Share

BERDEBAT

Author: Je Adriani
last update Last Updated: 2023-12-05 10:24:35

Di pagi hari dengan sorot matahari hangat, Alana berdiam diri di atas balkon yang terdapat di luar kamar. Matanya masih sembab sebab menangisi perjodohan dirinya dengan pujaan hati yang mungkin saja batal. Dalam benak, Alana terus saja bertanya pada diri sendiri. Ada apa dan kenapa?

Kalau memang tidak mau, ya terserah. Namun, bukan berarti harus melakukan pernikahan bersyarat. Itu benar-benar bodoh, konyol dan terkesan tidak ada keseriusan di dalamnya. Sebagai pasangan yang sah di mata hukum dan agama, bukankah yang namanya pernikahan itu sesuatu yang suci dan kita yang ada di sana harus bisa menjaga kesucian itu. Buka  malah membuatnya seperti permainan.

Alana sendiri tidak habis pikir, apa alasannya sehingga Shahin yang ia kenal begitu baik itu mendapat ide yang tak patut di tiru seperti itu? Kenapa mendadak tidak dewasa sekali? Namun, dari kerasnya ia mencoba menebak-nebak alasan, ia tak kunjung menemukan jawaban.

Angin bertiup sepoi-sepoi, tetapi tidak dipungkiri hawa dingin yang menyentuh permukaan kulitnya membuat ia sedikit meringis. Sehingga gadis itu memilih untuk masuk kembali ke dalam ruang pribadinya.

Akan tetapi di menit selanjutnya  saat ia menggeser tungkai kaki, Alana berpikir lagi. Sejak lama menyukai pria itu, sekarang adalah kesempatan untuk memilikinya, meksi laki-laki itu mengajukan perjanjian pranikah dengan aturan nyeleneh.

Sebagai seseorang yang normal Alana pun ingin menguji ketahanan pria itu dalam menahan diri. Lagi pula, segala sesuatu itu memerlukan perjuangan? Mungkin ini saatnya untuk Alana membuktikan keseriusannya dalam mencintai. Pria itu, cepat atau lambat akan jatuh ke pelukannya.

“Oke, kamu memberi tantangan, akan kulakukan.” Alana bergumam kemudian dengan penuh semangat kembali.

.

Siang ini, jam menunjukkan pukul empat belas. Alana mengambil ponselnya untuk menghubungi pria menyebalkan bernama Shahin.

“Kak aku ingin ketemu,” ujarnya.

“Oke, di mana?” sahut Shahin.

“Di Cafe dekat kampus,” jawab Alana.

“Tunggu di sana lima belas menit lagi," titah Shahin sebelum menutup sambungan telepon.

Alana menurut, langkah kakinya ia arahkan ke Cafe dekat kampusnya. Di sana ia memesan minuman dan beberapa camilan, kebetulan dia belum makan jadi sekalian mengganjal perut, Alana melahap donatur berbagai rasa di depannya.

Tidak berselang lama, Shahin datang menyusul masih dengan senyum ala dosen muda, rupawan dan digilai banyak gadis-gadis.

“Ada apa minta bertemu,” tanya pria itu tanpa basa-basi.

“Apa harus langsung ke inti?” Alana membalikkan tanya dengan mulut masih penuh makanan.

“Saya sibuk, Al."

“Dan saya lapar,” ujarnya sengaja meniru intonasi Shahin yang berubah sejak perjodohan itu. “Paling tidak tunggu dulu selesai makan, atau pesan apapun yang kakak mau. Hari ini aku lagi happy, kakak aku traktir,” tukasnya.

“Kebiasaan telat makan,” cibir Shahin lantas mengambil tisu dan mengelap sudut bibir Alana, di sana ada krim coklat yang meleber dari luar garis mulut sang gadis.

“Nggak usah sok perhatian,” tampik Alana ketus.

“Saya nggak perhatian, ada coklat di situ kamu jadi terlihat jelek,” jawabnya.

Alana mencebik. “Oke, langsung saja kalau gitu. Aku berubah pikiran, surat perjanjian tempo hari aku setujui. Kita menikah secepatnya," putus Alana.

Shahin yang sedang minum pun jadi tersedak sendiri sampai batuk-batuk.

