Share

Bab 2

PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYA

BAB 2

Aku meninggalkan Mas Bayu yang masih berdiri di teras. Pergi menuju pasar menggunakan motor matic milikku. 

Tidak lupa aku mampir terlebih dahulu ke  ATM yang tidak jauh dari pasar. 

"Astagfirullahaladzim, apa-apaan ini?!"

***

Mataku melotot seakan ingin keluar dari tempatnya. Bagaimana tidak, uang yang berada di ATM semula berjumlah puluhan juta, dan berkurang lima juta dan kini tinggal satu juta saja. Astagfirullahaladzim, Mas Bayu benar-benar keterlaluan. 

Aku langsung mengambil semua uang yang tersisa. Daripada nanti berkurang kembali, aku tidak pernah habis pikir. Mas Bayu mengambil uang tabungan tanpa berbicara dulu kepadaku. Sesibuk-sibuknya aku di warung, jika hanya sekedar bicara apa susahnya. 

Ah, ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus mencari tahu kemana semua uang-uangku selama ini. Jika hanya sekedar membeli rokok, bukankah gaji Mas Bayu sendiri cukup untuk membelinya. Kenapa harus mengambil tabungan segala sih, pasti uang itu untuk keperluan yang lain. 

Aku langsung bergegas pergi ke bank terdekat. Membuka rekening baru atas namaku sendiri, yang pasti tanpa sepengetahuan Mas Bayu. Biarkan saja, yang mereka tahu aku tidak mau membuat rekening karena malas mengantri. 

Awas, saja kamu Mas. Jika kamu ketahuan macam-macam. 

Aku bergegas kembali ke pasar, membeli sayuran yang akan diolah esok hari. Ada tahu, tempe, kentang, cabe maupun telor. Ada beberapa bumbu dapur yang lain. Tidak lupa membeli buah jeruk kesukaan Mas Bayu, sebesar apapun aku saat marah. Aku tetap masih memikirkan lelaki yang bergelar suami itu.

Aku langsung membawa beberapa kantong belanjaan ke warung. Disana sudah ada dua karyawan ku yang menunggu, menyiapkan beberapa wadah. Satu persatu tahu maupun tempe dipotong sesuai selera. Tidak lupa memotong cabe kecil-kecil untuk dimasak tumis. 

Aku pun ikut sibuk menyiapkan dagangan untuk esok hari. Namun alangkah terkejutnya aku ketika Ibu mertua datang ke warung dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak.

"Arum!" Teriak Ibu mertua membuatku langsung menoleh ke arahnya.

"Ada apa, Bu?" tanyaku bingung, entah mengapa wanita paruh baya itu tiba-tiba marah.

Datang dengan mimik muka yang begitu masam, jarak antara warung dengan rumah memang tidak terlalu jauh. Hanya kisaran satu kilometer saja, namun karena Ibu mertua sudah berumur. Sehingga nafasnya tersengal-sengal saat tiba di warung.

"Kamu ini gimana sih, main pergi-pergi saja."

"Lha, kan Arum sudah pamit sama Mas Bayu. Lagian sudah menjadi kebiasaan Arum kalau jam segini ada di warung, Bu. Makanan juga sudah aku siapkan di meja makan." 

"Ibu minta uang buat belanja!" Tangan Ibu menengadah. Aku dan juga kedua karyawan ku lainnya saling melempar pandangan. Tidak salahkah Ibu meminta uang kepadaku?

"Maaf, Bu. Arum nggak ada duit!"

"Wah, kamu bener-bener ngelunjak ya Rum, kamu itu baru saja ambil tabungan kan? Jangan kamu pikir Ibu tidak tahu ya, dalam tabungan itu ada uang Bayu. Jadi Ibu berhak atas uang Bayu, Bayu itu anak Ibu. Jadi sini mana uangnya, jangan-jangan kamu habiskan untuk beli baju baru?"

"Astagfirullahaladzim, Bu. Ibu ini bicara apa sih?"

