Share

Pergi dari sini, Mas!

Pembalasan TKW yang diselingkuhi

#bab2

#Rhienz

Jangan lupa follow dan subscribe dulu sebelum membaca ya. Terima kasih

"Aisyah!" ucapku bergetar, seolah tak percaya dengan apa yang kulihat.

Segera aku menghampirinya, ku peluk erat tubuh kurusnya.

"Ya-allah Aisyah, kenapa kamu jadi begini, Nak?" Tangisku pecah seketika di pelukan Puteri semata wayangku. Aku tidak ingin Aisyah melihat kelakuan b*jat sang Ayah.

Segera kugendong Aisyah menjauh dari Mas Ilham dan wanita sekingkuhannya yang tak kunjung mengenakanan baju, seolah dengan sengaja memamerkan tubuh seksi nya di hadapanku. Membuatku muak dan ingin sekali merajamnya.

Ku ajak Aisyah duduk di sofa, wajahnya menunduk malu di pangkuanku. Tak henti-hentinya aku terus mencium Aisyah, setelah sekian lama aku tidak bertemu dengannya. Hari ini saat pertama kali aku melihatnya, sungguh membuatku menyesal telah meninggalkannya selama lima tahun. Seandainya dulu aku tidak meninggalkannya, Aisyah pasti tumbuh menjadi anak yang sehat. 

☆☆☆☆ flashback 5 tahun lalu

"Tok tok tok" suara orang mengetuk pintu membangunkan aku yang tengah tertidur.

Ku lihat jam di dinding pukul satu dini hari, siapa malam-malam bertamu ke rumahku.

Segera aku bangun dan berjalan menuju ruang tengah untuk membuka pintu.

"Ya-allah, Mas. Kamu kenapa?" Teriakku terkejut melihat Mas Ilham babak belur, wajahnya penuh luka dan memar.

"Kamu kenapa, Mas? Kenapa bisa begini?" tanyaku sambil menggandeng tubuh Mas Ilham ke atas kursi.

"Aku di hajar rentenir, Rim!" sahut Mas Ilham meringis kesakitan.

"Bukannya tadi pagi Mas pamit mau kerja di luar kota? Kenapa bisa dihajar rentenir malam-malam begini?" tanyaku heran.

Pasalnya tadi pagi Mas Ilham sudah pamit kepadaku untuk ikut kerja bangunan di Bogor bersama teman-temannya.

"Iya Rim, tadi Mas mampir dulu ke rumah joko. Eh ternyata disana, Mas. Malah ketemu preman suruhannya rentenir yang minjemin uang ke Mas. Mereka menagih uangnya, karena Mas gak bisa bayar jadi Mas dihajar habis-habisan sama mereka."

"Bukannya sudah lunas ya, Mas? Terakhir kan Rima yang melunasi sisa hutangnya tiga juta. Uang hasil jual kalung peninggalan Ibu." sahutku bertanya-tanya.

"Se-sebenarnya, Mas. Punya hutang 10 juta pada rentenir itu!" Jawab Mas Ilham terbata-bata.

"Ya allah, Mas. Uang 10 juta kamu pakai buat apa?" Sahutku dengan isak tangis.

"Maaf, Rim. Uang yang 8 juta, Mas kirim ke ibu dikampung. Untuk biaya renovasi rumah ibu. Dan sisanya Mas pakai untuk pegangan Mas sehari-hari." 

"Terus gimana caranya kita bayar hutang ke rentenir itu, Mas?" tanyaku kesal.

Perasaanku seketika terluka, kenapa Mas Ilham tidak cerita jika dia meminjam uang ke rentenir untuk merenovasi rumah ibunya. Padahal yang aku tahu rumah ibu mertuaku sudah cukup bagus, dibanding dengan rumah yang ku tempati ini. Rumah peninggalan ibuku ini tidak memiliki toilet, untuk buang air pun harus pergi ke toilet umum. Dapur hanya beralaskan tanah, atap pun tanpa plafon. Tapi Mas Ilham tak pernah berencana untuk merenovasi rumah ini.

Rasa kasihanku kepada Mas Ilham tiba-tiba berubah menjadi kesal saat dengan gamblangnya Mas Ilham menjawab. "Kita jual saja rumah ini, Rim. Uangnya bisa untuk bayar hutang ke rentenir. Sisanya bisa dipakai untuk sewa kontrakan." 

"Tidak, Mas! Ini rumah peninggalan orang tua ku. Sampai kapan pun aku tidak akan menjualnya."

