Share

PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYA
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYA
Penulis: Pena_Kinan

Bab 1

PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYA

Bab 1

"Mas, kenapa tabungan kita tinggal segini?" tanyaku pada Mas Bayu, suamiku. Matanya melirik sekilas pada buku rekening yang aku sodorkan.

"Iya, Agus harus bayar uang kontrakan."

"Lha? Apa hubungannya sama kita, Mas? Bukannya Agus sudah kerja? Istrinya juga kerja! Lantas kemana saja uangnya? Kenapa kamu juga pakai uang ini nggak bilang sama aku! Ini sebagian besar uang aku lho, Mas. Kamu nggak bisa pakai uang ini tanpa bicara dulu sama aku!" Emosiku meledak juga pada akhirnya.

"Jangan pelit-pelit sama adik sendiri! Inget ya Arum, Agus itu adiknya Bayu jadi sudah sepantasnya kalau kakak beradik saling tolong menolong. Kamu jangan pernah bikin persaudaraan mereka renggang karena sikap pelitmu itu!" Tiba-tiba ibu mertua masuk begitu saja ke dalam kamar. Setelah mendengar ucapanku yang sedikit berteriak, wajar aku berteriak. Tabungan yang seharusnya dikumpulkan supaya bisa membeli rumah, berkurang. Lumayan banyak dan aku tidak tahu. Astaga, bodohnya aku yang mempercayai semua tabungan disimpan pada rekening Mas Bayu. Dan lihat sekarang.

Lelaki yang bergelar suami itu masih diam, dia masih menatap layar ponsel yang terus menyala.

"Mas, kamu denger nggak sih?"

"Iya bener apa kata Ibu, perbaiki sikapmu itu! Jangan pelit sama adik, lagian hidup kita sudah lumayan enak. Nggak perlu mempermasalahkan uang sekecil itu!"

Bibir ibu mertua ku terlihat mencebik. Tangannya pun ia lipat di depan dada. Aku hanya tertawa tidak percaya.

"Kecil kamu bilang, Mas? Lima juta lho!"

"Kamu kan tiap hari jualan? nggak perlu lah, mempermasalahkan uang sekecil itu."

Astagfirullahaladzim, mendengar ucapan Mas Bayu baru saja membuatku ingin sekali mencubit bibirnya.

Aku memang berjualan, tepatnya jualan makanan ada sayur, oseng, opor dan juga ayam goreng bisa disebut warung makan meskipun masih sederhana. Dulu semua itu aku kerjakan sendiri tetapi sekarang aku sudah memiliki dua karyawan.

Membantu saudara sendiri tidak ada salahnya. Tetapi kenapa tidak bicara dulu kepadaku. Ya Tuhan, apakah harus aku marah-marah seperti ini?

"Kalau begitu mana ATM nya?" Tanganku menengadah meminta benda tipis itu dari Mas Bayu.

"Buat apa?" tanya Mas Bayu penasaran, seperti ada ketakutan jika aku mengambil uang tabungan itu.

"Aku lagi butuh sesuatu, mau beli. Sini mana ATM nya?" Tanganku terus bergerak meminta.

"Kamu butuh berapa?" tanya Mas Bayu, tangannya perlahan mengeluarkan isi yang ada di dalam dompet.

"Mas, aku butuh uang yang ada di ATM. Bukan yang ada di dompet kamu!"

Mas Bayu terlihat semakin gelalapan. Aku yakin pasti ada yang ditutupi dariku. Sedangkan Ibu terlihat mensejajarkan tangannya. Padahal tadi dia terlihat melipat tangan. Ada apa ini?

"Besok aja, lupa aku taruh mana ATM nya!"

"Astaga, mana mungkin kamu lupa, Mas. Biasanya kamu simpan di dompetmu itu!"

"Kamu ini apa-apaan sih, Rum? Kamu Sebenarnya butuh berapa duit, sampai harus ambil uang tabungan segala?" sahut Ibu mertua.

"Lho Bu, uang tabungan itu uangku juga. Kenapa Ibu yang sewot?" Mendengar ucapanku baru saja wajah Ibu mertua berubah menjadi masam.

"Mana, Mas?!"

"A-anu …."

"Anu apa? Yang jelas!"

"Mana, Mas?!" 

"A-anu …."

"Anu apa? Yang jelas!"

****

Mas Bayu terlihat semakin gugup, sesekali pandangannya tertuju pada Ibu mertua.

Ada apa ini? Jangan bilang bahwa benda pipih itu dibawa Ibu atau Agus. Bila itu terjadi, bisa ku telan mentah-mentah kamu Mas.

"Mas, mana ATM nya. Buruan!"

"Besok saja, kamu mau beli apa sih?" Mas Bayu masih beralasan. Membuatku gemas saja, segera aku berjalan maju. Merampas dompet dengan sedikit kasar. Lalu membuka dompet berwarna hitam itu lalu mencari benda tipis yang aku maksud. 

"Lha ini apa? Katanya lupa?" Aku melempar dompet ke arah Mas Bayu, dengan cepat dan tepat, lelaki itu menangkapnya. 

