Share

5. Penasaran

Para karyawan tampak berbisik-bisik. Hal itu membuat Yudi memasang wajah sangar. Dia menarik napas panjang, menghentikan kebisingan.

"Perhatian semua!" Suara bariton Yudistira membuat semua terdiam.

"Huff … akhirnya tenang juga. Saya tau saya ganteng. Tidak perlu bicara di belakang saya. Bilang aja di depan saya. Saya paling suka orang yang jujur. Hahaha …." Ucapan sang bos baru, terdengar sangat percaya diri.

Karyawan yang terdiam menganga seketika. Ternyata bos mereka sangat percaya diri. Sudah di level narsis tingkat tinggi sepertinya. Sebagian ada yang kagum. Mata mereka terlihat berbinar memandangi pesona si bos baru. Sebagian lagi ada yang merasa itu lucu. Sehingga tanpa sadar tersenyum geli. Ada juga yang diam tanpa ekspresi apapun, termasuk Jiena.

Si bos malah senang melihat respon semua karyawan. Senyuman manis tak pernah pudar dari bibirnya yang kemerahan. Setelah menjeda sejenak, dia melanjutkan ucapannya.

"Selamat pagi karyawan semuanya," sapa pria berbadan tegap itu dengan senyuman. "Perkenalkan, saya Haikal Yusman, bos baru tampan kalian mulai saat ini. Saya berhasil menggeser kedudukan Papa saya—Burhan Yusman yang sudah uzur." Haikal tampak percaya diri. "Yudi, tolong dibagikan."

"Baik, Bos." Yudistira memberikan selembar kertas pada setiap karyawan.

Kertas itu berisi perkenalkan dirinya dan kata-kata motivasi. Setiap karyawan menerima motivasi yang berbeda-beda. Tak ketinggalan foto si bos di bagian bawah, dengan gaya necisnya. Serta gambar profil akun media sosialnya. Para karyawan di buat terkejut serta senyum-senyum akibat ulah bos baru mereka. Selain kertas itu, Yudistira juga membagikan gantungan kunci bundar yang terdapat foto Haikal, depan dan belakang.

"Follow medsos saya ya. Saya kadang live di I* dan bagi-bagi rezeki loh." Haikal tertawa renyah.

Beberapa karyawan yang suka dengan cara Haikal tampak antusias. Mereka berterima kasih dan mengatakan akan selalu mengikuti kegiatan sang bos di media sosial. Yang tidak berminat hanya senyum dan mengangguk kecil.

Setelah penyambutan sederhana, tapi spesial itu selesai, mereka kembali ke tempat kerja masing-masing.

"Terima kasih, selamat bekerja semuanya." Lambaian tangan Haikal meninggalkan semua karyawan. Senyumannya membalas setiap pasang mata yang melihat ke arahnya. Haikal dan Yudhistira berjalan ke lift khusus petinggi.

Sampai di lantai tujuan, mereka langsung masuk ke dalam ruangan CEO. Haikal memandangi ke sekeliling ruangan. Barang-barang miliknya sudah ditata dengan rapi di ruangan itu. Haikal suka dengan pekerjaan Yudistira. Dekorasi ruangan sesuai dengan yang dia mau. Apalagi terdapat standing mirror yang sangat besar di sudut ruangan.

Haikal berkacak pinggang di depan cermin. Memperbaiki penampilan. Mengagumi pantulan dirinya sendiri. Dengan bangga Haikal memuji dirinya.

"Saya tampan, kan?" tanyanya pada Yudistira.

"Tampan, Bos. Anda sangat tampan." Yudistira sedikit mual mengatakan hal itu. Yudistira yang berwajah serius tidak cocok mengatakan hal itu.

Yudistira sudah hafal dengan kebiasaan Haikal. Mereka sudah saling mengenal sejak lama. Dari masa kuliah di Amerika. Haikal dan Yudistira adalah teman yang lumayan dekat. Pernah sama-sama bekerja di kantor cabang Amerika. Hingga dua tahun yang lalu, Yudistira di pindah ke kantor utama di Indonesia. Mereka pun sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Namun, yang membuat Yudistira heran. Dulu Haikal tidak sepercaya diri ini. Dulunya Haikal bersikap biasa saja. Normal seperti pria yang suka bergaul dengan orang seusianya. Tapi, ada satu kejadian yang membuatnya berubah seratus delapan puluh derajat. Bertolak belakang dengan sifatnya yang dulu.

"Bos, kenal dengan Jie?" Pertanyaan yang ingin ditanyakan dari tadi lolos dari bibir Yudistira.

