Share

004 - Hanya Anak Petani

Dalam beberapa hari ke depan, ibu Yusuf dan adik perempuannya juga akan datang untuk melihat bayi Yusuf yang baru lahir. Ini adalah acara tradisional khusus yang disebut “turun mandi”, di mana semua keluarga akan datang untuk ikut merayakan.

  

“Jadi kamu pesankan pada ibumu untuk membawakanku Lamang Tapai? Aku sudah cukup lama kangen dengan Lamang Tapai buatan ibumu,” kata Rayna pada suaminya

  

“Kamu tidak perlu khawatir. Membawakan Lamang Tapai untuk menantu sudah menjadi tradisi keluarga. Meski aku tidak memintanya, dia sendiri akan membawakannya untukmu,” jelas Yusuf.

  

Sementara itu, Bu Harmoko telah sukses menyebar kebenciannya terhadap Yusuf kepada kerabatnya yang lain. Terutama kepada ayahnya sendiri, Sutan Sati, dengan mengungkit isu soal pemberian nama anak, dengan memanas-manasi bahwa Yusuf terang-terangan mengatakan bahwa wejangannya itu sesuatu yang konyol. Tentu hal itu ikut mempengaruhi reaksi dari kerabatnya yang lain.

  

Di hari acara turun mandi itu, semua kerabat dari pihak keluarga Bu Harmoko terus memanggil anak Yusuf dengan nama Steven atau Steve. Mereka sengaja melakukannya dengan lantang di depan Yusuf. Terkadang terlihat seperti mencoba memanas-manasinya.

  

“Steve, nanti kalau sudah gede jangan seperti bapakmu, ya! Sudah enak tinggal nyaman di rumah mertua, tapi malah ngelunjak tak tahu berterima kasih,” goda Nesty, adik perempuan dari Bu Harmoko.

  

“Ya tak mungkin, laaah! Selama Steve dalam naungan neneknya, tinggal di rumah ini dan sekolah di sekolah terbaik, dia tak akan mungkin seperti itu. Lain soal kalau dia dididik dengan mindset dan pola pikir kampungan,” sela Bu Harmoko menimpali dengan dagu yang meninggi.

  

Rayna hanya menyipitkan mata, menatap dingin ke arah bibinya, dan tentu tak mungkin juga mengekspresikan ketidaksenangannya atas kata-kata sindiran dari ibunya sendiri. Sementara Yusuf hanya bisa diam menebalkan telinga, duduk tak begitu jauh dari Rayna dan anaknya.

  

Mereka tak ingin terlalu serius menanggapinya, mengingat banyaknya kerabat keluarga lain di rumah itu. Lagi pula, rata-rata dari mereka juga bersikap sama, dan Rayna sadar ini pasti karena pengaruh ibunya juga. Selama satu hari itu, bayi kecil tak berdosa itu telah menjadi senjata bagi mereka untuk menghina dan mengejek status Yusuf dalam keluarga.

  

Semua menjadi semakin berlarut-larut ketika ibunya Yusuf baru datang ke rumah tersebut. Beberapa bocah yang sibuk berlarian tanpa sengaja menabrak perempuan paruh baya itu di pintu depan, membuat bingkisan kue dan Lamang Tapai yang dipesankan Rayna berserakan di lantai. Bocah itu pun sudah terlanjur menangis duluan sebelum dimarahi.

  

Ibu Yusuf langsung menenangkannya dengan penuh kasih sayang, membelai rambut anak itu dengan ramah. “Tidak apa-apa. Itu hanya kecelakaan, bukan masalah,” jelasnya dengan senyum lembut dan menyeka air mata bocah tersebut.

  

Namun kemudian, Nesty yang merupakan ibu dari bocah itu, yang juga merupakan adik perempuan Bu Harmoko, datang dan menarik anaknya menjauh dari ibu Yusuf.

  

“Apa yang kau lakukan pada anakku? Jauhkan tangan kotormu darinya!” bentak wanita tersebut.

  

Hal itu mengejutkan ibu Yusuf, begitu juga dengan adik perempuan Yusuf yang baru kelas dua SMP. Gadis kecil itu langsung menyembunyikan dirinya di belakang ibunya dengan begitu ketakutan

  

“Siapa yang membiarkan pengemis ini masuk sejauh ini ke dalam rumah ini?” Wanita itu berteriak seolah mencoba memberi tahu yang lainnya. “Tidakkah ada yang sudi untuk mengusir pengemis ini dari rumah?!”

  

Pada saat itu, Yusuf berdiri tepat di belakangnya. Wanita itu mencoba untuk mendorong Yusuf seperti ingin melanjutkan panggilannya ke dalam rumah, memanggil seseorang untuk mengusir wanita kampung itu.

  

“Ros! Apa rumahmu tak ada satpamnya? Kok bisa-bisanya pengemis masuk sejauh ini? Lihatlah, lantai jadi kotor begini. Sampah apa lah yang dibawa orang tua ini ke sini,” teriak Nesty tanpa mengindahkan keberadaan Yusuf di dekatnya.

