Saat ia mencapai koridor sayap Putri, ia berpapasan dengan Dayang Clara. Kali ini, ekspresi Clara bukan hanya curiga, tetapi dingin dan mengancam. "Ariel," panggilnya, suaranya seperti pecahan es. "Anda terlambat kembali dari merapikan dapur. Anda tidak terlihat di mana pun selama hampir satu jam. Saya harus melaporkan pelanggaran waktu Anda kepada Kepala Pelayan." Ariel membungkuk rendah, menjaga tangannya tetap di tempatnya, menekan bukti yang tersembunyi di jubahnya. "Maafkan saya, Dayang Clara. Saya membersihkan noda minyak yang sangat membandel di gudang persediaan. Itu membutuhkan waktu lebih lama dari yang saya perkirakan," jawab Ariel, wajahnya polos. Clara tidak melepaskannya. "Anda berbau aneh. Bau tanah dan... anggur yang sangat tua. Saya akan mengawasi Anda, anak yatim. Setiap langkah." Ariel lolos dari Dayang Clara, tetapi peringatan itu jelas. Pengejaran telah dimulai. Ia kini memiliki bukti yang dibutuhkan Elara, tetapi harganya adalah perhatian tak terhindarkan dari musuh mereka.Fajar menyingsing membawa kabar buruk bagi Pangeran Varen dan kabar baik yang samar-samar bagi Astaria. Jenderal Kavaleri Cassian kembali ke istana bukan dengan kemenangan perang yang riuh, melainkan dengan laporan tenang tentang ‘pengamanan’ Penyeberangan Sungai Feralis dari pasukan asing yang mencoba menyusup.Meskipun Cassian menahan diri untuk tidak menyebut nama Varen di depan umum, ia segera meminta audiensi darurat dengan Raja.Di Sayap Raja, Elara sedang menunggu dengan hati-hati. Ia telah menyerahkan bros naga perak yang diamankan Ariel kepada Cassian, menjelaskan bahwa bros itu adalah petunjuk, dan membiarkan Ksatria tua itu menyusun narasinya.Tidak lama kemudian, istana diselimuti suasana tegang. Pengawal kerajaan, dipimpin oleh Cassian, diam-diam memasuki kamar Pangeran Varen, menyita barang-barangnya, dan menahannya atas tuduhan yang belum diumumkan.Raja Astaria, yang biasanya tenang, tampak pucat dan terguncang. Pengkhianatan di istananya sendiri,
Malam menjelang serangan yang dijadwalkan. Istana sunyi. Pesta dansa telah berakhir, dan semua orang, termasuk Pangeran Varen yang puas diri, telah pensiun ke kamar mereka. Hanya Dayang Clara yang masih berpatroli, bayangannya melayang di koridor seperti hantu yang bersemangat.Ariel tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jaro, pengawal Varen, telah mencari bros naga perak itu dengan putus asa, yang berarti bukti itu sangat penting. Ariel harus memastikan Jaro tidak menemukannya di Sayap Barat.Ariel tahu bahwa Jaro tidak akan mencari di lokasi tempat bros itu jatuh: gudang anggur tua, tempat yang dianggap terlalu jauh dan terpencil dari urusan istana.Berbekal senter minyak kecil, Ariel menyelinap keluar dari Sayap Barat, bergerak cepat melalui lorong-lorong pelayanan yang gelap, menuju ke Sayap Anggur, tempat yang ia masuki beberapa hari lalu untuk menemukan dokumen pemalsuan.Saat ia mencapai gudang anggur, ia mencium bau lumut dan kelembapan, namun juga bau tan
