Xabier cepat membelokkan kendaraannya di areal parkir, begitu melihat mobil Wisang melaju sembari kaca jendelanya bergerak menutup ke atas. Xabier mengira Batari ada di dalam, ia fokus mengikuti arah perjalanan.Sementara itu, Wisang terlihat bergerak ke kiri dan kanan memastikan angkutan umum warna merah yang tadi ditumpangi Batari. Ada beberapa mobil yang sama melesat di jalanan, jangan sampai salah mengikuti target.Batari menunduk di dalam angkutan yang ditumpanginya, ia akan pergi ke terminal. Batari berencana untuk meninggalkan kota Surabaya ke sebuah daerah pedesaan untuk membuka lembaran hidup baru.Berkali-kali Batari menghela nafas panjang, ingin rasanya menangis, tetapi posisi dalam kendaraan yang penuh orang membuat Batari menahannya sekuat hati.Batari mengusap sayang kandungannya, tidak lama lagi dia akan berjumpa dengan anaknya. Wajahnya kembali berseri dan bersemangat."Hanya kamu dan ibu ya, Nak. Kita harus kuat menjalani hidup ini," ujarnya dalam hati.Tibalah Batari
Batari melewati proses persalinan yang menegangkan, baik bagi dirinya maupun Xabier. Seorang putra tampan lahir dari rahim Batari.Wajah bayinya terlihat turunan dari Xabier, mulai hidung mancung, bibir, mata, hingga kulit putih bersih."Selamat ya, Bu. Anaknya lahir selamat dengan organ tubuh lengkap."Batari tersenyum senang, meskipun tenaganya terasa habis untuk melahirkan, hatinya tersentuh melihat sang bayi. Bayi itu langsung ditengkurapkan di dadanya untuk inisiasi menyusui dini, hanya ada sehelai kain untuk menyelimuti si bayi.Air mata Batari tidak henti berlinang, teringat pula dengan orang tua dan bude Suyati yang Batari yakini telah berada di Surga. Kini Batari merasa bahagia ada seseorang yang akan menghabiskan waktu bersama-sama dengannya.Bayi mungil yang harus dirawatnya dengan penuh kasih seorang diri. Dari awal Batari memang tidak pernah menolak kehadirannya, meskipun orang-orang tidak menginginkan mereka.Batari memejamkan matanya merasakan hangat tubuh bayi di kulit
Xabier memilih keluar ruangan lagi, dia memaklumi ketidaknyamanan Batari bila tetap bersikeras di dalam ruangan. Sewaktu menikmati kesendirian di bangku ruang tunggu pasien eksklusif, ponsel Xabier berdering."Ya, halo, Ma." Andalaska menelepon anaknya. "Xabi, mama ke restoran kamu, tetapi kata pegawai kamu tidak masuk.""Em iya, Ma, Batari sudah melahirkan. Cucu mama laki-laki."Tidak ada balasan dari Andalaska membuat Xabier agak cemas."Ma... halo."Rupanya Andalaska telah mematikan panggilan tanpa berkata apa-apa. Xabier menyimpan ponselnya, tetapi ingatannya terbang pada percakapan dirinya dengan orang yang ditugaskannya mencari informasi tentang peristiwa malam penganugerahan karyawan terbaik di sebuah hotel berbintang.Apa maksud mama menjebakku seperti itu? tanya Xabier dalam hati. Pikirannya tenggelam jauh menggali alasan kuat dibalik kesengajaan Andalaska.Tidak lama kemudian, panggilan dari seseorang menyentak lamunannya. Dengan rasa malas Xabier menjawab ponselnya. "Halo
"Maaf, Pak. Pertanyaan itu tidak ingin saya jawab," ucap Batari. Dia melangkah berdiri menjauhi Xabier dan Xaba, jalannya masih belum sempurna."Apa masalahnya?" Xabier mengikuti Batari menuju balkon. Batari membukanya dan melangkah keluar untuk menghirup udara."Apapun jawaban saya, itu tidak penting untuk Bapak." Batari mengeraskan hatinya, ia melempar jauh pandangan lurus ke depan."Jadi, yang penting buat kamu siapa? Apa? Dia? Pria desa itu."Batari tidak suka mendengar tuduhan Xabier. Ia menoleh dan menyorot tajam Xabier."Mengapa masih bertanya, Pak? Bukankah Bapak ingin menceraikan saya? Jadi, apapun isi hati dan pikiran saya, tidaklah penting buat Bapak, bukan?" Napas Batari tersengal, sepertinya emosi tengah menanjak, Batari tidak ingin mereka berakhir dalam pertengkaran.Xabier terhenyak menyadari pertanyaannya telah memicu emosi Batari. Ia tidak ingin meneruskan pembicaraan yang bisa saja membuat Batari drop.Xabier pergi meninggalkan kamar Batari. Tinggallah Batari yang te
