Share

Bab 2 : Hilang Ingatan

Rubi dengan tatapan bingung memindai sekeliling. Tempat itu terlihat asing baginya. Tampak seorang wanita tua dengan rambut yang penuh helaian putih dan dua orang bocah kecil di hadapannya, laki-laki dan perempuan. Cahaya mentari yang redup masuk melalui sebuah jendela berdaun papan dan celah ventilasi di sana.

"Ini minum dulu, Neng," tawar Bi Lela sembari membantu Rubi untuk duduk. Ia lalu menyodorkan air minum ke mulut wanita cantik itu.

Rubi meminum air yang disodorkan di depan bibirnya itu. Kerongkongannya memang terasa kering sekali.

"A–aku di mana?" tanya Rubi terbata kepada Bi Lela. Ia memegang dahinya sendiri. Kepalanya terasa pusing.

"Ini rumah Bibi, Neng ... panggil aja Bi Lela. Neng Bibi temukan di pinggir sungai di belakang sana," jelas Bi Lela kepada Rubi, "Neng namanya siapa?" lanjutnya bertanya.

Pandangan mata Rubi tertunduk. Ia seperti berusaha mengingat-ingat. "Aku ... aku ...." Entah mengapa ia merasa bingung. Ia sama sekali tidak dapat mengingat siapa dirinya.

"Nama Neng siapa?" Sekali lagi Bi Lela bertanya. Dahi yang memang sudah berkerut itu semakin kentara kerutannya.

Dengan sorot mata yang nanar, Rubi menatap Bi Lela. Alisnya bertautan dan kemudian menggeleng lemah. "Aku ... aku tidak ingat." Wanita muda itu sontak menekan dahinya yang terasa kembali berdenyut.

Nada dan Azzam terlihat heran dengan wanita cantik di hadapan mereka.

Dengan ragu Bi Lela mengangkat ujung bibirnya ke atas dan tersenyum getir. "Ya sudah, Neng. Neng istirahat dulu. Nanti lagi mikirnya. Bibi ambilkan makanan dulu ya. Sudah dua hari di sini Neng belum makan."

Mendengar makan, tiba-tiba saja perut Rubi pun merasa lapar. Sangat lapar. Ia sontak memegang perutnya.

Bi Lela pun bangkit dan melenggang menuju dapur untuk mengambil makanan.

"Bibi gak tahu nama sendiri?" tanya Azzam polos sembari mendekati Rubi di kasur kapuk yang terhampar di atas tikar di lantai papan tersebut.

Dengan alis yang bertaut Rubi menatap dua bocah kecil di hadapannya. Dia benar-benar bingung dan heran. Dia siapa dan orang-orang di hadapannya ini siapa? Apa yang membuatnya sampai di tempat itu?

"Sshhht ...!" Nada meletakkan jari telunjuknya ke depan bibirnya sambil menatap ke arah sang adik.

Bibir Azzam mengerucut lucu. "Kenapa, sih? Aku, 'kan, cuma nanya, Kak," protes Azzam kepada kakaknya.

Tak berapa lama kemudian, Bi Lela datang dengan membawa sepiring nasi dengan lauk ikan pindang dan sayur bening bayam beserta segelas air minum.

"Nada ... Azzam, sana mandi dan siap-siap ke masjid. Sudah mau magrib!" perintah Bi Lela kepada cucu-cucunya.

Kedua bocah kecil itu pun segera bangkit dan melakukan apa yang sang nenek suruh.

"Ini, Neng, makan ...." Bi Lela menyodorkan sesendok nasi ke hadapan Rubi.

Dengan ragu, wanita itu membuka mulutnya. Ia pun makan dengan perlahan-lahan.

Melihat nasi satu piring yang dibawanya hampir habis, Bi Lela bertanya, "Neng mau nambah?" Wanita tua itu melihat sepertinya Rubi sangat lapar.

Rubi menggeleng. "Tidak. Cukup ... aku sudah kenyang. Terima kasih."

Bi Lela mengulas sebuah senyuman hangat kepada Rubi dan menyodorkan segelas air minum.

Rubi pun membalasnya dengan senyum tipis, seraya meraih gelas dari Bi Lela dan meneguk isinya hingga tandas.

"Bi! Anak-anak ke ma–" Omongan Harun terpotong ketika matanya berserobok dengan netra bening berbulu lentik di hadapannya.

Rubi juga terkejut dengan kedatangan seorang lelaki berwajah manis itu. Beberapa detik, mata mereka beradu pandang. Ada debar aneh menyusup ke dalam dada wanita muda nan cantik tersebut.

"Anak-anak lagi siap-siap ke masjid, Run," jawab Bi Lela singkat.

Mendengar jawaban Bi Lela, sontak Harun tersadar dan langsung memutuskan kontak mata dengan wanita jelita di hadapan. Di dalam hatinya merutuk diri, 'Astagfirullah ... jaga pandangan.'

"Run, siapkan air untuk si Eneng mandi!" suruh Bi Lela kepada keponakannya itu.

"I–iya, Bi!" sahut Harun gugup. Lelaki itu langsung pergi menjauh dari ruang itu.

