Share

Bab 7

“Besok sepulang bekerja, datanglah ke Kafe Garden. Laki-laki itu akan menunggumu di sana.”

Ucapan sang kakek terus terngiang di kepala Adisti malam itu. Ia bingung bagaimana mengatakannya pada Abimanyu saat bertemu nanti. Ia yakin laki-laki itu pasti akan marah mendengar perjodohan itu. Apalagi mereka akan segera menikah. Menikah? Tentu saja menikah dengan tata cara alam Abimanyu.

Hati dan pikiran Adisti sudah dipenuhi Abimanyu seorang. Tidak ada lagi ruang untuk laki-laki lain. Setidaknya itu yang ia rasakan saat ini.

Adisti menghela napas. Apa yang akan ia katakan pada Abimanyu nanti?

Sampai pukul 11 malam, Abimanyu tidak juga datang. Ada apa? Bukankah laki-laki itu bilang akan menjemput malam ini? Apakah pernikahan itu ditunda? Apa penyebabnya? Banyak pertanyaan dalam kepala Adisti saat ini.

Adisti mengingat lagi ucapan Abimanyu, sepertinya ia tidak salah mendengar saat laki-laki itu mengatakan mereka akan menikah malam ini di rumah Abimanyu. Lantas, mengapa sampai sekarang laki-laki itu belum datang? Apakah pernikahan ini batal? Adisti semakin gelisah.

Lelah mondar-mandir di kamar, Adisti memutuskan untuk tidur. Jika pun Abimanyu datang, pasti akan terdengar olehnya nanti. Tak lama kemudian, mata Adisti telah terpejam.

Sementara itu di tempat yang berbeda, Abimanyu menggeram karena kedatangan Arka. Bangsa jin saingan keluarga Abimanyu itu datang menawarkan kesepakatan. Namun, keluarga Abimanyu menolak mentah-mentah.

“Pergilah! Sebelum kesabaranku habis, Arka!” bentak Abimanyu. Ia mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Seseorang yang paling ia hindari dan benci kedatangannya, justru muncul di depannya di hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah bagi dirinya dan keluarga. Namun, akibat kedatangan Arka semua menjadi berantakan. Sial!

“Aku hanya menawarkan kesepakatan, kalian pun diuntungkan dengan penawaranku. Apa yang salah?” sindir Arka.

“Penawaranmu hanya menguntungkan untuk bangsa kalian saja,” tolak Lastri tegas.

“Tidak, tidak. Penawaran keluarga kami akan menguntungkan. Kalian hanya perlu menyerahkan gadis itu, dan kami tidak akan mengganggu kalian. Bahkan kami memberikan sebagian wilayah kami untuk kalian. Apa masih kurang?” tanya Arka sok polos.

Abimanyu menggeram. Ingin sekali ia meninju mulut Arka saat ini juga. Namun, lengannya dicegah oleh Lastri. Wanita itu menggeleng pada Abimanyu. Jika Arka pulang dalam keadaan terluka, keluarga mereka akan mendapat masalah. Tidak hanya itu, keluarga Arka pasti akan menyerang mereka.

“Yakin menolak?” tanya Arka meminta kepastian.

“Kami menolak.”

Arka mengangguk. “Itu artinya kalian mengibarkan bendera perang pada keluarga kami.”

Setelah berkata demikian, Arka menjentikkan jari lalu menghilang dalam sekejap. Tinggallah keluarga Abimanyu yang terdiam memikirkan kejadian barusan.

“Bagaimana ini, Ma?” tanya Abimanyu gusar. Hari pernikahan gagal karena kedatangan Arka. Ia yakin jika ia melaksanakan pernikahan pun, Arka tidak akan tinggal diam.

“Paksa gadis itu kemari besok. Malam ini kita siapkan semuanya.”

Abimanyu hanya mengangguk. Laki-laki itu menatap sekeliling, mencari sosok Hartanto yang tidak muncul sejak kedatangan Arka.

“Ayah ke mana?” tanya Abimanyu pada Lastri yang akan berlalu menuju kamar.

“Entahlah. Sejak pagi dia pergi entah ke mana.” Lastri berlalu meninggalkan Abimanyu yang termangu sendirian.

“Aku harus segera menikahi Adisti dan memerawaninya. Jika tidak segera, pasti Arka akan mengacaukan semuanya,” gumam Abimanyu sambil mengepalkan tangan. Ia bertekat akan mendapatkan Adisti apa pun yang terjadi. Mana mungkin ia mau menjadi budak keluarga Arka.

Abimanyu tahu keluarga Arka sangat licik. Penawaran itu hanya kamuflase. Jika ia benar menyerahkan Adisti, belum tentu janjinya akan ditepati.

Abimanyu memejamkan mata, pikirannya tertuju pada Adisti. Ia tersenyum saat melihat Adisti tengah terlelap. Ia tidak ingin menemui Adisti saat ini karena di dunia Adisti sudah menjelang pagi.

----

“Jangan lupa malam nanti datang ke kafe Garden.”

Adisti menghela napas. Ucapan sang kakek seolah beban bagi dirinya. Mana mungkin ia menemui laki-laki lain di saat yang sama ada Abimanyu yang siap menikahi dirinya?