"Kamu semalam dari mana? Mama cek ke kamar tidak ada, dihubungi ponselnya tidak aktif," tegur Andalaska di ruang makan sembari mengoles selai ke roti untuk sarapan."E... dari rumah kak Xabi, Ma," jawab Xinda meragu. Dia tahu perihal kejadian yang membuat mamanya enggan untuk menginjakkan kaki lagi di rumah Xabier. Andalaska menatap malas putri bungsunya itu. "Tidak diusir atau perempuan desa itu berakting seperti orang paling menderita?" Andalaska menyuapkan roti ke mulutnya."Tidak, Ma. Semua baik-baik saja," responnya. Meskipun semalam ada adegan ia harus keluar kamar, itu hanya soal kenyamanan Batari untuk menyusui, batin Xinda. Andalaska berdecih mengingat Batari sosok minor di pandangannya."Cucu mama sangat tampan, mirip dengan kak Xabi. Mama ke sana deh."Andalaska melirik dengan sorotan tajam dan menghakimi. "Mama tidak sudi melihat anak dari perempuan itu, sudah mama janji kalau tidak akan menginjak kaki di sana.""Mama." Xinda menegur mamanya, tidak sadar nada suaranya me
Serafina keluar dari ruangan Xabier dengan wajah muram. Dia tidak menyangka kalau Xabier akan membombardirnya dengan peristiwa lama.Di dalam ruangan, Xabier menutup kasar dokumen keuangan yang dibaca olehnya. Ada perasaan bersalah saat ia berucap terlalu tegas pada Serafina, bagaimana pun Serafina perempuan yang pernah dekat dengannya.Xabier memejamkan matanya berusaha menenangkan diri. Tidak lama kemudian, ponselnya berdering. Ada panggilan dari orang yang ditunjuk untuk mengurusi masalah hukum kejadian di terminal. "Saya ingin menyampaikan kalau bukti baik dari saksi dan rekaman CCTV di lokasi terminal sudah kita dapatkan dan telah diserahkan pada pihak berwajib.""Kerja yang cepat," puji Xabier. "Kemungkinan besok akan keluar hasil status dari Wisang," lanjutnya lagi. "Tidak sabar menunggu penangkapannya."Percakapan itu membuat semangat Xabier bertambah, suasana hati pada kejadian bersama Serafina mengalami perubahan.Di kediaman Xabier, Batari tengah merapikan pakaian putra
Xabier terperangah dengan sikap Batari yang mendadak meraih Xaba dalam pelukannya, bahkan Batari membawa Xaba menjauh ke arah lain kamar. Perubahan demi perubahan sikap Batari dapat dirasakan oleh Xabier, kali ini terlihat seperti orang dilanda kecemasan.Xabier melangkah mendekati Batafi dna Xaba dengan tetap menjaga jarak, Xabier bisa merasakan ketidaknyamanan Batari. Sementara itu, Batari berusaha keras untuk bersikap biasa pada Xabier."Xaba ingin saya beri ASI, Pak." Batari mencari alasan agar Xabier bisa segera keluar ruangan. Batari merasa dengan melihat perlakuan manis Xabier menciptakan rasa sesal semakin dalam di dirinya, dia terus-menerus menolak kedekatan Xabier dan Xaba.Katakanlah dia ibu yang jahat, hanya saja perpisahan pasti tidak terelakkan di antara mereka dan belum tentu Xaba akan mendapat kepastian akan keberadaannya.Xabier menghela nafas dalam, dia lelah dengan sikap Batari yang selalu menolak kehadirannya. Xabier punya kepekaan terhadap perubahan sikap Batari.
Sekuat tenaga Batari menahan diri agar jangan menunjukkan sikap cengengnya. Dulu ia bisa berlaku demikian sebab ada bude Suyati yang sering mendengar unek-unek dan menghibur hati di kala gundah.Kini menyandang gelar ibu, Batari harus keras pada diri sendiri."Lalu, mengapa pria desa bisa berada di tempat yang sama dengan kamu?" Xabier merendahkan nada suaranya."Sudah saya bilang, saya menolak saat diajak oleh Mas Wisang. Mengapa dia ada di sana saya tidak tahu, Pak." Suara Batari meninggi, geram dengan pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan Xabier. "Di sana aku menemukan kamu terduduk kesakitan, ada hubungan dengan dia, bukan?" Xabier ingin melihat sikap jujur Batari, meskipun telah mengetahui semuanya. Batari memejamkan kedua mata lalu menghela nafas lelah, dia tidak memahami maksud Xabier menanyakan peristiwa di terminal untuk apa. "Karena saya menolak, dia... dia... menarik tubuh saya untuk ikut bersamanya," ucap Batari sambil memeragakan diri.Batari merasa cukup atas pertanya