Home / Fantasi / PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM / 💰Bab 1: Dibuang ke Jurang Naga Hitam

Share

PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM
PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM
Author: Bang JM

💰Bab 1: Dibuang ke Jurang Naga Hitam

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-06-05 13:37:38

"Buang dia sekarang juga! Dia tak pantas menyandang nama Sekte Bambu Langit!"

Suara keras itu menggema di pelataran utama Sekte Bambu Langit, disambut oleh sorak sorai para murid. Di tengah lingkaran itu, seorang pemuda berpakaian compang-camping berlutut dengan tangan terikat. Wajahnya penuh darah, namun sorot matanya tetap dingin.

Li Yuan.

Bocah pelayan yang ditemukan di kaki gunung dua belas tahun lalu. Tak punya latar belakang, tak punya bakat kultivasi. Namun tetap nekat masuk Sekte dan bersumpah ingin menembus Alam Roh Sejati. Dan sekarang, sumpahnya itu jadi bahan tertawaan.

"Kakak Senior Wang Fei, cepat lempar dia ke Jurang Naga Hitam! Biar tulangnya dikunyah makhluk buas di sana!"

Wang Fei, murid inti yang berdiri di puncak batu altar, menatap Li Yuan dengan jijik. Ia meludah ke tanah dan tertawa sinis. "Kau pikir bisa menyentuh Pusaka Roh? Itu milik para murid sejati, bukan sampah sepertimu."

Li Yuan tak bicara. Hanya menatap Wang Fei tajam, seolah ingin mengingat wajah itu sampai mati.

Wang Fei mencabut pedangnya. Sinar biru menyala dari bilahnya, menandakan level Spirit Condensation. Sekali tebas, ia memotong tali yang mengikat Li Yuan, tapi sebelum si pemuda bisa berdiri, sepakan keras menghantam dadanya.

"Pergilah ke tempat para bangkai. Jurang Naga Hitam akan menjadi kuburanmu."

Wushh—

Tubuh Li Yuan melayang di udara, lalu menghilang ke dalam kegelapan jurang yang tak terlihat dasarnya.

---

Gelap. Dingin. Sunyi.

Li Yuan jatuh, menabrak dinding-dinding batu yang tajam. Tubuhnya penuh luka, napasnya tersengal. Tapi kesadarannya tetap ada. Ia masih hidup.

Kenapa aku tak mati?

Brakkk!

Tubuhnya menghantam permukaan keras. Rasa sakit luar biasa menyergap, tapi tak ada tulangnya yang patah. Dengan susah payah, ia membuka mata.

Di hadapannya, terbentang sebuah gua purba. Pilar-pilar batu berdiri kokoh, dihiasi ukiran naga hitam. Aura dingin menjalar dari dalam, membuat bulu kuduk berdiri.

Dan di tengah gua itu, berdiri sebuah patung raksasa—seorang lelaki tua berambut panjang dengan mata tertutup dan tubuh berselimut sisik naga.

Li Yuan terseret masuk, tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan tak kasat mata. Saat kakinya menyentuh lantai gua, suara berat dan dalam bergema.

"Ah ... akhirnya kau datang, Pewarisku."

Deg!

Li Yuan membeku.

"Siapa ... siapa kau?!"

"Aku .... Dewa Naga Hitam, yang ditelan waktu dan dikhianati dunia. Kau akan mewarisi kutukanku, kekuatanku, dan jalanku untuk kembali."

Li Yuan ingin lari, tapi kakinya tak bisa digerakkan. Patung itu membuka matanya perlahan. Dua titik cahaya ungu menyala dari rongga matanya.

"Terimalah Segel Kutukan. Maka kau akan memahami ... bahwa dunia ini tak adil kecuali kau menguasainya."

Tiba-tiba, bayangan naga hitam muncul dari balik patung dan melesat ke arah Li Yuan. Tubuhnya tersentak, kesadarannya meredup.

