"Mama ...." Devan berlari ke arah sang mama setelah masuk ke dalam rumah.
Setelah menepati janjinya pada Devan untuk membeli ice cream, Shaka langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah. Dan kini mereka telah tiba di tempat tinggal mereka itu.Shaka hanya menggelengkan kepala melihat keponakannya itu berlari ketika sudah masuk ke dalam rumah. Sedang dia hanya mengikuti bocah kecil itu dari belakang."Ada apa, Sayang? Kenapa lari-lari?" Maya yang melihat putra kecilnya berlari ke arahnya pun segera berjongkok untuk menyambutnya.Maya sedang sibuk menyiapkan makan siang untuk keluarganya. Dan tepat saat dia selesai menyiapkannya, dia mendengar suara sang putra memanggilnya. Maya pun segera melepas celemek yang dipakainya. Lalu, langsung keluar dari dapur untuk menyambut sang putra."Devan punya ice cream, Ma. Mama mau?" tawar lelaki kecil itu pada sang mama setelah tiba di tempat mamanya.Maya menerbitkan senyumnya melihat tingkah gemas putranya itu. "Wah, banyak sekali ice creamnya, Sayang. Pasti dibelikan Om Shaka ya?" ucapnya ketika melihat tangan putranya itu penuh dengan ice cream berbagai rasa.Devan mengangguk, lalu menyodorkan ice cream rasa coklat ke arah Maya dan berkata, "Ini, Mama paling suka rasa coklat 'kan? Tadi Devan beli dua buat Mama.""Terima kasih, Sayang. Tapi sebelum kita makan ice cream, lebih baik kita makan siang dulu," tutur Maya lembut sembari membelai pipi putih Devan."Baik, Ma.""Kalau begitu berikan ice creamnya pada mama, biar mama simpankan ke dalam lemari pendingin dulu," ucap Maya.Devan pun memberikan semua ice cream yang berada di tangannya kepada sang mama."Anak pintar," puji Maya sembari menerima ice cream dari tangan Devan. Lalu dia beralih menatap Shaka yang berdiri di belakang Devan. "Ayo, kamu juga harus makan, Ka," ucapnya pada adik lelakinya itu.Shaka menganggukkan kepalanya, lalu meraih Devan ke dalam gendongannya. Dia membawa keponakannya itu menuju wastafel untuk mencuci tangan sebelum mereka mulai makan.Setelah selesai mencuci tangan, Shaka menggendong Devan ke arah meja makan. Lalu mendudukkan Devan di kursi meja makan begitu sampai. Sementara dia juga ikut duduk di samping keponakannya itu. Shaka mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk. Setelahnya dia mulai makan dalam diam.Maya segera bergabung di meja makan bersama dengan adik dan juga putranya setelah menyimpan ice cream milik Devan. Dia mengambilkan makan untuk putranya, lalu meletakkannya di depan sang putra."Makan yang banyak, Sayang," ucap Maya pada putranya."Baik, Ma. Terima kasih," sahut Devan sembari mengambil sendok, lalu mulai menyantap makan siangnya."Sama-sama, Sayang."Maya tersenyum melihat putranya makan dengan lahap. Dia merasa bahagia melihat pertumbuhan putranya itu. Apalagi Devan terbilang anak yang cerdas. Dia selalu berusaha mandiri, tidak mau disuapi oleh sang mama jika sedang makan.Netra Maya beralih menatap Shaka. Adik lelakinya itu sedari tadi makan dalam diam. Padahal biasanya Shaka tidak seperti itu. Pasti akan ada hal yang dia bicarakan di meja makan, entah rasa masakan yang Maya buat, atau dia akan berkomentar tentang betapa lahapnya Devan memakan masakan sang mama. Tapi tidak kali ini, Shaka terlihat makan dengan tenang dan tak bersuara sama sekali.Maya pun merasa heran dengan sang adik. Tidak biasanya Shaka bersikap seperti itu, hingga membuat Maya tidak tahan untuk mengetahui sebab adiknya itu diam saja."Kamu ada masalah, Ka?" tanya Maya.Shaka tersentak, dia menghentikan kunyahannya. Lalu mengangkat wajahnya menatap sang kakak. Shaka tidak menyangka kakaknya itu akan menyadari jika dia dalam keadaan yang buruk. Sejak bertemu dengan Alana tadi, hatinya benar-benar buruk. Dia teringat kembali dengan kemalangan yang menimpa keluarga mereka beberapa tahun silam.Gadis itu membangkitkan memori menyakitkan yang pernah Shaka alami. Padahal Shaka hanya bertemu dengan Alana sekilas, tapi sudah mampu membuat lelaki itu mengingat kesedihannya. Lalu, bagaimana jika kelak mereka menikah dan hidup berdua? Apakah Shaka akan sanggup untuk melihat wajah gadis itu setiap menitnya? Mungkin, Shaka tidak akan pernah mau menikah dengan gadis itu. Tapi, Shaka tidak bisa menolaknya ketika Reno menawarinya untuk menikah dengan Alana. Jalan menuju pembalasan dendamnya telah