Share

TAMAN TAI TAM

Penulis: Ayuwine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-24 11:36:53

“Aku baru saja mendengar kabar baik dari Amerika. Adikku akan menikah!” ucap Nya girang. Namun, di balik senyumnya, ada sedikit goresan perasaan yang segera ia tutupi dengan gelengan kepala.

“Wah… aku senang sekali mendengarnya. Jadi, kapan kita ke Amerika?” tanya seorang gadis—kekasihnya—dengan mata berbinar.

Mereka duduk berdua di Taman Negara Tai Tam, sebuah taman yang terletak di sudut timur Pulau Hong Kong. Taman ini ditetapkan pada tahun 1977 dan mencakup area seluas 1.315 hektar, hampir seperlima dari luas daratan pulau tersebut. Bagi mereka, taman itu bukan sekadar tempat indah, melainkan saksi bisu awal pertemuan dan tumbuhnya cinta.

“Entahlah,” jawab Nya sambil menghela napas. “Aku akan meminta izin pada atasan. Aku sudah tak sabar ingin menemuinya. Kalau kamu mau, kamu bisa berangkat lebih dulu, aku akan menyusul.” Ia tersenyum, meski tatapannya penuh harap.

Gadis itu terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawah, menatap kekasihnya dengan lembut, lalu menggeleng pelan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • PELUKAN BERDARAH   TAMA

    “Aku… aku tidak tahu kalau dia Nayla,” ucap Tama terbata, suaranya bergetar. Air matanya jatuh, seolah berharap Riko akan luluh. Namun tiba-tiba suara lemah terdengar memecah keheningan. “Kenapa… kamu tadi begitu lantang bicara bahasa Inggris?” sela Nayla dengan napas tersengal. Wajahnya pucat, dada terasa perih akibat tendangan brutal yang baru saja diterimanya. “Sekarang… kenapa beralih ke bahasa Indonesia?” Kata-kata itu membuat ruangan seolah membeku. Semua mata tertuju pada Tama. Tama tercekat. Tubuhnya gemetar, wajahnya memerah menahan malu. Perlahan kepalanya tertunduk, seakan tak sanggup menatap siapapun lagi. Sementara itu, semua orang di ruangan menatap dengan penuh keheranan. Bisik-bisik mulai terdengar di antara mereka, pasalnya tak satu pun dari mereka yang mengerti bahasa yang baru saja digunakan. “Bicara apa mereka?” tanya seorang pria berjas, dengan alis terangkat bingung. “Apa mereka sedang berbicara bahasa Indonesia?” sambung yang lain dalam bahasa Ingg

  • PELUKAN BERDARAH   DI HADAPAN SEMUA ORANG

    Restoran kantor malam itu dipenuhi cahaya hangat dan suara riuh. Para karyawan berkumpul, saling bercengkerama, menunggu acara inti dimulai. Hari ini memang istimewa — Riko baru saja meraih jabatan tinggi berkat kerja kerasnya yang luar biasa. Semua mata menunggu kedatangan nya, menanti sambutan dan juga… perkenalan orang-orang terdekatnya. Suasana semakin meriah ketika terdengar bisik-bisik, “Katanya Riko bakal bawa kekasihnya malam ini.” “Dan adiknya juga, ya? Dari Amerika, kan?” Beberapa orang bahkan sudah menyiapkan kamera ponsel, tak sabar mengabadikan momen tersebut. Di panggung kecil dekat podium, MC acara tersenyum sambil memegang mikrofon. “Malam ini bukan hanya perayaan promosi Pak Riko, tetapi juga perkenalan keluarga beliau. Mari kita nantikan kedatangannya!” Sorak sorai dan tepuk tangan pun terdengar. Namun di sisi lain kota, di sebuah mobil yang melaju menuju restoran itu, Nayla duduk dengan wajah pucat penuh luka. Tangannya masih terkunci oleh cengkeraman dua

  • PELUKAN BERDARAH   SAUDARA ATAU PELAKOR

    Keempat perempuan itu masuk begitu saja tanpa aba-aba. Pintu ditutup keras, bahkan terkunci dari dalam. “Eh, apaan ini?! Kok dikunci?!” Nayla terperanjat, wajahnya berubah panik. “Kalian siapa sih? Gak sopan banget masuk rumah orang seenaknya!” Namun belum sempat Nayla mendekat, suara bentakan menggelegar. “Kamu yang siapa?! Beraninya masuk rumah orang, hah?!” Nayla terdiam, jantungnya berdegup keras. Tatapannya segera tertuju pada sosok gadis di depan — Tama. Ya, dialah Tama, yang datang bersama tiga temannya. Tama berdiri dengan wajah memerah karena marah. Matanya tajam menatap Nayla. Sejak menerima kabar dari ibunya beserta foto yang memperlihatkan pelukan Nayla dan Riko, Tama tak bisa lagi menahan diri. Ia langsung memutuskan untuk mendatangi rumah Riko, ingin membuktikan dengan matanya sendiri. Dan ternyata… apa yang ia lihat sekarang sama persis seperti yang ibunya katakan. Nayla yang baru saja datang, tinggal di rumah yang sama, bahkan terlihat begitu santai sea

