Share

Bab 5. Penghinaan

Author: Queen Aurora
last update Last Updated: 2024-02-07 22:05:07

Shireen merasa gugup saat melihat Liam tersenyum lebar sebagai respon atas permintaannya. Dia tidak bisa menahan senyumannya setelah mendengar permintaan dari wanita itu. Rupanya Shireen kalah dengan nafsunya sendiri. 

Dengan langkah mantap, Liam mendekati Shireen dan mencium bibirnya dengan penuh gairah. Mereka saling berpegangan erat, takut kehilangan satu sama lain di tengah-tengah gelombang kenikmatan yang mereka alami bersama-sama. Setiap sentuhan dari Liam membuat hati Shireen berdegup kencang, sensasi baru ini begitu terasa menyenangkan.

Shireen juga harus rela merasakan kesakitan yang luar biasa saat kehormatannya benar-benar diambil oleh Liam. Meski dari hati yang paling dalam dia merasa tidak rela, tetapi tubuhnya benar-benar menikmati dengan apa yang dilakukan oleh Liam kepadanya.

Malam semakin larut, namun semakin panas juga antara mereka berdua. Ruangan dipenuhi oleh desahan-desahan serta aroma mereka yang mencekik udara. Tidak ada kata-kata lagi yang terucap dari mulut mereka, hanya suara nafas yang terengah-engah dan erangan kenikmatan yang memenuhi ruangan.

Shireen merasa seperti sedang melayang di awan ketujuh. Semua rasa sakit dan kecemasannya lenyap begitu saja saat Liam menyentuhnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dia tidak pernah membayangkan bahwa malam ini akan menjadi begitu indah dan tak terlupakan baginya.

***

Shireen terbangun setelah ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Dia masih merasa kantuk setelah apa yang dia lakukan semalam bersama Liam. Ikatan yang mengikat tangan Shireen pun sudah dilepas semalam oleh Liam setelah Shireen merasa puas dan tertidur.

Tanpa melihat nama si pemanggil yang masuk, Shireen langsung mengangkat telepon itu.

“Hallo,” ucap Shireen dengan suara serak.

“Sayang, apa kamu tidak akan bangun?” Itu suara Nick, membuat Shireen langsung terperanjat bangun. 

Saat itulah, Shireen melihat Nick tengah duduk di sofa di depan ranjangnya. Dia tersenyum lebar ke arah Shireen melihat tubuh istrinya itu yang tanpa memakai sehelai benang pun. Wajah Nick sama sekali terlihat tidak merasa bersalah berbeda dengan raut wajah Shireen yang dipenuhi rasa jijik dan penuh pengkhianatan. Dengan gerakan cepat, Shireen langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.

 Shireen merasakan darahnya mendidih dalam tubuhnya. Ia merasa seperti terjebak dalam perangkap yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini. Air matanya kembali turun membasahi wajahnya masih tidak percaya jika suaminya sendiri sudah menjual tubuhnya kepada Liam hanya karena hutang.

“Sialan!” ucap Shireen dengan nada marah yang tak tertahan lagi. Ia ingin melemparkan semua amarah dan kekecewaannya pada Nick, tetapi terlalu banyak yang ingin ia katakan sehingga hanya air mata yang terus membasahi wajahnya.

Nick berjalan perlahan mendekati Shireen. Wanita itu terus  menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh amarah. Air mata terus mengalir dari matanya, membasahi wajah cantiknya yang sedang dilanda kekecewaan dan kemarahan.

“Jangan menangis, sayang. Tampaknya semalam kamu menikmatinya, kenapa harus marah padaku?” ucap Nick sambil mencoba menghapus air mata Shireen dengan lembut. 

Namun, Shireen langsung menepis tangan Nick dengan kasar dan menatapnya dengan pandangan nanar yang penuh emosi.

“Jangan sentuh aku, sialan!” ucap Shireen dengan suara gemetar penuh amarah. “Aku tidak pernah menyangka akan menikahi laki-laki bejat sepertimu!”

Nick merasa hatinya hancur mendengar kata-kata tersebut. Ia tidak pernah bermaksud menyakiti hati Shireen atau membuatnya merasa seperti ini, tapi dia malah tersenyum seolah baru saja memberikan penghinaan.

“Hei, tenanglah sayang. Semuanya akan baik-baik saja,” ucap Nick mencoba meyakinkan Shireen bahwa apa yang terjadi semalam tidak perlu disesali. “Gara-gara kamu, aku bisa terbebas dari hutang-hutangku dan seharusnya kamu senang.”

Namun ucapan Nick justru membuat api kemarahan di dalam diri Shireen semakin berkobar-kobar. Bahkan permintaan maaf yang seharusnya keluar dari mulut Nick tidak terlontar sama sekali. Shireen merasa kecewa dan tersakiti oleh sikap suaminya.