Haikal menoleh Yudistira yang berada di sampingnya. Dia telah duduk di kursi kebesaran dan menepuk tangan kursi itu. "Siapa?"

"Yang tadi Anda sapa, Bos."

Haikal tersenyum. "Ohh, yang pakai kacamata tadi? Saya tidak kenal. Namanya Jie? Tadi hanya kebetulan bertemu di apotik." Dia kembali mengagumi meja kerjanya yang rapi.

"Saya pikir Bos kenal. Tapi kenapa Bos tersenyum ke dia?" Yudistira juga sedikit bingung dengan ekspresi Haikal saat melihat Jiena tadi.

"Haha, Saya hanya terpikirkan hal lucu tadi pagi."

"Hal lucu?"

"Iya … ahh, sudahlah tidak terlalu penting. Apa agenda saya hari ini?"

"Baiklah, Bos."

Yudistira kemudian membacakan rencana pekerjaan Haikal. Haikal menyimak dengan baik. Mereka pun berdiskusi tentang beberapa proyek. Dua minggu lagi akan ada rapat untuk petinggi perusahaan untuk membahas tentang rencana kerjanya. Mereka harus memberikan perencanaan yang matang agar para petinggi percaya pada Haikal. Hingga akhirnya Yudistira pamit undur diri untuk melakukan pekerjaannya.

Haikal menghentikan langkah Yudistira yang ingin keluar. "Oya, Siapa tadi, itu pria yang pakai kacamata? Nama lengkapnya."

Yudistira berbalik. "Jie? Namanya Jiena, Bos."

Haikal melipat tangannya di meja. Dia berpikir sejenak. "Jiena? Seperti nama perempuan." Haikal mengetuk dagunya.

"Iya, Bos. Tapi setahu saya dia laki-laki. Memangnya kenapa, Bos," kata Yudistira. Sebenarnya dia tidak tidak mengecek semua data karyawan. Pekerjaannya terlalu banyak untuk melakukan hal itu. Jika bukan karyawan bermasalah, Yudistira tidak akan tertarik.

Haikal mengibaskan tangannya. "Tidak, saya hanya merasa namanya unik."

"Katanya, dia masih ada keturunan Korea, mungkin karena itu namanya unik, Bos."

Haikal tersenyum tipis. "Baiklah, silakan keluar!"

"Baik, Bos. Permisi."

"Pantas wajahnya sekelas idol, glow-up. Pabriknya berkolaborasi sama Korea." Haikal terkekeh dalam hati. Terjawab sudah rasa penasarannya sewaktu di apotik tadi.

Sementara di tempat lain, di divisi tiga bagian kreatif. Meja kerja Jiena di kelilingi oleh rekan-rekannya. Mereka ingin menanyakan tentang kedekatan sang CEO baru dengan Jiena. Kenal dimana, sejak kapan dan apa hubungan mereka?

Jiena yang terlihat bingung, memandangi mereka satu persatu. "Kalian kenapa?"

Met, Selly, Dela, dan Rohim menatap tajam padanya. Jiena merasa kurang nyaman. Dia tak biasa ditanya hal tak penting seperti ini. Sedangkan Angga—ketua tim hanya diam di kursinya.

"Jie, kamu kenal Pak Haikal dimana?" Selly yang telah memutuskan untuk menjadi penggemar Haikal bertanya.

"Kapan kalian kenal? Pak Haikal kan baru pulang dari Amrik." Dela juga penasaran.

Sedangkan Met dan Rohim hanya menunggu jawaban.

"Kalian pada ngomong apa?" Seperti biasa Jiena tidak akan banyak bicara. Dia hanya fokus mengerjakan pekerjaannya. Wajahnya bahkan datar tanpa ekspresi. Membuat orang-orang yang penasaran kecewa.

"Sudah, kembali kerja. Kayak nggak paham aja gimana si Jie," kata Angga meminta semua bubar.

"Yahh, penonton kecewa," ucap Selly manyun.

"Tau nih, si Jie nggak mau bagi-bagi," Dela pun ikut mengomel.

"Apa yang mau dibagi-bagi?" guman Jiena dalam hati. Dia heran dengan sikap semua rekan kerjanya. Apa pentingnya membahas hal ini?

Met menepuk bahu Jiena. "Ntar makan siang bareng, ya?"

"Eem," jawab Jiena singkat.

Mereka akhirnya kembali ke meja masing-masing. Dengan raut wajah kecewa, akhirnya suasana ruangan itu pun tenang. Angga yang usianya lebih matang dari semua anggota tim hanya bisa menggelengkan kepala. Sekilas dia melirik pada Jiena yang fokus melihat layar komputer.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status