“Apa?” pekiknya, agak meninggikan nada suara selepas batuknya mereda.

“Nggak ada pengulangan kata. Bye!” ucap Alana sembari menegakkan badan, tersenyum penuh kemenangan, lantas berlalu dari sana.

“Apa-apaan ini? Gadis itu benar-benar sudah gila, seharusnya dia menolak mentah-mentah. Tapi .... “ Shahin merutuk sendiri jadinya, tidak mengira jika planing-nya gagal total.

Kedua orang tua masing-masing sudah mendengar keputusan dari Alana bahwa ia ingin supaya acara pernikahan dipercepat. Tak ada alasan pasti, hanya saja Alana ingin memberi pelajaran pada Shahin. Jika pria itu bermain-main, maka Alana bertekad untuk turut memainkan peran itu. Hanya sekadar tinggal serumah lalu tidak saling bersentuhan itu bukan hal sulit untuk Alana. Gadis itu malah berpikir jika akan lebih mudah menggaet pria tua, sebab lebih leluasa berpakaian. Bukan kah tidak apa-apa memakai pakaian minim jika di depan suaminya nanti? Sebagai gadis modern yang tahu menempatkan diri, hanya mengendalikan seorang Shahin itu teramat sangat mudah sekali.

Mendapati kenyataan itu Shahin tentu saja merasa berang. Kenapa bisa-bisanya gadis itu meminta waktu pernikahan disegerakan tanpa sepengetahuan dirinya. Dan dengan hati memanas, Shahin mengirim pesan pada Alana dan memintanya bertemu kembali.

Tepat pukul setengah sembilan malam, Shahin tiba di rumah Alana, di sana awalnya Alana menolak bertemu, katanya sudah mengantuk. Namun, Shahin mengancam tidak beranjak dari sana sebelum ia dapat bicara dengan Alana. Dengan berat hati, Alana pun turun ke lantai bawah demi bisa menuruti keinginan sang calon suami.

“Bisa nggak sih ketemunya besok aja, kangen ya sama aku,” ocehnya.

Shahin membalikkan badan ketika mendengar suara Alana yang datang dari dalam. Jangan katakan bagaimana raut muka Shahin sekarang? Tatap matanya menajam, seperti sedang ingin melahap Alana bulat-bulat.

“Kamu, kamu ngapain malah minta dipercepat? Hah!” marahnya pada Alana.

“Kamu, kamu juga ngapain malah pakai surat perjanjian pranikah juga? Hah!” balas Alana bernada ejekan.

“Alana, jangan main-main,” tekan Shahin kian geram.

“Kamu juga jangan main-main, Kak. Kamu yang mulai duluan, kamu pikir kesucian pernikahan bisa dikotori dengan hal-hal konyol seperti yang kami perbuat? No! Tapi kalau kamu mau bermain, akan aku layani," papar Alana cukup berani, matanya melawan tatap Shahin.

Tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Alana menghadapi amarah laki-laki yang bertolak pinggang di depannya ini. Ia bukan orang kemarin sore mengenal pria itu, lebih dari separuh usia lelaki itu, Alana pernah membersamainya.

.

Di tengah malam yang masih sangat ramai Shahin menepikan kendaraannya di pinggir jalan. Kepalanya memanas, pusing sekali ia menghadapi gadis semacam Alana yang memang wanita itu tidak bisa dianggap remeh, meski usianya jauh di bawahnya, Alana memiliki kapasitas pemikiran cukup pintar.

“Bagaimana aku mengatakan ini padamu, Risa?” Ia bergumam seraya memukulkan tangannya pada kemudi. Hatinya remuk redam, ia tak bisa membayangkan seperti apa rasanya benar-benar berpisah dengan kekasihnya, dengan arti kata lain berpisah tanpa ada lagi ikatan apa-pun.

Di saat bersamaan, ponselnya berdering nyaring. Ia mengambil benda pipih itu yang tergeletak di atas dahsboard, di sana sebait nama cantik tertera di layar ponselnya. Dan Shahin menarik napas berat terlebih dahulu sebelum jemarinya menggeser tanda hijau, lalu menempelkannya di telinga.