"Mas lupa, Rum." Entah mengapa suara Mas Bayu melemah.

Aku berniat pergi ke pasar, namun langkahku berhenti kemudian memutar badan ke arah Mas Bayu yang masih duduk.

"Mas, mulai sekarang ATM aku yang bawa. Inget, kalau kamu mau pake uang ini harus izin dulu sama aku! Paham!"

"Kamu ini apa-apaan sih, Rum? Bayu itu kepala rumah tangga, kenapa kamu yang ngatur?! Inget ya, kamu di sini itu cuma menantu jadi jangan sok berkuasa?!"

"Arum nggak berkuasa, Bu. Hanya saja, Arum juga berhak atas uang ini, Arum sudah susah payah kerja siang malam. Malah uangnya digunakan buat bayar kontrakan Agus? Bukan main!"

"Eh, Arum. Agus itu adik Bayu, kamu jangan pelit ya sama adik sendiri. Inget, tanpa Agus,  mana mungkin sekarang kamu punya warung. Karena Agus juga yang memberikan modal buat jualan, inget nggak? Jangan kacang lupa kulitnya kamu, sombong setelah sukses. Ajari istrimu ini dengan benar, Yu!" Ibu mertua berkacak pinggang. Matanya melotot seakan ingin keluar dari tempatnya. Melihatnya saja begitu mengerikan.

Maafkan aku Tuhan, jika aku menjawab setiap ucapan Ibu mertua ini. Bukan bermaksud melawan ataupun durhaka, namun bagaimana bisa aku hanya diam saja, sedangkan harga diri dan juga lelahku sama sekali tak dihargai.

"Maaf ya, Ibu mertuaku yang baik hati dan juga tidak sombong. Soal modal, uang yang dulu Agus berikan padaku sebagai modal. Alhamdulilah, sudah Arum kembalikan itu pun Arum tambahi sebagai bentuk terima kasih. Bukankah dulu saat aku mengembalikannya Ibu juga ada?" Sengaja aku jelaskan agar wanita tua itu mengingat. 

"Sudahlah, Rum. Kamu itu dikasih tahu malah kemana-mana. Katanya mau pergi ke pasar? Buruan, nanti keburu sore. Lagian warung siapa yang jaga?" sahut Mas Bayu, tangannya sedikit mendorongku untuk segera pergi. Aku melihat Ibu hanya mencebik, lalu memalingkan wajahnya. 

Ow ya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Arum Larasati. Istri dari Bayu Prasetyo, pernikahanku juga belum dikaruniai seorang anak. Meskipun usia pernikahan kita sudah menginjak tahun ke empat. Banyak usaha sudah aku tempuh, tapi Tuhan belum memberikan kami kepercayaan. 

Ketika usia pernikahanku setahun aku masih berdiam diri dirumah. Namun setelah tahun kedua, berdiam diri bukanlah inginku. Kebutuhan semakin banyak ketika Agus, adik Mas Bayu menikah. Aku harus berfikir agar bisa mencari tambahan uang. Kebetulan aku pintar memasak jadi aku memutuskan membuka warung makan. Dulu modal yang dipinjamkan Agus hanya aku gunakan untuk menjual sedikit makanan. Namun, setelah berjalannya waktu semakin hari usahaku semakin lancar. Dari aku masak sendiri hingga kini dibantu dua orang karyawan. 

"Jangan dorong, Mas. Kenapa sih?" Aku melepas tangan Mas Bayu dengan sedikit kasar. Lalu memutar badan menghadapnya.

"Mas kan sudah sering bilang, jaga sikapmu itu sama Ibu! Kamu mau sampai Jantung Ibu kumat lagi?" tanya Mas Bayu. Bibirku mencebik mendengar ucapan lelaki bergelar suami itu. 

"Mas Bayu marah?"

"Ya marahlah, kamu itu sama Ibu bicara kasar begitu! Marah-marah nggak jelas!"

"Marah-marah nggak jelas? Mas, aku itu bicara nggak kasar. Aku juga bicara benar kok. Kita sudah mengembalikan uang yang dipinjamkan Agus. Eh, malah kamu ngasih dia lima juta tanpa sepengetahuan aku."

"Tu kan, kamu ungkit lagi soal uang yang nggak seberapa itu."

"Nggak seberapa? Lima juta banyak lho! Memangnya kamu pernah ngasih aku uang sebanyak itu?" 

Kini Mas Bayu diam, setelah mendengar ucapanku baru saja. Benar adanya, dia tidak pernah sekalipun memberiku uang sebanyak itu. Yang ada aku yang selalu keluar banyak uang untuk keluarganya.

Aku meninggalkan Mas Bayu yang masih berdiri di teras. Pergi menuju pasar menggunakan motor matic milikku. 

Tidak lupa aku mampir terlebih dahulu ke  ATM yang tidak jauh dari pasar. 

"Astagfirullahaladzim, apa-apaan ini?!"

Bersambung 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Siti Purnama
lumayan ceritanya
goodnovel comment avatar
Linarusyanti 345
ceritanya bagus. lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status