"Bagaimana, Al? Bukankah lebih baik kamu ikut kakak saja?" tanya Andra melalui sambungan telepon.Andra menghubungi adiknya itu untuk mengajaknya pergi sebelum acara pernikahan berlangsung. Dia sedang berusaha untuk membawa pergi sang adik bersamanya.Alana menghela napas panjang, "Andai aku bisa, Kak. Sayangnya semua sudah terlambat ....""Belum, Al. Belum terlambat. Masih ada waktu, kamu belum sah menjadi istri dari lelaki itu. Kamu masih bisa membatalkan pernikahannya. Ayo ikut kakak, Al. Ayo hidup berdua dengan kakak tanpa mengkhawatirkan apapun. Kamu bisa melanjutkan lagi pendidikanmu, kakak akan berjuang untuk mewujudkan mimpimu itu," bujuk Andra memotong ucapan sang adik."Tidak, Kak. Aku tidak bisa. Aku sudah dirias, Kak. Pernikahanku tinggal beberapa waktu lagi, Kak. Aku tidak bisa membuat ayah malu. Semua sudah terlambat, Kak. Semua sudah terlambat," cicit Alana.Alana ingin sekali pergi dengan kakaknya itu, tapi dia tidak sampai hati membuat sang ayah malu jika dia sampai k
Andra mengepalkan tangannya erat ketika Arshaka telah berhasil membuat adik tercintanya menjadi istrinya. Hati Andra terasa perih, dia tidak rela Alana menjadi istri Shaka. Firasatnya mengatakan bahwa Arshaka bukanlah lelaki yang baik untuk adiknya itu.Andra sudah berusaha menggagalkan pernikahan Alana dengan mendatangi Shaka ke rumahnya, tapi dengan tegas Shaka menolak permintaan Andra untuk membatalkan pernikahannya. Bahkan Shaka tidak mau menemui Andra kembali saat dia datang lagi. Andra pulang dengan kekecewaan. Dia telah gagal membujuk Shaka untuk membatalkan pernikahannya.Andra berdiri di pojok ruangan, dia memandang sendu adiknya yang sedang duduk di pelaminan bersama dengan Shaka setelah akad nikah selesai. Dilihatnya wajah sang adik itu dengan mata memerah, Andra menahan tangis melihat raut wajah Alana. Tidak ada raut kebahagiaan di wajah cantik adiknya. Hati Andra nelangsa. Sebagai kakak dia telah gagal membahagiakan adik satu-satunya yang dia miliki.Andra membuang pandan
"Aku tegaskan padamu, jangan pernah berani-berani kamu tidur di ranjangku!" sentak Shaka lalu melemparkan bantal dan selimut pada Alana. "Tidur saja di sofa atau di lantai kalau perlu. Terserah padamu," imbuhnya, kemudian dia naik ke atas ranjang dan langsung berbaring tanpa melihat ke arah Alana lagi. Setelahnya Shaka memejamkan matanya, bersiap untuk tidur.Alana menatap kosong selimut dan juga bantal yang dilemparkan suaminya, dari tadi dia hanya terdiam mendengar ucapan Shaka. Alana terlalu terkejut dengan sikap yang Shaka tunjukkan padanya. Memang Alana tidak berharap banyak pada lelaki yang menjadikannya istri itu, tapi Alana tidak menyangka jika Shaka akan memperlakukannya dengan buruk di hari pertama mereka menikah.Sikap Shaka membuat Alana bertanya-tanya. Jika Shaka tidak suka padanya kenapa lelaki itu menikahinya. Alana menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. Di malam pertamanya dia harus tertidur di sofa. Lucu, bukan?Biasanya sepasang pengantin akan sangat m
"Kamu sudah bangun, Al?" tanya Maya begitu melihat Alana sudah sibuk di dapur.Alana seketika menoleh mendengar suara Maya. "Iya, Kak," sahutnya sembari sibuk memindahkan masakan yang dibuatnya ke dalam mangkok besar.Maya tersenyum, lalu melangkah ke arah Alana dan bertanya, "Kamu masak apa, Al?""Masak semur ayam, Kak. Aku bingung mau masak apa, tadi membuka lemari pendingin ada ayam, jadi aku masak semur aja," sahut Alana.Netra Maya membulat, dia terkejut saat mendengar jawaban adik iparnya itu. Semur ayam adalah makanan kesukaan Shaka karena adik lelakinya itu tidak suka makanan pedas. Perutnya akan sakit jika memakan makanan yang pedas. Sejak kecil Shaka memang tidak kuat dengan makanan yang pedas-pedas."Apa Shaka yang memintamu memasak itu?" tanya Maya lagi.Alana menggeleng. "Apa dia tidak suka semur, Kak?"Maya tersenyum kembali, ternyata adik iparnya itu memasak kesukaan Shaka tanpa sengaja. Itu membuktikan bahwa keduanya sangat cocok di mata Maya. Dia merasa tenang, gadis