---

Saat bangun, Li Yuan sudah berada di pinggir gua. Tak ada lagi patung, tak ada lagi naga. Hanya ada simbol naga hitam membara di punggung telapak tangannya.

"Apa ... yang terjadi?"

Suara dalam kepalanya menjawab:

"Kutukan telah tertanam. Mulai sekarang, kekuatanmu akan tumbuh ... tapi bersamanya, kegilaan juga akan datang. Jika kau lemah, kutukan akan melahap jiwamu."

Li Yuan terdiam lama. Ia mengangkat tangannya, melihat simbol itu menyala pelan.

"Kekuatan ... ya. Dunia tak pernah memberi tempat untuk yang lemah. Kalau aku harus jadi iblis untuk bertahan hidup ... maka biarlah begitu."

Matanya menyala. Untuk pertama kalinya, ia merasa hidup.

Dan di kejauhan, dalam kegelapan Jurang Naga Hitam, langkah-langkah kecil mulai bergerak. Makhluk-makhluk liar mendekat, tertarik oleh aura barunya.

Li Yuan mengepalkan tinju. "Datanglah. Aku akan menaklukkan semuanya. Dari dasar neraka ini, aku akan naik ... sampai langit tak bisa lagi menolakku."

---

Tiga makhluk berbulu tebal dengan taring mencuat keluar dari rahangnya, meluncur dari balik bebatuan gelap. Mata mereka merah menyala, air liur menetes, dan cakarnya menghentak keras ke tanah.

Li Yuan berdiri diam. Meski tubuhnya masih dipenuhi luka, nalurinya seolah ditarik oleh sesuatu yang baru—sesuatu liar yang mendesis dari dalam tubuhnya.

"Makhluk tingkat Rendah. Cocok untuk percobaan pertama. Bunuh atau dibunuh, Pewarisku."

Suara itu muncul lagi di kepalanya. Dingin. Tegas. Tanpa emosi.

Li Yuan menunduk sejenak. Tangannya menggenggam sebuah pecahan batu besar. Tak ada pedang, tak ada teknik, hanya tubuh lemah yang kini mulai diliputi aura aneh.

Makhluk pertama melompat.

Srrraaakkk!

Cakar tajam hampir menyayat wajahnya. Tapi secara naluriah, Li Yuan bergerak ke samping dan menghantamkan batu itu ke kepala si makhluk.

Praakkk!!

Tengkoraknya pecah, darah hitam memuncrat. Dua makhluk lainnya meraung dan mengepung dari dua sisi.

"Jangan mundur! Maju!"

Li Yuan melompat ke arah salah satu, menghindari cakaran, lalu menendang perutnya dengan tenaga penuh. Makhluk itu terpental. Tapi yang lain berhasil menggigit bahunya.

"Aaarghhh!"

Darah mengucur. Tapi justru saat itulah, simbol naga hitam di tangan Li Yuan menyala terang.

Darah tertumpah. Segel aktif.

Tubuh Li Yuan memanas. Sesuatu yang asing merayap dari lambung ke seluruh pembuluh darah. Matanya menjadi hitam keunguan, dan hembusan napasnya seperti uap panas dari neraka.

"MATILAH!!"

Dengan satu teriakan, ia mencengkram leher makhluk itu dan menghancurkannya dengan tenaga yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Makhluk itu menggelepar sejenak, lalu mati.

Li Yuan berdiri terengah. Luka-lukanya mulai mengering dengan cepat. Nafasnya berat, tapi dadanya dipenuhi sesuatu yang meletup: euforia kekuatan.

"Setiap darah yang kau tumpahkan akan memperkuat tubuhmu. Tapi ingat, semakin kuat kau, semakin dekat kau pada batas kegilaan. Gunakan atau dikendalikan—pilihannya milikmu."

Li Yuan menatap tangannya. Simbol naga mulai meredup, tapi rasa hangat itu tetap ada.

"Aku ... bukan Li Yuan yang dulu."