“Kenapa wajah kamu?” tanya Sesil saat Adisti baru saja datang.

“Kakek ingin aku menemui laki-laki yang dijodohkan,” jawab Adisti singkat.

Sesil membelalak. “Hei, harusnya kamu senang dong. Itu artinya kamu akan melepas status jomlo di usia muda,” goda Sesil.

“Gak semudah itu, Sil.”

Sesil mengernyit. “Kenapa?” tanyanya heran. Selama ini ia belum pernah melihat Adisti mengenalkan pacarnya. Lantas, mengapa saat dijodohkan ia tidak bahagia? Jangan-jangan ....

“Kamu sudah punya pacar?” imbuh Sesil ingin tahu.

Seketika Adisti menghentikan aktivitasnya menyalakan laptop. Matanya menerawang, teringat ada Abimanyu yang mengikatnya dengan sebuah cincin. Tanpa sadar jemarinya yang lain menutupi cincin yang melingkar di jari manis.

“Kamu sudah punya pacar?” tanya Sesil lagi. Reaksi Adisti mencurgakan menurutnya.

Adisti menggeleng lalu tersenyum. “Tidak ada.”

Sesil mengernyit lalu mengembuskan napas. Ia tidak ada hak apa pun memaksa Adisti menceritakan semuanya. “Are you okey?”

“Fine.” Adisti meneruskan aktivitasnya dan berharap Sesil segera pergi. Mana mungkin ia menceritakan pada Sesil tentang Abimanyu? Siapa pun tidak ada yang boleh tahu tentang Abimanyu. Titik!

Mengingat Abimanyu membuat Adisti tidak tenang. Sebenarnya ke mana laki-laki itu pergi? Mengapa tidak datang menemuinya tadi malam? Apa yang terjadi? Sampai pagi pun tidak ada sosok Abimanyu di rumah.

“Adisti, kamu diminta datang ke ruangan Pak Dion sekarang membawa laporan.”

Adisti hanya mengangguk saat salah satu rekannya memberitahu. Ia sampai lupa harus menyerahkan laporan kepada Dion siang ini gara-gara memikirkan Abimanyu.

Setelah membereskan meja, Adisti membawa berkas yang dibutuhkan ke ruangan Dion. Entah mengapa jantungnya berdetak kencang sesaat akan masuk ruangan. Adisti berusaha menepis rasa tidak enak itu dan berharap tidak ada apa pun di dalam sana.

Setelah mengetuk pintu, Adisti membukanya dan berjalan mendekati Dion yang serius menatap layar laptop.

“Ini, Pak, laporannya.” Adisti meletakkan beberapa map berkas laporan ke atas meja di samping laptop.

“Apakah kamu tidak bisa mengucap salam?” sindir Dion datar.

Adisti terkesiap. Salam? Entah kapan terakhir kali ia mengucap salam. Kalimat itu seolah hilang dari kepalanya. Bahkan kalimat kalam lain ia tidak ingat sama sekali.

Tiba-tiba wajah Adisti memucat saat mendengar suara azan zuhur dari ponsel Dion. Entah mengapa tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit sama seperti saat ia mendengar azan di waktu salat lain.

Tubuh Adisti sedikit terhuyung. Salah satu tangannya memegangi kepala, sedangkan yang lain digunakan untuk berpegangan di meja Dion.

Laki-laki itu menatap Adisti dalam diam. Tidak ingin membantu atau berkata apa pun. Ia ingin melihat reaksi Adisti saat mendengar azan. Sepertinya benar dugaannya selama ini. Ada sesuatu yang tidak beres dalam diri Adisti.

Beberapa menit kemudian, azan berhenti pun dengan Adisti yang berhenti memegang kepala. Sakit di bagian sana hilang seketika saat azan berhenti.

Adisti menatap Dion, kemudian pada dirinya yang berkeringat hebat. Apa yang baru saja terjadi? Ia tidak ingat apa pun selain kedatangannya ke sini untuk menyerahkan laporan.

“Apa yang terjadi, Pak?” tanya Adisti kebingungan.

Dion menghela napas. “Tidak ada. Sekarang kamu boleh keluar dari ruangan saya.”

Laki-laki itu kembali menatap layar laptop tanpa memedulikan Adisti yang masih tidak mengerti.

Adisti mengangguk lalu membalikkan badan keluar dari ruangan. Sesaat sebelum ia membuka pintu, suara Dion menghentikan aktivitasnya.

“Jangan sampai terlambat malam nanti di Kafe Garden.”

Adisti mengernyit. Ia tidak paham maksud Dion kali ini. Kafe Garden? Bukankah itu tempat pertemuannya nanti dengan laki-laki yang dijodohkan dengannya? Jangan-jangan ...

Seketika Adisti menganga tidak percaya. Apakah mungkin Dion-lah laki-laki yang dimaksud sang kakek?

“Kenapa bengong? Segera keluar dari ruangan saya,” usir Dion saat melihat Adisti yang melamun.

Gelagapan, Adisti segera keluar dari ruangan Dion dengan penuh tanda tanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status