dibuka lebar oleh Reno. Mana mungkin Shaka menolaknya begitu saja.Shaka mengepalkan tangannya, dendam yang mengakar di hatinya semakin membuatnya sesak. Dia ingin segera membuat Alana membayar penderitaan yang telah keluarganya alami. Shaka akan membuat Alana menderita, Shaka akan menyiksa gadis itu tanpa ampun."Ditanya malah diam, Ka. Ada masalah apa? Ceritakan pada kakakmu ini, siapa tahu kakak bisa membantumu," pungkas Maya sembari mengulurkan tangan, mengusap tangan adik yang mengepal erat. Dia tahu pasti ada yang salah dengan adiknya itu.Shaka menatap wajah kakaknya yang terlihat khawatir, lalu dia mulai mengendurkan kepalan tangannya. Secara perlahan senyum di bibir Shaka mengembang. Dia mencoba menutupi kegundahan hatinya. Shaka tidak mau jika sang kakak tahu rencana balas dendamnya.Kakaknya itu memiliki hati yang lembut, dia pasti akan melarang Shaka untuk membalas dendam pada keluarga Rajendra. Dan Shaka tidak mau melibatkan sang kakak dalam membalas dendam. Cukup dirinya saja yang harus terjerumus ke dalam kubangan dosa."Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya saja, banyak urusan kantor yang menggangguku," tutur Shaka berbohong."Kurangi pekerjaanmu, bukankah sebentar lagi kamu akan menikah? Kamu harus banyak beristirahat untuk mempersiapkan pernikahanmu," tegur Maya pada adik lelakinya itu."Iya, Kak," jawab Shaka singkat, dia sedang tidak mau membahas pernikahannya."Kamu harus bersyukur, Ka. Alana gadis yang sangat cantik. Kakak lihat dia juga gadis yang baik. Dia sangat serasi sekali denganmu. Kakak harap, kalian akan bahagia." Maya menerbitkan senyumnya, dia sangat bersyukur adik lelakinya itu akan segera melepas masa lajangnya. Maya sempat takut jika adiknya itu tidak tertarik untuk mencari pasangan, karena selama ini Shaka tidak pernah memiliki kekasih."Sayangnya harapan Kakak tidak akan pernah terkabul, karena hanya aku yang akan bahagia, sementara gadis itu akan menderita," batin Shaka sembari melebarkan senyum di bibirnya. Shaka tidak akan membiarkan Alana bahagia, karena dia akan memberikan penderitaan yang tak terkira pada calon istrinya tersebut.Maya yang melihat adiknya tersenyum merasa bahagia. Dia mengira jika Shaka sedang kasmaran mengingat Alana. Tanpa Maya ketahui maksud tersembunyi pernikahan yang akan adik lelakinya itu jalani.Maya tidak tahu jika dendam di hati adiknya itu telah mengakar hingga sulit untuk dibayangkan olehnya.Shaka sudah mengatur banyak rencana untuk membuat gadis itu menderita sepenuhnya. Secara perlahan dia akan menghancurkan keluarga Rajendra dari dalam."Bagaimana perkembangan rencana kita, Man?" tanya Shaka."Kamu tenang saja, sebentar lagi kita bisa benar-benar mendepak tua bangka itu," sahut Lukman pada sahabatnya itu.Shaka tersenyum, "Bagus, tidak sia-sia aku bersabar untuk menghancurkan lelaki itu. Sebentar lagi dia akan merasakan bagaimana pedihnya pembalasanku. Aku ingin Reno benar-benar hancur.""Kita akan segera melihatnya, Ka. Kamu pasti akan puas dengan hasil kerjaku. Kamu harus memberikan imbalan yang besar untukku," ujar Lukman membanggakan dirinya. Dia memang mendapat tugas dari Shaka untuk mengalihkan dokumen kepemilikan perusahaan Reno.Lukman bekerja sebagai sekretaris Shaka di perusahaan Reno demi memudahkan tugasnya. Tidak ada yang tahu jika sebenarnya Lukman adalah orang kepercayaan Shaka sekaligus sahabatnya."Tentu ... kamu pasti akan mendapatkan bagianmu," tutur Shaka sembari menepuk pundak sang sahabat. Lalu Shaka mengambil cangkir di atas meja. Dia pun menyesap cairan pekat tersebut secara perlahan.Senyum t
"Aku antar pulang, Al," ucap Afnan.Alana menggeleng, "Tidak perlu, Kak. Aku bisa naik taxi," sahut Alana. Dia tidak mau merepotkan Afnan lagi. Alana sudah sangat berterima kasih karena Afnan mau membantunya."Ayolah, Al. Naiklah, aku akan mengantarmu sampai rumah."Alana terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran Afnan lagi. Sebenarnya dia bisa menghemat uang jika pulang bersama dengan Afnan. Tapi, Alana tidak enak hati terus merepotkan lelaki itu. Afnan sudah terlalu banyak membantunya selama ini."Apa lagi yang kamu pikirkan, Al? Naiklah. Mau sampai kapan kita berdiri di samping mobil terus menerus?" ucap Afnan lagi. Dia gemas sendiri melihat Alana masih terlihat bimbang dengan tawarannya."Baiklah, Kak," sahut Alana akhirnya menerima tawaran Afnan.Alana pun beranjak dari posisinya hendak masuk ke dalam mobil, tapi sebelum dia masuk sebuah tangan mencengkram lengannya hingga Alana menghentikan gerakannya memasuki mobil. Alana menoleh, melihat siapa yang menahan dirinya. Sedetik kem