“Shah, apa kabar itu benar? Katakan padaku kalau itu bohong dan kamu akan menungguku sampai kuliahku selesai, iya kan?”

Shahin tampak menjauhkan ponsel itu dari dirinya. Mendengar pertanyaan itu membuat patah hati yang ia bayangkan seolah kian nyata di depan mata. Akan tetapi, meski sulit ia harus memberi penjelasan dan keputusan untuk wanitanya.

“Shah, halo?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PERJANJIAN ALANA   GOSIP TENTANG SHAHIN

    "Kamu di rumah?""Ya, tentu saja. Memang mau ke mana lagi.""Katanya mau menginap di rumah Andre."Alana menggeleng. "Nggak jadi, kejauhan. Aku bawa Kaelina pulang ke sini aja.""Oh!""Kakak tumben baru pulang?""Mmm, tadi pertemuannya agak telat.""Udah makan, belum?""Udah.""Oke.""Saya masuk dulu kalau gitu, gerah pingin mandi." Ucap Shahin lantas menggeser tungkai kaki dari hadapan Alana untuk menuju ke kamarnya.Alana mengangguk pelan, matanya kembali melihat nyala api kompor yang sedang merebus air untuknya membuat sereal. Ada helaan napas berat saat itu. Sedikit banyak, Alana berharap suaminya mau sedikit memerhatikan dirinya lagi. Semisal, bertanya seperti ia menanyakan perihal sisa kegiatannya hari ini. Dan tentang apa ia sudah makan atau belum.Sayang, Alana memang harus menelan bulat-bulat rasa kecewa lagi dan lagi. Tatkala harus sadar diri jika Shahin memang sudah berubah..Keesokan pagi, Shahin sudah siap-siap untuk pergi. Alana yang sedang membuat sarapan untuk Kaelina

  • PERJANJIAN ALANA   KEJUTAN UNTUK SHAHIN

    "Kamu hari ini berangkat bareng saya," kata Shahin sewaktu Alana sudah berjalan mencapai pintu."Kok tumben?" tanya Alana keheranan."Satu arah, satu tempat," ujarnya beralasan."Kakak nggak takut mereka curiga?" Alana bertanya sekaligus mengingatkan suaminya itu."Saya nggak perlu takut, mereka sudah tahu sejak lama saya sering antar jemput kamu." Pungkasnya lantas meraih tas jinjing berisikan laptop dan dan beberapa berkas di sana."Ya, sudah. Ini, bukan aku yang minta, ya." Ucap Alana, lalu mengikuti Shahin yang berjalan mendahului dirinya.Jangan tanyakan bagaimana ekspresi Alana sekarang. Bahkan perutnya terasa digelitiki ratusan kupu-kupu yang beterbangan di sana."Mimpi apa aku semalam?" Benaknya bertanya pada diri sendiri.Cuaca pagi ini, sangat cerah sekali. Matahari menyorot sempurna mengiringi perjalanan Alana dan Shahin menuju kampus. Meski keduanya saling diam, tetapi ekor mata Shahin diam-diam melirik sekilas pada Alana yang sedang membalas pesan."Pesan dari siapa?" Pri

  • PERJANJIAN ALANA   TIDUR BERSAMA, DI RUANGAN YANG SAMA.

    "Kamu tidur di sana, saya biar tidur di bawah saja.""Di surat perjanjian tertulis, tidur di satu tempat yang sama, bukan di tempat berbeda.""Al.""Kakak mau ya, aku menghubungi Mama Siska, sekarang?"Shahin tidak menjawab, ia sudah sangat lelah berdebat bersama Alana. Terbukti, rahangnya kini terlihat mengeras disertai tatap mata menyipit tajam tertuju pada Alana, itu sudah bisa menyimpulkan bahwa kegeraman yang pria itu simpan telah melewati batas seharusnya.Dengan perasaan kesal, ia mendengkus napasnya kasar. Bantal yang sudah ia pegang pun ia simpan setengah melempar ke atas ranjang. Lalu, mengempaskan buntalan pinggulnya di antara busa empuk yang biasa ia kuasai sendiri, kini di sisi lain sudah ditempati oleh istrinya, Alana.Sejak pernikahan mereka, baru kali ini pasangan yang sudah dua bulan menikah itu berada dalam satu ruang sama untuk tidur selain kamar hotel tempo hari ketika Alana dan Shahin sah menjadi suami istri. Meski terlihat jelas Shahin tidak setuju, tapi Alana e