"Sudah … jangan keras-keras. Malu di denger sama pelanggan, lagian kamu itu Rum. Bukannya pulang dulu ke rumah malah langsung ke warung. Sini mana uangnya! Kamu abis ngambil tabungan kan?" Tiba-tiba Mas Bayu sudah berada di belakang Ibu. Entah mereka tadi datang bersamaan atau sendiri-sendiri. Yang pasti Ibu dan Mas Bayu kini berdiri dihadapanku. Aku yang tengah memotong cabe pun akhirnya menghentikan aktivitas ku lalu beranjak dari tempat duduk. Mengambil dompet lalu mengambil benda pipih yang tadi aku rebut dari tangan Mas Bayu.

"Seharusnya yang nanya itu aku, Mas. Uang sebanyak itu kenapa bisa habis?! Ha? Kemana? Kenapa kamu nggak pernah bilang sama aku! Ha? Dan sekarang kamu dan juga Ibu meminta uang kepadaku? Kamu nggak punya malu atau urat malumu sudah putus sih, Mas?" Aku hilang kendali juga akhirnya, setelah terik matahari menyengat kepalaku. Kini justru kedatangan Mas Bayu dan juga Ibu mertua menyengat emosiku.

"Astagfirullahaladzim, Arum! Kamu mau durhaka sama suamimu! Kamu nggak punya sopan santun, blas. Ini … ini yang buat Ibu nggak pernah suka sama istri kamu, Yu. Berani sama suami berani sama orang tua! Pantas saja kamu itu mandul!" Ibu berbicara lantang. 

Allahuakbar, kalau bukan orang tua mungkin wanita tua yang yang ada di hadapanku saat ini sudah aku cubit bibirnya yang terus saja nyerocos itu. 

"Mbak Arum kami pulang dulu ya?" Kedua karyawan ku akhirnya pamit. Setelah mendengar dan melihat perdebatan antara aku dan juga Ibu mertua. Mereka sudah hafal betul bagaimana watak Ibu mertuaku.

"Iya, maaf ya." Aku mengizinkan mereka pulang lebih dulu. Tidak mungkin aku membiarkan orang lain menonton drama rumah tanggaku. 

Aku menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Aku menjatuhkan bobot tubuhku di kursi pelanggan, beruntung semua pelanggan ku sudah tidak ada lagi.  Kini tinggal Mas Bayu dan juga Ibu mertua.

"Nih, ATM yang tadi aku ambil dari kamu, Mas. Tapi tolong jelaskan kepadaku, dimana uang-uang tersebut." Kini suaraku mulai terdengar lebih tenang.

Mas Bayu pun terlihat melirik ke arah wanita yang ada di sebelahnya, sesekali menatap langit-langit warung. Entah mencari keberadaan cicak atau apa aku juga tidak mengerti. Yang pasti Mas Bayu tidak langsung jawab pertanyaanku.

"Mas, saya tanya sekali lagi. Uang tabungan kita kemana?" 

"Kan Mas Bayu sudah bilang tadi, kalau di pinjem Agus buat bayar kontrakan."

"Ow ya? Hanya lima juta saja? Terus kemana uang  yang lain?"

"Yang lain masih utuh di dalam ATM itu!" Mas Bayu terbelalak ketika mendengar aku bertanya perihal uang yang lain. 

"Nggak ada!"

"Ada, Rum." Mas Bayu masih mengelak.

"Coba kamu lihat aplikasi kamu, Mas. Kamu cek sendiri. Berapa sisa uang uang ada di atm ini. Coba kamu cek sekarang!" Dengan patuh dan sedikit tergesa-gesa, Mas Bayu membuka aplikasi berwarna biru. Menekan kata sandi lalu mencari tahu saldo di balik buku rekening miliknya. Alangkah terkejutnya lelaki itu, ketika uang yang ada didalamnya sudah habis. Tinggal lima puluh ribu saja.

"Rum, kemarin masih sejuta kok!"

"Iya, Mas sejuta. Yang Arum tanya kan kenapa tinggal sejuta? Selama ini kamu gunakan untuk apa uang yang lain?"  Mas Bayu kembali terdiam. Aku benar-benar gemas melihat tingkah lelaki satu ini. Kalau mem*tilasi orang bukanlah suatu tindakan Pidana, sudah aku lakukan dari tadi.

"Jawab, Mas!"

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
sabar amata sih kalau aku dah tak tonjok tuh muka bayu biar ga goblok
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status