Share

Bab 5. Penghinaan

Shireen merasa gugup saat melihat Liam tersenyum lebar sebagai respon atas permintaannya. Dia tidak bisa menahan senyumannya setelah mendengar permintaan dari wanita itu. Rupanya Shireen kalah dengan nafsunya sendiri. 

Dengan langkah mantap, Liam mendekati Shireen dan mencium bibirnya dengan penuh gairah. Mereka saling berpegangan erat, takut kehilangan satu sama lain di tengah-tengah gelombang kenikmatan yang mereka alami bersama-sama. Setiap sentuhan dari Liam membuat hati Shireen berdegup kencang, sensasi baru ini begitu terasa menyenangkan.

Shireen juga harus rela merasakan kesakitan yang luar biasa saat kehormatannya benar-benar diambil oleh Liam. Meski dari hati yang paling dalam dia merasa tidak rela, tetapi tubuhnya benar-benar menikmati dengan apa yang dilakukan oleh Liam kepadanya.

Malam semakin larut, namun semakin panas juga antara mereka berdua. Ruangan dipenuhi oleh desahan-desahan serta aroma mereka yang mencekik udara. Tidak ada kata-kata lagi yang terucap dari mulut mereka, hanya suara nafas yang terengah-engah dan erangan kenikmatan yang memenuhi ruangan.

Shireen merasa seperti sedang melayang di awan ketujuh. Semua rasa sakit dan kecemasannya lenyap begitu saja saat Liam menyentuhnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dia tidak pernah membayangkan bahwa malam ini akan menjadi begitu indah dan tak terlupakan baginya.

***

Shireen terbangun setelah ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Dia masih merasa kantuk setelah apa yang dia lakukan semalam bersama Liam. Ikatan yang mengikat tangan Shireen pun sudah dilepas semalam oleh Liam setelah Shireen merasa puas dan tertidur.

Tanpa melihat nama si pemanggil yang masuk, Shireen langsung mengangkat telepon itu.

“Hallo,” ucap Shireen dengan suara serak.

“Sayang, apa kamu tidak akan bangun?” Itu suara Nick, membuat Shireen langsung terperanjat bangun. 

Saat itulah, Shireen melihat Nick tengah duduk di sofa di depan ranjangnya. Dia tersenyum lebar ke arah Shireen melihat tubuh istrinya itu yang tanpa memakai sehelai benang pun. Wajah Nick sama sekali terlihat tidak merasa bersalah berbeda dengan raut wajah Shireen yang dipenuhi rasa jijik dan penuh pengkhianatan. Dengan gerakan cepat, Shireen langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.

 Shireen merasakan darahnya mendidih dalam tubuhnya. Ia merasa seperti terjebak dalam perangkap yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini. Air matanya kembali turun membasahi wajahnya masih tidak percaya jika suaminya sendiri sudah menjual tubuhnya kepada Liam hanya karena hutang.

“Sialan!” ucap Shireen dengan nada marah yang tak tertahan lagi. Ia ingin melemparkan semua amarah dan kekecewaannya pada Nick, tetapi terlalu banyak yang ingin ia katakan sehingga hanya air mata yang terus membasahi wajahnya.

Nick berjalan perlahan mendekati Shireen. Wanita itu terus  menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh amarah. Air mata terus mengalir dari matanya, membasahi wajah cantiknya yang sedang dilanda kekecewaan dan kemarahan.

“Jangan menangis, sayang. Tampaknya semalam kamu menikmatinya, kenapa harus marah padaku?” ucap Nick sambil mencoba menghapus air mata Shireen dengan lembut. 

Namun, Shireen langsung menepis tangan Nick dengan kasar dan menatapnya dengan pandangan nanar yang penuh emosi.

“Jangan sentuh aku, sialan!” ucap Shireen dengan suara gemetar penuh amarah. “Aku tidak pernah menyangka akan menikahi laki-laki bejat sepertimu!”

Nick merasa hatinya hancur mendengar kata-kata tersebut. Ia tidak pernah bermaksud menyakiti hati Shireen atau membuatnya merasa seperti ini, tapi dia malah tersenyum seolah baru saja memberikan penghinaan.

“Hei, tenanglah sayang. Semuanya akan baik-baik saja,” ucap Nick mencoba meyakinkan Shireen bahwa apa yang terjadi semalam tidak perlu disesali. “Gara-gara kamu, aku bisa terbebas dari hutang-hutangku dan seharusnya kamu senang.”

Namun ucapan Nick justru membuat api kemarahan di dalam diri Shireen semakin berkobar-kobar. Bahkan permintaan maaf yang seharusnya keluar dari mulut Nick tidak terlontar sama sekali. Shireen merasa kecewa dan tersakiti oleh sikap suaminya.

“Aku ingin kita bercerai!” ucap Shireen dengan tegas, tak lagi sanggup menahan emosinya. 

Ia turun dari ranjang dengan langkah pasti, berusaha mengumpulkan sisa-sisa keberanian yang ada dalam dirinya untuk membersihkan tubuhnya. Baginya, hidup bersama Nick akan membuatnya semakin terluka. Seumur hidup terlalu lama.

Namun, sebelum Shireen bisa melangkah lebih jauh, Nick mencegahnya dengan perkataannya yang menusuk hati. 

"Bagaimana bisa aku menceraikanmu, Shireen? Siapa yang akan menerimamu setelah kamu berpisah dariku? Ingat! Kamu adalah yatim piatu, bahkan tidak punya tempat tinggal. Aku memungutmu dari panti asuhan." Suara Nick terdengar sinis dan penuh penghinaan.

Air mata semakin deras mengalir di wajah Shireen ketika dia mendengar kata-kata tersebut. Perkataan itu benar-benar menusuk hatinya dan membuat dirinya merasa rendah diri serta tidak berharga. Dia selalu merasa seperti beban bagi orang lain karena statusnya sebagai yatim piatu dari dulu. Dia tidak menyangka jika penghinaan itu akan keluar dari mulut laki-laki yang dia cintai.

“Aku tidak menyangka jika penghinaan ini akan terdengar dari orang yang begitu aku cintai dan dambakan!” ucap Shireen seraya menatap laki-laki itu dengan penuh amarah. 

Tatapan matanya memancarkan kekecewaan mendalam, seolah-olah dunianya runtuh dalam sekejap. Hatinya hancur berantakan saat kata-kata pedas itu keluar dari mulut Nick, orang yang selama ini ia anggap sebagai belahan jiwanya.

Detik berikutnya, tanpa diduga Shireen menampar Nick dengan keras membuat laki-laki itu sampai menoleh ke arah kanan dan memegang pipinya yang terasa nyeri akibat tamparan dari Shireen. Tamparan itu adalah ekspresi kemarahan dan sakit hati yang tak bisa lagi ditahan oleh Shireen. Ia merasa perlu untuk memberikan pelajaran kepada Nick bahwa ucapan dan tindakannya telah melukainya.

“Aku tidak peduli jika hidupku menjadi gelandangan, yang terpenting aku tidak menjadi istri dari laki-laki sepertimu!” ucap Shireen dengan nada tinggi lalu membalikkan tubuhnya hendak pergi seraya memegang selimut yang melilit tubuhnya dengan erat. 

Raut wajahnya dipenuhi oleh ketegasan untuk menjauh dari sosok seperti Nick. Baginya, lebih baik hidup sendiri daripada bersama seseorang yang menghina dan tidak menghargainya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status