"Ada apa dengan dahimu?" tanya Afnan yang bersandar di mobilnya yang masih terparkir di depan cafe. Dia sengaja menunggu Alana keluar dari cafe untuk menanyakan luka pada dahi gadis itu.Afnan hanya ingin tahu sebab luka Alana, dan ingin tahu alasan adik sahabatnya itu tidak jujur pada sang kakak. Afnan pikir ada masalah yang sedang dihadapi Alana.Alana pun terkejut ketika mendengar suara Afnan, dia langsung menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah lelaki itu. Ditatapnya Afnan dengan pandangan penuh tanya."Kamu tidak berpikir kalau aku percaya dengan alasanmu tadi 'kan, Al?" tanya Afnan lagi sembari menatap Alana. "Aku juga sudah membantumu menutupinya dari Andra," lanjutnya.Pandangan mereka pun bertemu, beberapa detik mereka masih tetap saling berpandangan, hingga Alana mengalihkan pandangannya."A-apa maksudmu?" Alana tergagap, dia merasa seperti telah tertangkap basah sedang berbohong.Afnan menghela napas panjang, lalu menegakkan badannya dan mulai mendekat ke arah Alana.
Alana merintih kesakitan, lalu dia berusaha bangun dari posisinya. Shaka yang melihat Alana terluka pun terkejut, dia tidak menyangka jika tindakannya membuat gadis tersebut terluka. Shaka buru-buru membungkuk, bermaksud untuk membantu Alana bangun. Tapi Alana langsung menepis tangan Shaka, dia tidak mau dibantu oleh lelaki yang telah menyakitinya."Jangan sentuh ...! Aku bisa berdiri sendiri," sentak Alana.Shaka mundur, dia hanya bisa melihat Alana berdiri, lalu langsung pergi meninggalkannya yang merasa bersalah karena membuat gadis itu terluka. Shaka tidak bermaksud membuat Alana terluka seperti itu. Dia hanya terbakar emosi yang entah datangnya dari mana.Netra Shaka memandang kosong punggung Alana yang semakin menjauh. Hatinya terasa ditusuk duri melihat gadis bertubuh ramping itu menjauh sembari memegang dahinya yang terluka. Seketika Shaka meraba dadanya, ada rasa nyeri di sana, dia merasa ada yang salah dengan dirinya sekarang.Sementara Alana langsung menuju kamar mandi dan
Hawa dingin semakin menusuk tulang, Alana mengeratkan sweater yang dipakainya. Hujan masih turun dengan derasnya. Sejak beberapa hari yang lalu, hujan selalu turun di waktu malam. Membuat Alana kedinginan saat tidur di sofa.Hari ini, Alana sedikit merasa terhibur karena Shaka telah mengijinkannya kembali untuk melanjutkan pendidikannya, dengan syarat Alana sendiri yang mencari biaya untuk pendidikannya itu. Untunglah, Alana memiliki sedikit tabungan untuk sekedar membayar biaya pendidikannya untuk satu semester. Kini dia tinggal mencari pekerjaan agar bisa menabung untuk membayar semester berikutnya.Sebenarnya bisa saja dia meminta bantuan kepada Reno, tapi pantang buat Alana meminta uang pada ayahnya itu. Cukup kini dia berusaha sendiri, tanpa bantuan ayahnya itu. Alana juga tidak bisa meminta bantuan Andra, kakaknya itu sedang merintis kariernya. Tidak mungkin Alana menambah beban sang kakak.Alana kembali mengeratkan sweaternya ketika dingin kembali menyerangnya. Alana sedang dud
Alana menghela napas panjang, dia merasa sangat kesepian di rumah sendirian setelah Maya dan suaminya pergi. Tidak ada yang bisa Alana ajak bicara. Apalagi nanti jika Shaka sudah pulang dari bekerja, Alana hanya akan berdua saja dengan suaminya itu. Dia merasa tidak nyaman hanya berdua dengan Shaka."Apa yang harus aku lakukan ketika Shaka pulang nanti? Kami pasti akan canggung nantinya," gumam Alana. Dia sedang berada di sofa kamar, tempatnya biasa tertidur selama ini.Alana berbaring sembari menatap langit-langit kamar dengan padangan kosong, lalu dia mulai mengantuk karena hari sudah mulai malam. Tak berselang lama Alana memasuki alam mimpi. Alana telah tertidur.Di sisi lain Shaka tengah dalam perjalanan pulang, dia tidak mengira jika pekerjaannya membutuhkan waktu banyak. Dia harus sampai lembur hingga malam. Hujan turun ketika Shaka tengah dalam perjalanan pulang, membuatnya harus berhati-hati dalam mengemudi karena jarak pandang terlalu pendek.Shaka membutuhkan satu jam untuk