"Itu keponakan Bibi, namanya Harun. Nada sama Azzam itu anaknya." Sambil tersenyum Bi Lela menjelaskan kepada Rubi tanpa diminta.

Rubi mengangguk pelan mendengar penjelasan dari Bi Lela.

"Neng mandi dulu ya. Ini sudah jam setengah lima sore, Neng 'kan, mesti shalat. Kalau masih lemas, biar Bibi  yang bantu," ujar Bi Lela lagi.

"Shalat?" Kata itu begitu asing di telinga Rubi. Ya, tentu saja. Bi Lela tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Rubi adalah seorang nasrani, bukan muslim.

"Iya, ini sudah sore banget," jawab Bi Lela.

"Airnya sudah siap, Bi!"

Tiba-tiba terdengar suara Harun dari luar kamar itu.

"Nah, airnya sudah siap. Ayuk, Bibi bantu Neng ke belakang." Bi Lela meraih sehelai kain sarung, sehelai kain jarik, dan handuk. Kemudian ia membantu Rubi berdiri dan memapah wanita itu menuju ke belakang rumahnya. Sebuah pelataran berlantai papan dengan penutup pintu seadanya dari seng.

Rubi hanya menuruti apa yang dikatakan Bi Lela. Ia memakai sarung untuk menutupi tubuhnya. Kemudian wanita muda itu duduk di sebuah kuda-kuda kayu dan mulai disirami oleh Bi Lela.

***

Setelah selesai membantu Rubi mandi, Bi Lela mengajarkan wanita itu berwudhu. Ternyata Rubi lupa juga cara berwudhu, pikir Bi Lela. Seusainya, lantas wanita tua tersebut menggiring wanita cantik itu kembali ke kamar.

"Astagfirullah!" seru Harun ketika tak sengaja berpapasan dengan Bi Lela dan Rubi yang hanya berkemban dengan kain jarik. Tampaklah belahan dada putih mulus wanita tersebut. Lelaki itu spontan memutar badannya.

"Eh, Run. Maaf, Bibi lupa bawa baju ganti si Eneng tadi ke belakang. Hehehe ...." Bi Lela tertawa kecil. Orang tua itu menepuk pundak Harun yang mengalihkan pandangan.

Harun merasa hawa panas menjalar cepat dari wajah hingga telinganya. Sudah lama dia tidak melihat pemandangan seperti itu di rumahnya.

Sementara itu, Rubi terheran-heran melihat kelakuan Harun. "Kenapa, Bi?" tanya Rubi kepada Bi Lela. Ia tidak mengerti mengapa Harun membalikkan badan ketika berpapasan dengannya tadi.

"Itu, si Harun ngeliat Neng begini." Bi Lela tersenyum simpul di hadapan Rubi.

"Ada yang salah?" tanya Rubi lagi.

"Ya iyalah ... 'kan, itu aurat," ujar Bi Lela menjelaskan.

Rubi mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak merasa telah melakukan kesalahan. Kain jariknya cukup panjang sampai menutupi lutut. Tubuhnya hanya terbuka sedikit menurutnya.

Walaupun merasa bingung, Rubi akhirnya diam. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaan.

"Ini pakai, Neng. Kemarin Harun belikan beberapa helai baju buat Eneng."

Rubi meraih pakaian dalam dan sebuah daster lengan panjang yang diberikan Bi Lela. Walaupun entah mengapa ia merasa aneh dengan model pakaian itu, tetapi Rubi tetap memakainya.

"Kalau baju yang tadi dipakai Neng itu baju bekas Sofia, kependekan buat Eneng," ujar Bi Lela lagi.

"Sofia?" tanya Rubi.

"Istrinya Harun."

"Ooh." Rubi mengangguk. 'Tentu saja dia punya istri. Dia, 'kan, punya anak.' Rubi teringat akan Nada dan Azzam tadi.

"Sofia sudah meninggal empat tahun yang lalu," jelas Bi Lela sembari membantu Rubi mengenakan pakaian.

"Ha?" Rubi sedikit tersentak.

Bi Lela hanya tersenyum menjawab keterkejutan Rubi.

"Nah, sekarang Eneng shalat dulu."

Rubi menatap Bi Lela dengan sorot mata penuh tanda tanya. Sungguh kata shalat sangat asing baginya. Ia bingung harus bagaimana.

Bi Lela menggelar sajadah. "Arah kiblatnya sebelah sana," ujar Bi Lela sembari menunjuk arah barat.

Rubi terpaku.

"Ayo, Neng. Silakan shalat!" suruh Bi Lela. Wanita tua itu heran, mengapa Rubi kelihatan bingung dari tadi. Apa karena baru sadar dari pingsan beberapa hari?

"Aku ... aku ...." Rubi menggelengkan kepalanya lemah.

"Neng juga lupa caranya shalat?" Alis Bi Lela bertaut.

"I–iya ... aku ... tidak ingat, Bi."

"Hmmm," deham Bi Lela, "sepertinya benturan di kepala Eneng terlalu kuat. Sampai Neng lupa semua." Bi Lela menatap Rubi dengan rasa kasihan.

Rubi menunduk.

"Ya sudah, gak papa! Biar Bibi ajarkan!" ujar Bi Lela kemudian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status