Dua hari sebelum tanggal serangan yang diperkirakan, istana mengadakan pesta dansa mewah untuk menghormati kedatangan Pangeran Varen dan merayakan pertunangan mereka yang akan datang. Aula dansa berkilauan dengan kristal dan emas, namun bagi Elara, suasana terasa tebal dan menyesakkan. Setiap senyum adalah topeng, setiap sapaan adalah jebakan.Elara mengenakan gaun sutra berwarna biru tua, warnanya sama gelapnya dengan rahasia yang ia sembunyikan. Di tengah hiruk pikuk musik dan tawa, ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kecemasan di matanya.Pangeran Varen, di sisi lain, tampak terlalu ceria. Keyakinan dirinya terpancar kuat. Ia percaya bahwa Raja Astaria masih sibuk dengan menu katering, sementara Jenderal Lycia sedang menggerakkan pasukannya."Kau terlihat mempesona malam ini, Elara," bisik Varen saat memimpinnya dalam sebuah waltz. Jari-jarinya menggenggam pinggang Elara dengan rasa memiliki yang terlalu kuat."Kau juga, Varen," jawab Elara, memaksa seny
Sinar matahari pertama menembus jendela kamar tidur Elara, dan Dayang Clara sudah berdiri di sampingnya, memegang nampan perak yang berisi teh pagi dan, di dalam vas kristal kecil, satu tangkai Anggrek Merah.“Anggrek dari rumah kaca, Tuan Putri. Saya pikir warnanya sangat cocok dengan suasana hati Anda pagi ini,” kata Clara dengan senyum yang terlalu lebar, nadanya penuh makna tersembunyi. Clara menempatkan vas itu tepat di samping tempat tidur Elara, di mana matanya bisa mengawasi.Elara merasa tegang. Dia tahu Ariel pasti sudah mencoba menghubunginya, dan bunga ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia harus bertindak secara alami."Anggrek yang indah, Clara. Terima kasih," jawab Elara, mengambil bunga itu.Saat ia memuji warna kelopak bunga, jarinya perlahan-lahan menyentuh batang Anggrek. Dia merasakan ada tonjolan kecil yang tidak wajar, sekecil serpihan. Elara tahu itu. Itu adalah pesan Ariel."Bisakah Anda mengambilkan buku puisi saya, Clara? Saya merasa ingin membaca beber
Dayang Clara adalah seorang musuh yang licik. Keesokan paginya, Clara bertindak bukan dengan tuduhan langsung, melainkan dengan memisahkan Elara dari satu-satunya sekutunya, Ariel. Saat sarapan, Clara mengumumkan, "Tuan Putri, saya telah membuat penyesuaian pada jadwal harian. Pelayan Ariel akan dipindahkan sementara ke Sayap Barat untuk membantu dengan inventarisasi permadani yang rusak. Pekerjaan ini memerlukan tangan yang kuat dan perhatian pada detail, dan saya yakin ia akan berguna di sana." Elara merasakan darahnya mendidih, tetapi ia harus menjaga ketenangan. Memprotes akan menegaskan kecurigaan Clara. "Oh, Sayap Barat? Betapa membosankan," kata Elara, pura-pura cemberut. "Tetapi saya kira permadani yang sobek adalah prioritas. Anda benar, Clara. Biarkan Ariel pergi." Clara tersenyum puas. Itu adalah kemenangan kecil yang memisahkan sepasang sekutu tanpa menimbulkan kecurigaan. Setelah Clara pergi, Elara segera mengirimka
Ariel menunggu sampai larut malam, jauh setelah seluruh istana terlelap, untuk bertemu Elara. Ia tidak berani menggunakan kode lilin di ambang jendela lagi karena takut Dayang Clara mengawasi. Sebagai gantinya, ia pergi ke tempat teraman—pertemuan mereka di observatorium, dengan asumsi bahwa jika ia ditangkap, setidaknya ia akan ditangkap di dekat Elara. Elara sudah ada di sana, menunggu dengan gelisah di bawah teleskop yang diam. Dia tidak memakai jubah tidur mewah malam ini, melainkan gaun yang sederhana, seolah-olah dia siap untuk melarikan diri kapan saja. "Anda datang," bisik Elara, lega yang luar biasa memancar dari matanya. "Saya berhasil, Tuan Putri," jawab Ariel. Ia mengeluarkan gulungan perkamen yang kusut dan bros naga perak dari balik jubahnya. "Ini adalah surat pemalsuan. Ditandatangani oleh 'Kapten R. Volstov'—nama samaran Varen. Dan ini…" Ariel meletakkan bros naga perak di atas meja observatorium. Cahaya bulan memantul dari permukaannya yang mengkilap. "Ini j