  • PELUKAN BERDARAH   SALAH PAHAM YANG MEMATIKAN

    "Benarkah, Mas?" tanya Tama memastikan, terdengar antusias. "Iya, Sayang. Dia akan datang pukul empat sore. Tolong temani dulu ya sebelum aku pulang kerja," jawab Riko. "Iya, Sayang, tentu," balas Tama sambil mengangguk dan tersenyum lebar, seolah tak sabar. "Ya sudah, aku tutup ya, Sayang. Love you." Mendengar itu, Tama tersipu malu. Ia menggenggam ponselnya yang sudah mati. "Ada apa, Tam?" tanya sang ibu, memecah lamunan putrinya. Tama menoleh. "Ih, kepo!" ejeknya sambil menjulurkan lidah, lalu berlari kecil. Melihat itu, Vita tersenyum kecil dan menggeleng pelan. "Anak itu..." gumamnya. Di dalam kamar, Tama menatap bayangan dirinya di cermin. Pipi merahnya masih terlihat jelas, bahkan semakin memanas tiap kali mengingat suara Riko yang barusan pamit. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, lalu terjatuh ke atas ranjang sambil berguling-guling. “Jam empat sore… duh, masih lama banget!” gerutunya sambil menatap jam dinding. Jarum pendek masih setia menunjuk angka

  • PELUKAN BERDARAH   HONGKONG-AMERIKA

    Setelah makan malam usai, suasana rumah mulai hening. Namun ketika Riko hendak pamit, suara berat ayah Tama menahannya. “Tunggu dulu, Nak. Ayah ingin bicara serius denganmu,” ucap Ali, nadanya penuh wibawa dan keseriusan. Riko menoleh, lalu mengangguk sopan. Dengan langkah mantap, ia duduk kembali di ruang tamu, berhadapan dengan Ali dan Vita. Meski aura sang ayah terasa tegas, Riko tetap tenang—sikap tampannya menambah wibawa yang ia miliki. “Apa kamu akan selamanya tinggal di Hong Kong?” tanya Ali, menatap lurus ke arah Riko. Dengan suara tegas, Riko menjawab, “Tidak, Ayah. Di sini saya hanya sementara. Saya sedang menjalankan pekerjaan dan misi. Jika sudah selesai, saya akan kembali ke Amerika.” Jawaban itu membuat dada Tama berdegup kencang. Duduk tak jauh dari sana, ia menggenggam tangannya sendiri erat-erat, hatinya dipenuhi rasa waswas. Apa artinya… Riko akan meninggalkanku? batinnya gelisah. Ali dan Vita saling pandang, kecemasan jelas tergambar di wajah mereka. Lalu, Vi

  • PELUKAN BERDARAH   TAMAN TAI TAM

    “Aku baru saja mendengar kabar baik dari Amerika. Adikku akan menikah!” ucap Nya girang. Namun, di balik senyumnya, ada sedikit goresan perasaan yang segera ia tutupi dengan gelengan kepala. “Wah… aku senang sekali mendengarnya. Jadi, kapan kita ke Amerika?” tanya seorang gadis—kekasihnya—dengan mata berbinar. Mereka duduk berdua di Taman Negara Tai Tam, sebuah taman yang terletak di sudut timur Pulau Hong Kong. Taman ini ditetapkan pada tahun 1977 dan mencakup area seluas 1.315 hektar, hampir seperlima dari luas daratan pulau tersebut. Bagi mereka, taman itu bukan sekadar tempat indah, melainkan saksi bisu awal pertemuan dan tumbuhnya cinta. “Entahlah,” jawab Nya sambil menghela napas. “Aku akan meminta izin pada atasan. Aku sudah tak sabar ingin menemuinya. Kalau kamu mau, kamu bisa berangkat lebih dulu, aku akan menyusul.” Ia tersenyum, meski tatapannya penuh harap. Gadis itu terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawah, menatap kekasihnya dengan lembut, lalu menggeleng pelan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status