  • PERJANJIAN ALANA   SURAT PERJANJIAN BARU

    "Apa-apaan ini? Nggak, saya nggak setuju.""Ya, udah kalau nggak setuju. Aku juga nggak maksa, tapi jangan salahin aku kalau besok-besok mama kamu tahu kelakuan kamu." Kata Alana tetap tenang di tempat duduknya."Al, masih ada jalan lain, kan. Atau kita bisa mengganti syarat nomor lima dengan yang lain. Apa pun itu yang kamu mau," pujuk Shahin.Alana mencebikkan bibir, lalu kemudian menarik napas dalam-dalam. Sejenak, perhatiannya teralihkan oleh bunyi teko yang bersiul menandakan air sudah matang."Seingatku, sewaktu kemarin aku meminta surat perjanjian bikinan kakak sedikit direvisi. Kakak, menolak, bukan. Jadi, apa alasanku untuk mengubah berkas yang ada di tanganmu." Timpal Alana sembari beranjak dari kursi meja makan menuju kompor, untuk mematikan bara api yang menyala-nyala di sana.Mau tidak mau, Shahin bungkam untuk beberapa saat. Perkataan istrinya barusan, tentu saja membuat Shahin geram. Namun, tak memiliki alasan lagi untuk memperpanjang argumentasi yang jelas-jelas akan d

  • PERJANJIAN ALANA   MENYENANGKAN DIRI

    Shahin menatap tak percaya dengan apa yang ada di bawah kakinya sekarang. Potongan kertas yang berisikan surat perjanjian pernikahan kini berjatuhan tak berbentuk lagi.Usai itu, mata Shahin beralih pada Alana yang menatapnya bengis. Jelas saja, hatinya terlampau sakit menerima kenyataan pahit tentang adanya wanita lain yang tidak suaminya itu lepaskan kendati sudah menikahi dirinya. Parahnya lagi, perempuan yang masih menetap di luar negeri itu akan segera pulang dan meminta dinikahi oleh suaminya."Al, apa-apaan kamu?""Membuat surat perjanjian, aku juga bisa, Kak.""Tapi ini ... ""Aku akan membuat ulang surat itu seperti kemauanku sendiri, dan mulai detik ini surat perjanjian darimu, aku anggap batal." Pungkasnya dengan intonasi suara sangat serius."Al, nggak gini. Kita bisa bicarakan ini tanpa kamu harus merusak surat perjanjian itu.""Aku nggak mau tahu, kamu setuju dengan surat perjanjian baru atau akan kulaporkan kelakuanmu pada mama?""Al.""Oke. By!" Alana berlalu melewati

  • PERJANJIAN ALANA   TERJADI LAGI

    Hari minggu yang cerah, Shahin baru pulang dari lari pagi dan pria itu menemukan Alana sedang duduk di atas karpet dengan laptop terbuka juga beberapa tumpukan buku di ata meja."Ngapain kamu?" tanya Shahin.Alana melirik sekilas. "Main karet," jawabnya asal."Saya nanya serius, loh," protes Shahin."Ya lagian emangnya aku lagi apa? Harusnya kakak tahu sendiri dong." Pungkasnya."Ribet ngomong sama kamu." Ucapnya lantas melengos dari hadapan Alana.Di meja makan, sudah terhidang sarapan. Shahin yang awalnya hendak mandi, malah membelokkan langkah kaki menuju meja makan."Ini siapa yang masak?""Aku," sahut Alana."Memang kamu, bisa?""Kakak baru saja meragukan keahlianku," gerutu Alana sedikit menekuk wajah."Bukan begitu, selama mengenal kamu, saya belum pernah melihat kamu memasak," terang Shahin."Kakak, kan enggak dua puluh empat jam berada di sisiku, memerhatikanku. Memangnya aku anak manja yang bisanya menghambur-hamburkan uang milik orang tua. Cantik-cantik begini aku juga pun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status