“Aku ingin kita bercerai!” ucap Shireen dengan tegas, tak lagi sanggup menahan emosinya. 

Ia turun dari ranjang dengan langkah pasti, berusaha mengumpulkan sisa-sisa keberanian yang ada dalam dirinya untuk membersihkan tubuhnya. Baginya, hidup bersama Nick akan membuatnya semakin terluka. Seumur hidup terlalu lama.

Namun, sebelum Shireen bisa melangkah lebih jauh, Nick mencegahnya dengan perkataannya yang menusuk hati. 

"Bagaimana bisa aku menceraikanmu, Shireen? Siapa yang akan menerimamu setelah kamu berpisah dariku? Ingat! Kamu adalah yatim piatu, bahkan tidak punya tempat tinggal. Aku memungutmu dari panti asuhan." Suara Nick terdengar sinis dan penuh penghinaan.

Air mata semakin deras mengalir di wajah Shireen ketika dia mendengar kata-kata tersebut. Perkataan itu benar-benar menusuk hatinya dan membuat dirinya merasa rendah diri serta tidak berharga. Dia selalu merasa seperti beban bagi orang lain karena statusnya sebagai yatim piatu dari dulu. Dia tidak menyangka jika penghinaan itu akan keluar dari mulut laki-laki yang dia cintai.

“Aku tidak menyangka jika penghinaan ini akan terdengar dari orang yang begitu aku cintai dan dambakan!” ucap Shireen seraya menatap laki-laki itu dengan penuh amarah. 

Tatapan matanya memancarkan kekecewaan mendalam, seolah-olah dunianya runtuh dalam sekejap. Hatinya hancur berantakan saat kata-kata pedas itu keluar dari mulut Nick, orang yang selama ini ia anggap sebagai belahan jiwanya.

Detik berikutnya, tanpa diduga Shireen menampar Nick dengan keras membuat laki-laki itu sampai menoleh ke arah kanan dan memegang pipinya yang terasa nyeri akibat tamparan dari Shireen. Tamparan itu adalah ekspresi kemarahan dan sakit hati yang tak bisa lagi ditahan oleh Shireen. Ia merasa perlu untuk memberikan pelajaran kepada Nick bahwa ucapan dan tindakannya telah melukainya.

“Aku tidak peduli jika hidupku menjadi gelandangan, yang terpenting aku tidak menjadi istri dari laki-laki sepertimu!” ucap Shireen dengan nada tinggi lalu membalikkan tubuhnya hendak pergi seraya memegang selimut yang melilit tubuhnya dengan erat. 

Raut wajahnya dipenuhi oleh ketegasan untuk menjauh dari sosok seperti Nick. Baginya, lebih baik hidup sendiri daripada bersama seseorang yang menghina dan tidak menghargainya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 24. Pengadilan

    Cahaya matahari menembus kaca jendela besar ruang makan, menghangatkan lantai marmer yang dingin. Beberapa pelayan mondar-mandir menyiapkan sarapan, tapi suasana rumah itu tetap terasa sunyi, seolah menahan napas menunggu sesuatu.Liam duduk di meja makan, mengenakan kemeja putih yang digulung sampai siku dan celana bahan gelap. Secangkir kopi masih mengepulkan aroma di hadapannya, namun tak tersentuh. Matanya kosong menatap piring di depannya, pikirannya entah melayang ke mana. Sejak semalam, bayangan Shireen terus mengganggunya. Wajahnya yang pucat, tubuhnya yang lemah... dan kata-katanya yang tajam.Tiba-tiba langkah pelan terdengar dari arah tangga. Liam mendongak.Dan di sana... berdiri Shireen.Ia mengenakan gaun sederhana berwarna krem dengan rambut panjangnya yang tergerai lembut di bahu. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tapi matanya tampak jauh lebih hidup dibanding semalam. Tegas, berani, dan... dingin.Liam berdiri dari kursinya, tampak terkejut. “Kamu... bangun pagi,

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 23. Tidak Fokus

    Hari itu, Liam duduk di ruang rapat kantor pusat perusahaannya yang menjulang tinggi di jantung kota. Seorang manajer tengah berdiri di depan layar proyektor, menjelaskan strategi pemasaran kuartal berikutnya dengan penuh semangat. Namun, mata Liam kosong. Tatapannya tak benar-benar tertuju pada layar, melainkan mengawang, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.Bayangan wajah Shireen terus menghantui benaknya. Tatapan wanita itu yang penuh luka, air matanya yang jatuh tanpa bisa dibendung, dan tamparan yang mendarat di pipinya masih terasa membekas, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Liam bukan tipe pria yang mudah goyah, tetapi Shireen berhasil mengguncangnya dengan cara yang tak terduga."Tuan Liam, bagaimana menurut Anda tentang pendekatan yang kami ajukan untuk segmen remaja?" suara sang manajer memecah keheningan.Liam tersentak. Ia menoleh perlahan, tak langsung menjawab. Semua orang di ruang rapat menatapnya dengan cemas, menunggu tanggapan. Beberapa terlihat m