Ia menarik napas panjang. Matanya menatap ke dalam jurang yang lebih dalam.

Di kejauhan, terdengar raungan lain. Lebih besar. Lebih dalam. Lebih berbahaya.

Li Yuan menyeringai.

"Kalau dunia ingin membunuhku, maka aku akan lawan sampai dunia ini hancur."

Ia melangkah ke depan. Jurang Naga Hitam bukan lagi kuburan. Ini akan jadi panggung kelahirannya sebagai iblis baru. Saksi Nafas Pertama Sang Pewaris!

Dan di puncak Sekte Bambu Langit, Wang Fei bermimpi buruk malam itu—ia melihat mata ungu naga mengintainya dari dalam kegelapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Belajar Bernafas Sendiri

    Setelah kehancuran Zhen, dunia seperti baru saja menarik napas panjang untuk pertama kalinya. Langit berwarna biru muda, tapi berdenyut lembut seolah memiliki nadi. Tanah memancarkan kehangatan, air sungai berkilau seperti kaca cair. Semua terasa hidup, tapi tanpa suara perintah dari langit.Wu Xian berdiri di puncak tebing, menatap hamparan lembah yang mulai ditumbuhi kembali oleh rumput. “Aneh,” katanya pelan, “tanpa naga, tanpa dewa, dunia justru terlihat… tenang.”Yara yang duduk di atas batu menatap ke arah matahari. “Karena kali ini, dunia tidak dikendalikan. Ia memilih sendiri untuk hidup.”Rakta Nagendra, yang kini tinggal dalam bentuk cahaya merah transparan, muncul di belakang mereka. “Keseimbangan baru sedang dibentuk. Aku bisa merasakannya. Alam mencoba menulis ulang hukum-hukumnya, tapi lebih lembut… seperti anak kecil belajar bicara.”Wen Jue membuka gulungan di tangannya—gulungan kosong yang dulunya menyimpan ribuan mantra

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Dunia Memilih Siapa yang Layak Diingat

    Langit terbelah menjadi dua warna—merah dan putih. Antara kehendak manusia yang menuntut Tuhan baru, dan kenangan yang masih memegang kebebasan lama. Dunia berguncang di antara dua napas, seolah tak tahu harus berpihak pada yang mana.Sosok raksasa hitam—wujud kehendak kolektif yang menyebut dirinya “Zhen”—menatap ke bawah tanpa mata, tapi kehadirannya menekan seperti gravitasi ribuan gunung. Setiap manusia yang menatap ke arahnya akan berlutut tanpa sadar, tubuh mereka tunduk pada sesuatu yang bahkan tak mereka pahami.> “Kalian menciptakanku dari ketakutan kalian sendiri,”“Kalian ingin kebebasan, tapi juga ingin penuntun.”“Maka akulah jawaban yang kalian ciptakan.”Suara itu bergema di dalam kepala setiap makhluk hidup.Rakta Nagendra mengaum keras, mencoba memecah dominasi itu dengan kilatan cahaya merahnya. “Manusia tidak butuh lagi tirani berbentuk Tuhan!”Namun Zhen hanya menoleh sedikit. Satu tatapan,

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia Tanpa Tuhan, Langit Tanpa Takhta

    Langit biru pucat membentang tanpa batas, tapi tak ada sinar suci atau suara ilahi. Dunia itu kini bebas dari penguasa, bebas dari naga, bebas dari takdir yang dipaksakan oleh para dewa. Namun kebebasan yang terlalu luas sering kali melahirkan kekosongan.Yara menatap puncak Jurang Naga Hitam, tempat segalanya bermula. Sekarang, tempat itu hanya tinggal batu berlumut dan suara angin. “Dulu, di sini adalah gerbang antara dunia. Sekarang, cuma lubang kosong yang bahkan bayangan pun enggan hinggap.”Wu Xian, yang kini membawa tongkat berukir naga perak, menatap sekeliling dengan senyum pahit. “Lucu, ya. Kita bertarung melawan dewa untuk membebaskan dunia, dan hasilnya? Dunia malah kehilangan arah.”Wen Jue berjalan mendekat, jubah hitamnya berderai tertiup angin. “Itu konsekuensinya. Tak ada tatanan tanpa kekuatan yang menjaga. Tanpa Li Yuan, tanpa naga, hukum dunia mulai menulis ulang dirinya dengan acak. Lihat gunung itu.”Di kejauhan, g