Setelah perdebatan panjang antara aku dan Mas Ilham akhirnya dengan terpaksa aku menerima tawaran temanku untuk kerja menjadi TKW. Meninggalkan Aisyah yang masih berusia 4 tahun. Dan kini setelah lima tahun berlalu, hanya tinggal penyesalan yang mendalam di hati kecilku.

☆☆☆☆☆☆☆

"Aisyah ini ibu, Nak! Aisyah kangen sama ibu?" ucapku pada Aisyah. Air mata terus mengalir deras membasahi pipiku, Aisyah hanya terdiam. Tak bergeming sedikitpun, tatapan matanya kosong, tidak ada senyuman sedikitpun. Terus ku ciumi kepalanya yang sedikit bau amis. Banyak luka borok di kepalanya. Rambutnya seolah tidak pernah disisir. 

"Tega sekali kamu, Mas! Menelantarkan darah dagingmu sendiri seperti ini" Gumamku dalam hati.

Mas Ilham keluar dari kamar, dia sudah mengenakan kaos oblong warna hitam.

"Rima, maafkan aku Rim. Aku bisa jelasin semuanya. Aku kangen sama kamu Rim!" ucap Mas Ilham, tangannya merangkulku, namun segera ku tepis kasar. Aku segera berdiri sambil menggendong Aisyah, berat badan Aisyah sangat ringan untuk ukuran anak 9 tahun. 

"Pergi dari sini kamu, Mas!" Ucapku sambil menodongkan gunting yang aku ambil di atas TV. Entah gunting bekas apa bisa tergeletak di atas TV.

"Ajak sekalian pel*cur itu keluar dari rumah ini!"

Tak lama wanita itu keluar dari kamar dengan pakaian kurang bahan, pusarnya terlihat, belahan dada yang terbuka lebar serta rok mini yang cocok di pakai untuk anak SD. Setiap lelaki yang melihat penampilannya pasti akan tergoda.

Kututupi wajah Aisyah dengan hijabku, ku ayunkan gunting hingga menggores dada pel*cur itu, area sensitif yang sedari tadi dilumat oleh Mas Ilham dengan buasnya, kini terluka, dia menjerit kesakitan. Ku tendang area sentral Mas Ilham dengan kaki yang masih mengenakan sepatu wedges dengan tebal 10 CM. Mas Ilham pun terjungkal, mengerang kesakitan. Mereka berdua menjerit, berteriak memohon pertolongan, tapi tidak ada satu pun yang mendengar.

"Rima, aku mohon maafkan aku!" suara Mas Ilham sontak membuyarkan hayalanku.

Aku tidak boleh gegabah melakukan hal konyol yang akan merugikan aku dan Aisyah. Aku tidak mau masuk penjara dan berpisah dengan Aisyah, aku harus berpikir jernih. Membalaskan dendam dengan cara yang sempurna. Perlahan kuturunkan gunting yang sedari tadi ku todongkan di dada Mas Ilham. Mas Ilham bersimpuh dan memohon di kaki ku, layaknya singa yang kehilangan taring.

"Berdiri, Mas! Jangan mengharap iba dariku" ucapku lantang memalingkan wajah darinya.

"Aku mohon Rim. Maafkan kekhilafan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi" 

"Kamu telah melukai hatiku dan Aisyah, Mas!, kamu telah menyia-nyiakan kepercayaan yang aku kasih. Aku tidak mau panjang lebar, sekarang kamu bawa pergi wanita itu dari hadapanku. Kalau tidak, aku akan berteriak agar orang-orang tau kelakuan bejat kamu!" ucapku sambil membuka pintu lebar-lebar.

Wajah Mas Ilham yang semula ku lihat buas penuh nafsu di atas ranjang, kini berubah 180 derajat menjadi pucat pasi penuh penyesalan. Akhirnya terpaksa Mas Ilham pergi dari rumahku, raut wajahnya seolah enggan untuk pergi, namun tidak ada pilihan lain.

Dia pun pergi dengan selingkuhannya menaiki motor sport yang dibeli dengan uang hasil keringatku. Teringat setahun yang lalu, saat Mas Ilham menelponku di pagi buta. Dia minta di transfer uang sebesar 30 juta, untuk membeli motor sport yang di impikannya sejak masih bujang. Aku yang tidak memiliki uang sebanyak itu meminta waktu kepada Mas Ilham. Namun Mas Ilham menyuruh untuk meminjamnya kepada majikanku.

Ah … sudahlah, aku tidak perlu mengingat semua itu, mengingatnya hanya akan menambah bebanku saja.

Segera ku tutup pintu rumah dan ku kunci dari dalam. Khawatir jika Mas Ilham datang lagi ke rumah ini.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar suami gak tau diri
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
buang laki2 sampah ky gitu.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status