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 22. Hukuman

    Cahaya matahari menelusup lewat tirai tipis yang menggantung di jendela kamar hotel mewah itu. Shireen mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan diri dengan cahaya terang yang menyambutnya. Kamar itu masih sunyi, hanya suara pendingin ruangan yang samar terdengar.Namun, sepi itu terasa berbeda. Ketika tangannya meraba sisi kasur di sebelahnya, Shireen terdiam. Kosong. Tidak ada Liam di sana."Liam?" panggilnya pelan, tapi tidak ada sahutan.Ia bangkit duduk, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih terasa hangat oleh sisa-sisa keintiman semalam. Perasaannya campur aduk—malu, canggung, tapi juga ada sesuatu yang tak ingin ia akui: kerinduan.Kakinya menyentuh lantai dingin saat ia berdiri, melangkah ke kamar mandi, namun tetap tak menemukan Liam di dalam sana. Shireen mulai merasa aneh. Tanpa buang waktu, ia mengenakan pakaian seadanya dan membuka pintu kamar, menelusuri koridor hotel yang mewah itu dengan jantung berdebar.Ia membuka satu demi satu pintu yang dibiarkan tid

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 21. Sisi Lain

    Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian itu. Rumah megah yang kini menjadi tempat tinggal Shireen masih terasa asing baginya, tetapi ia mulai terbiasa dengan keheningan dan rutinitasnya. Liam jarang pulang tepat waktu, dan saat pun ia ada di rumah, percakapan mereka hanya secukupnya. Tidak ada yang benar-benar berubah, selain bahwa kini Shireen tengah menunggu perceraian resmi dengan Nick.Pagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamar Shireen. Wanita muda itu masuk sambil membawa sebuah kotak berwarna krem dengan pita emas yang terikat rapi."Tuan Liam meminta Anda memakai ini hari ini," ucapnya sopan. "Beliau akan membawa Anda ke luar kota. Mobil akan berangkat dalam dua jam."Shireen mengernyit. "Keluar kota? Untuk apa?""Saya tidak diberi tahu, Nona. Tapi Tuan Liam meminta Anda bersiap."Setelah pelayan itu pergi, Shireen menatap kotak itu cukup lama sebelum akhirnya membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah gaun panjang berwarna lembut—bukan yang terlalu mencolok, justru tampak

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 20. Surat

    Klub malam itu dipenuhi asap rokok, lampu temaram, dan dentuman musik yang memekakkan telinga. Di salah satu sofa VIP yang terletak agak tersembunyi, Nick sedang bersandar dengan kepala miring, sebotol minuman keras di tangan, dan dua wanita berpakaian minim duduk menempel di kedua sisinya.Tertawa. Mabuk. Tak peduli dunia.Namun, tawa itu berhenti seketika saat salah satu wanita yang bersandar di bahunya menegakkan tubuh, lalu menunduk ketakutan. “I-Itu… siapa dia?”Langkah sepatu hitam menginjak karpet mewah ruangan itu, lambat dan berwibawa. Liam muncul dari balik kegelapan dengan tatapan yang tak terbaca, ditemani dua pria berbadan besar di belakangnya. Sorot matanya menusuk ke arah Nick seperti singa yang hendak menerkam.“Tuan Liam?” gumam Nick pelan, matanya menyipit karena efek alkohol. Ia mencoba duduk tegak, menepis tangan wanita di sampingnya. “Apa yang kamu lakukan di sini?”Liam tak menjawab. Ia hanya menarik kursi di seberang Nick dan duduk, menyilangkan kaki dengan tena

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 19. Berhutang Maaf

    Malam menjelang dengan sunyi yang merambat pelan di seluruh sudut rumah megah itu. Lampu-lampu gantung menyala temaram, menyisakan bayangan panjang di lantai marmer putih. Shireen duduk diam di sofa ruang tamu, memeluk lutut, matanya menatap kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Ia sudah mencoba makan malam, tapi hanya menyentuh beberapa suap sebelum kehilangan selera. Pikirannya terus kembali ke pagi tadi. Ke suara pecahan gelas. Genggaman kasar di wajahnya. Tatapan tajam itu. Dan sekarang, setiap menit yang berjalan hanya membuatnya semakin gelisah. Entah karena takut Liam pulang… atau karena menanti sesuatu yang tidak ia pahami. Hatinya terasa aneh. Ingin Liam datang, tapi juga tidak. Ingin menjauh, tapi terlanjur terikat. Ketika suara mobil memasuki halaman, jantung Shireen langsung berdegup cepat. Napasnya memburu. Ia berdiri, namun tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya berdiri di tempatnya—menunggu. Pintu utama terbuka. Langkah sepatu kulit terdengar teratur di lo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status