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Tersenyum pada Bayangannya

    Kabut perak perlahan menyelimuti lembah tempat pertempuran terakhir terjadi. Tanah yang retak kini mulai menutup, pepohonan tumbuh kembali, dan udara yang tadinya berbau mesiu berubah menjadi harum embun pagi. Dunia bernapas lagi—pelan, tapi pasti. Namun di tengah ketenangan itu, keheningan terasa… ganjil. Terlalu sunyi untuk dunia yang baru lahir. Yara berdiri di tepi jurang, rambutnya tertiup lembut oleh angin keperakan. “Kau bisa merasakannya juga, Wen Jue?” Wen Jue menunduk, menggenggam tanah di tangannya. “Dunia ini… memang tersenyum. Tapi bukan senyum damai. Lebih seperti—senyum yang sedang menyembunyikan luka.” Wu Xian mendengus, berjalan mondar-mandir. “Li Yuan menukar dirinya dengan keseimbangan. Dunia baru ini terbentuk dari ingatan dan kehendak manusia. Tentu saja tidak stabil. Karena manusia sendiri tidak pernah benar-benar damai.” Rakta Nagendra menunduk rendah, mata emasnya berke

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dua Mata yang Tak Pernah Sepakat

    – Langit terbelah menjadi dua warna—emas di satu sisi, hitam di sisi lainnya. Kedua cahaya itu berputar, bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan awan, gunung, dan bahkan waktu itu sendiri. Di tengah-tengahnya, Li Yuan berdiri di atas kepala Rakta Nagendra, tubuhnya dikelilingi simbol-simbol naga yang berputar cepat. Wu Xian menatap ke atas sambil menutupi wajahnya dari kilatan cahaya. “Sial… dua mata langit? Dunia ini benar-benar akan pecah jadi dua kalau terus begini!” Wen Jue menjawab tenang, tapi suaranya tegang. “Bukan akan. Sudah. Lihat di bawahmu.” Yara menunduk, dan matanya membulat. Tanah di bawah kaki mereka membelah. Separuh dunia berubah terang dan subur, separuh lainnya hitam dan kering seperti arang. Dua hukum realitas mulai berebut kendali—yang satu ingin membekukan waktu, yang satu ingin menelannya. Li Yuan menutup mat

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Langit Kembali Membuka Mata

    – Langit yang baru itu terlihat damai. Tapi bagi Li Yuan, ketenangan justru pertanda bahaya yang belum muncul.Setiap kali dunia berhenti bergetar, ia tahu ada sesuatu yang sedang menahan napas di balik tabir waktu.Ia menatap Jam Pasir Naga di tangannya — kini tidak lagi memancarkan cahaya biru, melainkan berdenyut pelan, seperti jantung yang tertidur.> “Rakta Nagendra,” gumamnya pelan. “Apakah kau masih di dalam sana?”Tidak ada jawaban. Hanya hembusan angin lembut yang membawa aroma tanah basah dan bunga liar.Namun, jauh di dalam inti bumi baru itu, sesuatu bergerak — perlahan, berat, dan kuno.---Sementara itu, di puncak gunung tertinggi, Yara tengah berlutut, menanam simbol baru di tanah — Segel Kehidupan Pertama.Ia menggambar lingkaran dengan darahnya sendiri.Wen Jue berdiri di belakangnya, menatap simbol itu dengan pandangan tajam.“Dengan segel itu, kau mengikat nasibmu pada dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status