  

Yusuf pun jadi naik pitam. Tak mungkin rasanya, adik dari ibu mertuanya itu tak mengenal ibunya yang merupakan besanan di keluarga tersebut.

  

“Dia itu ibuku, bukan pengemis,” sergah Yusuf.

  

“Tapi kok kaya' pengemis gitu. Pede-pedenya masuk ke rumah besar ini. Apa ibumu tak tahu diri?" balasnya.

  

Sadar bahwa wanita itu sengaja menghina ibunya terang-terangan di depannya, sekonyong-konyong Yusuf langsung menampar wajahnya begitu keras karena tidak bisa lagi menahan amarahnya.

  

“Boleh saja kau menghinaku, tapi tidak ibuku!” bentak Yusuf.

  

Bocah kecil yang tadi sedang menangis itu sekarang menangis lebih keras melihat ibunya ditampar Yusuf. Hal itu menarik lebih banyak orang untuk datang. Satu remaja laki-laki berlarian ke ruang tengah menemui seorang pria yang kebetulan adalah suami dari Nesty tersebut.

  

Mengetahui Yusuf baru saja menampar istrinya, wajah pria itu memerah karena amarah, bergegas menuju ruangan depan sembari menyingsingkan lengan bajunya.

  

“Bangsat! Asalan saja menampar istri orang!” gerutu laki-laki itu menuju ruangan depan.

  

Keributan itu pun merembet ke Sutan Sati, ayah kandung dari Bu Harmoko yang kebetulan sedang duduk di ruang tengah. Begitu juga dengan menantunya dan juga dua orang laki-laki saudara kandung Bu Harmoko. Mereka bersama Bu Harmoko bergegas ke pintu depan hendak melihat keributan yang baru saja terjadi.

  

“Siapa yang membuat keributan di rumah ini? Apa dia tidak tahu siapa yang ada di rumah ini?” tanya Sutan Sati sambil melipat lengan bajunya seolah ingin memamerkan kebolehanya sebagai seorang pendekar silat.

  

Namun, ketika dia keluar untuk mengurai semua keributan itu, dia melihat dua orang menantunya dan salah satu putranya sendiri sudah terkapar di lantai tanpa daya. Ia masih berkesempatan melihat Yusuf membanting putra sulung dari lelaki tua itu. Yusuf menindih lehernya dengan satu lutut sambil memelintir pergelangan tangan pria itu.

  

Orang tua itu terdiam, tidak bisa menunjukkan nyali untuk meminta Yusuf berhenti. Saking ketakutannya, melihat wajah Yusuf yang sudah berlumuran darah dari anak dan menantunya yang sudah dihajar oleh laki-laki kampungan itu.

  

Hingga akhirnya Pak Harmoko datang dan membubarkan perkelahian tersebut.

  

“Yusuf! Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah tidak memiliki rasa hormat untuk keluarga ini lagi?” bentak ayah mertuanya itu.

  

Yusuf melepaskan satu orang yang saat ini dia tindih di lantai. Dia mencoba menenangkan diri dan mengambil napas dalam-dalam, dan kemudian melepaskan kedua jari pria itu.

  

“Siapa lagi yang ingin menghina ibuku?!” tantangnya dengan menatap dingin ke arah Sutan Sati, ayah Bu Harmoko yang kebetulan satu-satunya pria yang masih berdiri di antara kerumunan pihak keluarga dari Bu Harmoko tersebut.

  

Sutan Sati diam, selirik dua lirik ke arah Lamang Tapai yang berserakan di lantai, serta ke arah Ibu Yusuf dan adik perempuannya yang gemetar ketakutan. Dari sedikit kata-kata Yusuf itu, dia sedikit bisa meraba-raba penyebab kegaduhan tersebut.

  

“Di mana rasa malumu, orang tua? Apa ini caramu mengajarkan anak dan kepokananmu? Aku mungkin hanya anak petani. Tapi ayahku tidak pernah mengajariku untuk menghina tamu yang datang ke rumah, apalagi jika tamu tersebut adalah ibu dari Urang Sumando sendiri. Apakah sudah hilang “Minang” dalam diri kalian dan menjadikan kalian seperti Kabau (Kerbau) saja?”

  

Di situ Sutan Sati semakin yakin dengan dugaannya, bahwa seseorang telah menghina tamu yang sejatinya masih besan di Rumah Gadang tersebut.

  

Sutan Sati yang merupakan orang yang beradab dan beradat, terdiam tak bisa menyela. Apa yang baru saja dikatakan Yusuf adalah tentang etika menjadi orang Minangkabau. Sebagai seorang pria terhormat dan ahli silat, Sutan Sati tentu tahu betul maksud sindiran dari kata-katanya tersebut.

  

Namun, Rosdiana - istri Harmoko, yang tidak mengerti sedikit pun makna mendalam dari kata-kata Yusuf, mulai mencak-mencak. “Dasar mantu kurang ajar! Tak usah kau sok mengajari ayahku. Kau pun hanya Urang Sumando di rumah ini. Hadir kau di sini cuma jadi benalu. Lagak sok bermartabat. Kau cuma petani kampung, tahu apa kau soal martabat?”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status