Share

Bab 3

Part 3

 

Aku melangkahkan kaki menyusuri deretan toko perhiasan yang terhampar di sepanjang jalan di depan sebuah mall besar di kota Jambi ini.

 

Kumasuki salah satu toko yang merupakan langgananku. Di sana aku biasa membeli perhiasan campuran. Bukan emas murni. 

 

Ya, aku memang tidak sekaya itu. Gaji Mas Donny yang hanya mentok di angka empat juta sekian itu memang membuatku tak bisa leluasa membeli barang-barang kebutuhan perempuan yang kuinginkan.

 

Aku hanya bisa gonta-ganti perhiasan yang bahannya terbuat dari emas campuran, bahkan tak jarang barang imitasilah yang kubeli. Sekadar supaya penampilan di depan suami menjadi cantik dengan perhiasan, tak peduli itu hanya barang tiruan.

 

Ya, demi cinta dan pengabdian pada suami, aku rela menggunakan barang-barang palsu, sayang sikap nerimo itu bukannya berbuah manis, tapi nampaknya justru berbuah pahit seperti ini.

 

Saat kudapatkan Mas Donny membeli perhiasan emas murni dengan harga jutaan rupiah, perhiasan itu justru bukan hendak diberikan padaku, istri yang telah setia mendampinginya selama dua tahun ini melainkan hendak ia berikan pada selingkuhannya. Menyakitkan.

 

"Pak, ada tidak perhiasan yang mirip kalung ini tapi bahannya terbuat dari bahan imitasi, Pak?" tanyaku pada penjual perhiasan langgananku itu.

 

Bapak pemilik toko memandang kalung emas yang kuambil dari tas Mas Donny tadi, lalu mengalihkan pandangan pada deretan perhiasan emas imitasi yang ia jual. 

 

Setelah melihat-lihat beberapa saat, bapak pemilik toko itu lantas mengambil sebuah kalung yang bentuk dan besarnya hampir sama persis dengan kalung yang ada dalam genggamanku saat ini. Setelah diambil lalu diperlihatkannya padaku.

 

"Ini gimana? Model dan besarnya hampir sama kan? 11-12. Bedanya yang itu emas asli, kalau yang saya jual ini imitasi. Dipake sebulan, luntur kuningnya. Tapi bisa bagus lagi kalau disepuh lagi," ujar si bapak menawarkan. 

 

Aku pun mengangguk.

 

"Iya, Pak. Sama. Berapa harganya ini?" tanyaku tertarik.

 

"Murah saja. Seratus ribu, Dik."

 

"Oh kalau gitu saya ambil ya, Pak," ucapku lagi.

 

"Oke, sebentar saya bungkus ya."

 

Bapak pemilik toko lalu bergegas membungkus kalung yang kubeli dan menyerahkannya padaku.

 

Setelahnya aku pun bergegas kembali pulang ke rumah. Ingin secepatnya memberi tahu Mas Donny kalau aku sudah menemukan kalung emas yang ia cari-cari.

 

Sebenarnya harga seratus ribu rupiah itu bagiku masih lumayan mahal, tapi tak apalah. Kalau penggantinya adalah perhiasan emas senilai lima belas juta rupiah, tentu saja aku masih untung banyak. 

 

"Hallo, Mas. Apa ini kalung yang kamu cari-cari?" tanyaku saat melakukan video call pada Mas Donny yang saat ini terlihat sedang berada di depan kantornya. Wajahnya tampak masam. Mungkin galau karena kehilangan kalung yang sedianya akan diberikan pada selingkuhannya itu.

 

Melihat kalung yang saat ini ada di tanganku dan tengah kuperlihatkan padanya, sontak wajah suamiku yang semula gundah itu berubah ceria.

 

"Bener, Sayang. Di mana kamu menemukannya? Syukurlah. Sebentar lagi mas ambil ya," jawab Mas Donny girang dari seberang.

 

Aku hanya menganggukkan kepala tanpa banyak kata.

 

Setengah jam kemudian, mobil Mas Donny terdengar memasuki halaman rumah.

 

Beda dari biasanya yang akan gegas menyambutnya, kali ini aku hanya diam saja menunggu lelaki itu masuk di depan televisi.