"Ada apa dengan Shaka ya, Mas? Tumben sekali dia bersikap seperti itu," ucap Maya kepada sang suami. Dia merasa tidak enak pada Alana karena sikap Shaka. Maya sempat melihat kekecewaan di wajah Alana setelah Shaka pergi tanpa menghabiskan makanannya.Maya sedang bersama dengan sang suami di dalam mobil sekarang. Mereka baru saja mengantarkan Devan ke sekolah dan kini mereka sedang menuju tempat kerja Irwan. Lelaki itu bekerja di rumah sakit besar di kota Bekasi. Dia bekerja sebagai dokter kandungan di sana.Irwan mengedikkan bahu, dia juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba Shaka bersikap seperti tadi. Menurut sepengetahuannya, adik iparnya itu tidak pernah bersikap buruk dan selalu hangat pada keluarganya. Tapi dia heran ketika melihat Shaka pergi tanpa berkata apapun dan juga tidak menghabiskan sarapannya. Apalagi tadi pertama kalinya dia sarapan bersama dengan istri barunya. Harusnya Shaka menghargai masakan istrinya."Kasihan Alana, padahal gadis itu sudah susah payah memasak untuk S
"Pakai itu dan bersiaplah!" Shaka melempar gaun ke arah Alana."A-apa ini?" tanya Alana mengernyitkan keningnya ketika melihat gaun berwarna peach di tangannya."Apa matamu buta?" tanya Shaka tajam.Alana mendecakkan lidah mendengar ucapan Shaka. Dia tahu kalau itu adalah sebuah gaun. Tapi Alana tidak tahu untuk apa dia harus memakai gaun yang diberikan oleh Shaka. Baginya tidak mungkin lelaki itu memberinya gaun untuk sekedar hadiah. Hubungan mereka tidaklah memungkinkan untuk Shaka memberikan sesuatu secara cuma-cuma pada Alana."Aku tahu ini gaun, tapi aku tidak tahu untuk apa kamu memberikan gaun itu padaku," sahut Alana sembari meletakkan gaun tersebut di atas sofa.Shaka menggeram marah, selalu saja Alana menjawab setiap perintahnya. Shaka tidak menyangka jika gadis itu selalu punya cara untuk melawannya. Shaka pikir Alana gadis yang lemah dan manja, yang dengan mudah Shaka tindas. Tapi ternyata Alana selalu berhasil membuat amarah Shaka naik.Sudah satu bulan berlalu setelah pe
"Baiklah, mari sama-sama pergi ke tempat acara. Sebentar lagi acara akan segera dimulai," ajak Reno."Baik, Yah," sahut Shaka, lalu kembali menggandeng Alana setelah Reno melangkah terlebih dulu.Alana hanya mengikuti Shaka dan ayahnya tanpa suara. Hatinya sedang tidak baik-baik saja setelah bertemu dengan sang ayah. Raut wajah Alana menjadi murung."Tersenyumlah," ucap Shaka setengah berbisik.Alana mendongak, menatap wajah suaminya, tapi yang ditatap masih terus berjalan dengan wajah datar. "Sayangnya aku tidak pandai berpura-pura sepertimu," cibir Alana.Shaka langsung menoleh, pandangan mata mereka pun bertemu, lalu sedetik kemudian Shaka memalingkan wajahnya. Dia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Alana dengan kuat, membuat Alana sedikit meringis. Shaka kembali menyakitinya.Alana menghela napas kasar, di belakang ayahnya sendiri dia harus menerima perlakuan kasar dari suaminya. Miris sekali nasib hidup yang harus dia jalani. Dia harus bisa menahan diri atas perlakuan Sh
"Kak Vika?""Iya, Al. Ini aku," sahut Vika melembutkan suaranya. Dia ingin meninggalkan kesan baik pada Alana."Kakak ada di sini? Apa Kakak bekerja di sini?" tanya Alana, dia penasaran dengan keberadaan Vika di perusahaan sang ayah."Oh iya, Al. Aku bekerja di sini. Aku sudah bekerja di sini selama satu tahun, kalau kamu kenapa ada di sini?"Alana terkejut mengetahui bahwa teman dari kakaknya itu bekerja di perusahaan sang ayah. Vika pasti mengenal suaminya di sini. Alana jadi bingung harus menjawab apa pertanyaan dari Vika tersebut, dia tidak mungkin mengatakan kalau dia adalah putri dari pemilik perusahaan tempat teman kakaknya itu bekerja. Vika pasti akan merasa tidak nyaman padanya dan juga pada kakaknya."Aku sedang menemani suamiku kemari, Kak. Dia sedang ada pekerjaan di sini," jawab Alana."Astaga ... kamu sudah menikah, Al? Aku pikir kamu belum menikah," tanya Vika. Dia terkejut mengetahui fakta bahwa adik Andra itu sudah menikah."Sudah, Kak. Aku baru menikah satu bulan yan