 

"Sayang, mas pulang." 

 

Suara Mas Donny yang membuka pintu ruang depan dan masuk rumah dengan suara girang terdengar. Mendengar nada suaranya, ada yang terasa berdenyut di dalam hati ini. Ah, betapa demi wanita itu, Mas Donny rela berlaku seperti ini. Membuatku merasa tak nyaman dan cemburu. Andai dia melakukan itu hanya padaku ....

 

"Mas, benar ini kalung yang kamu cari-cari? Memangnya mau mas berikan ke siapa sih? Kok mas sedih banget waktu hilang tadi?" tanyaku. Kali ini gagal menghadirkan senyum karena rasa sakit yang begitu dalam kurasakan.

 

"Buat ibu, Sayang. Kan sudah mas bilang tadi di telepon," sahut Mas Donny tanpa nada bersalah atau pun tak enak. 

 

"Kenapa? Kamu mau juga? Kalau mau, nanti kalau kamu ulang tahun, mas belikan juga ya. Tapi nggak bisa sebesar ini. Yang campuran aja seperti biasanya nggak papa kan? Gaji mas sudah habis soalnya buat bayar cicilan mobil. Jadi cuma bisa belikan yang tiruan," sambungnya lagi sambil tertawa kecil.

 

Mendengar kata-kata laki-laki itu aku hanya tersenyum kecut. Betapa tak adilnya dia, untuk wanita lain ia sanggup membelikan perhiasan mewah dan mahal harganya sementara untukku yang jadi istri sahnya selama dua tahun ini, dia hanya bisa memberikan perhiasan emas campuran yang murah meriah harganya. Sungguh keterlaluan.

 

"Kalau buat ibu, aku aja yang ngasih gimana, Mas? Soalnya aku juga punya rencana mau mengunjungi ibu kamu. Tadi aku masak bubur kacang ijo banyak soalnya. Pengen ngasih ibu sebagian," ucapku.

 

"Oh, nggak usah, Sayang. Kalau kamu mau ke tempat ibu, datang aja tapi kalung ini biar mas sendiri aja yang ngasih. Soalnya ini surprise buat ibu, jadi kamu jangan ngomong-ngomong sama beliau kalau mas belikan perhiasan ya, takut nggak jadi surprise lagi soalnya," sahut Mas Donny buru-buru.

 

Aku pun hanya menjawab dengan senyuman tipis. Entah mengapa aku merasa kedok Mas Donny akan segera terbongkar. Tak biasanya lelaki ini bersikap begini. Biasanya kalau ia memang hendak memberikan sesuatu pada ibunya, Mas Donny justru akan minta bantuanku untuk mengantarkan ke sana karena alasannya ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan di kantor sementara aku notabene lebih punya banyak waktu luang.

 

Selain belum punya anak, aku memang lincah menggunakan roda dua, jadi bisa mengunjungi mertua kapan saja aku mau. Itu pertimbangan Mas Donny setiap kali meminta bantuanku. Tapi kali ini saat aku menawarkan bantuan, ia justru menolak. Bukankah itu aneh?

 

"Ya, udah kalau gitu. Oh ya, Mas jadi nanti malam mau lembur?" tanyaku memastikan kembali rencana yang ia katakan pagi tadi, hendak menginap di kantor karena ada kerja lembur bersama temannya.

 

"Jadi dong, Sayang. Ya, sudah, mas pergi dulu ya. Nggak enak sama Dika kalau kelamaan nunggu. Akhir tahun sudah dekat soalnya. Semua pertanggung jawaban keuangan sudah diminta."

 

"Iya, Mas. Pergilah kalau memang kamu sudah ditunggu teman," sahutku datar.

 

Setelah mengecup keningku, Mas Donny lalu gegas ke luar rumah dan pergi dengan cepat bersama roda empatnya. Meninggalkanku yang hanya bisa menatap nanar dan tersenyum hambar.

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Keyla Putri
lanjut makin seru biar si lakor tau rs dpt emas imitasi ...
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
sayang "lho maduk ke jurang biar tahu rasa doni pengkhianat,istrinya cerdas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status