Share

Bab 7

Author: Fina FH
last update Last Updated: 2022-06-30 14:48:12

“Besok sepulang bekerja, datanglah ke Kafe Garden. Laki-laki itu akan menunggumu di sana.”

Ucapan sang kakek terus terngiang di kepala Adisti malam itu. Ia bingung bagaimana mengatakannya pada Abimanyu saat bertemu nanti. Ia yakin laki-laki itu pasti akan marah mendengar perjodohan itu. Apalagi mereka akan segera menikah. Menikah? Tentu saja menikah dengan tata cara alam Abimanyu.

Hati dan pikiran Adisti sudah dipenuhi Abimanyu seorang. Tidak ada lagi ruang untuk laki-laki lain. Setidaknya itu yang ia rasakan saat ini.

Adisti menghela napas. Apa yang akan ia katakan pada Abimanyu nanti?

Sampai pukul 11 malam, Abimanyu tidak juga datang. Ada apa? Bukankah laki-laki itu bilang akan menjemput malam ini? Apakah pernikahan itu ditunda? Apa penyebabnya? Banyak pertanyaan dalam kepala Adisti saat ini.

Adisti mengingat lagi ucapan Abimanyu, sepertinya ia tidak salah mendengar saat laki-laki itu mengatakan mereka akan menikah malam ini di rumah Abimanyu. Lantas, mengapa sampai sekarang laki-laki itu belum datang? Apakah pernikahan ini batal? Adisti semakin gelisah.

Lelah mondar-mandir di kamar, Adisti memutuskan untuk tidur. Jika pun Abimanyu datang, pasti akan terdengar olehnya nanti. Tak lama kemudian, mata Adisti telah terpejam.

Sementara itu di tempat yang berbeda, Abimanyu menggeram karena kedatangan Arka. Bangsa jin saingan keluarga Abimanyu itu datang menawarkan kesepakatan. Namun, keluarga Abimanyu menolak mentah-mentah.

“Pergilah! Sebelum kesabaranku habis, Arka!” bentak Abimanyu. Ia mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Seseorang yang paling ia hindari dan benci kedatangannya, justru muncul di depannya di hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah bagi dirinya dan keluarga. Namun, akibat kedatangan Arka semua menjadi berantakan. Sial!

“Aku hanya menawarkan kesepakatan, kalian pun diuntungkan dengan penawaranku. Apa yang salah?” sindir Arka.

“Penawaranmu hanya menguntungkan untuk bangsa kalian saja,” tolak Lastri tegas.

“Tidak, tidak. Penawaran keluarga kami akan menguntungkan. Kalian hanya perlu menyerahkan gadis itu, dan kami tidak akan mengganggu kalian. Bahkan kami memberikan sebagian wilayah kami untuk kalian. Apa masih kurang?” tanya Arka sok polos.

Abimanyu menggeram. Ingin sekali ia meninju mulut Arka saat ini juga. Namun, lengannya dicegah oleh Lastri. Wanita itu menggeleng pada Abimanyu. Jika Arka pulang dalam keadaan terluka, keluarga mereka akan mendapat masalah. Tidak hanya itu, keluarga Arka pasti akan menyerang mereka.

“Yakin menolak?” tanya Arka meminta kepastian.

“Kami menolak.”

Arka mengangguk. “Itu artinya kalian mengibarkan bendera perang pada keluarga kami.”

Setelah berkata demikian, Arka menjentikkan jari lalu menghilang dalam sekejap. Tinggallah keluarga Abimanyu yang terdiam memikirkan kejadian barusan.

“Bagaimana ini, Ma?” tanya Abimanyu gusar. Hari pernikahan gagal karena kedatangan Arka. Ia yakin jika ia melaksanakan pernikahan pun, Arka tidak akan tinggal diam.

“Paksa gadis itu kemari besok. Malam ini kita siapkan semuanya.”

Abimanyu hanya mengangguk. Laki-laki itu menatap sekeliling, mencari sosok Hartanto yang tidak muncul sejak kedatangan Arka.

“Ayah ke mana?” tanya Abimanyu pada Lastri yang akan berlalu menuju kamar.

“Entahlah. Sejak pagi dia pergi entah ke mana.” Lastri berlalu meninggalkan Abimanyu yang termangu sendirian.

“Aku harus segera menikahi Adisti dan memerawaninya. Jika tidak segera, pasti Arka akan mengacaukan semuanya,” gumam Abimanyu sambil mengepalkan tangan. Ia bertekat akan mendapatkan Adisti apa pun yang terjadi. Mana mungkin ia mau menjadi budak keluarga Arka.

Abimanyu tahu keluarga Arka sangat licik. Penawaran itu hanya kamuflase. Jika ia benar menyerahkan Adisti, belum tentu janjinya akan ditepati.

Abimanyu memejamkan mata, pikirannya tertuju pada Adisti. Ia tersenyum saat melihat Adisti tengah terlelap. Ia tidak ingin menemui Adisti saat ini karena di dunia Adisti sudah menjelang pagi.

----

“Jangan lupa malam nanti datang ke kafe Garden.”

Adisti menghela napas. Ucapan sang kakek seolah beban bagi dirinya. Mana mungkin ia menemui laki-laki lain di saat yang sama ada Abimanyu yang siap menikahi dirinya?

“Kenapa wajah kamu?” tanya Sesil saat Adisti baru saja datang.

“Kakek ingin aku menemui laki-laki yang dijodohkan,” jawab Adisti singkat.

Sesil membelalak. “Hei, harusnya kamu senang dong. Itu artinya kamu akan melepas status jomlo di usia muda,” goda Sesil.

“Gak semudah itu, Sil.”

Sesil mengernyit. “Kenapa?” tanyanya heran. Selama ini ia belum pernah melihat Adisti mengenalkan pacarnya. Lantas, mengapa saat dijodohkan ia tidak bahagia? Jangan-jangan ....

“Kamu sudah punya pacar?” imbuh Sesil ingin tahu.

Seketika Adisti menghentikan aktivitasnya menyalakan laptop. Matanya menerawang, teringat ada Abimanyu yang mengikatnya dengan sebuah cincin. Tanpa sadar jemarinya yang lain menutupi cincin yang melingkar di jari manis.

“Kamu sudah punya pacar?” tanya Sesil lagi. Reaksi Adisti mencurgakan menurutnya.

Adisti menggeleng lalu tersenyum. “Tidak ada.”

Sesil mengernyit lalu mengembuskan napas. Ia tidak ada hak apa pun memaksa Adisti menceritakan semuanya. “Are you okey?”

“Fine.” Adisti meneruskan aktivitasnya dan berharap Sesil segera pergi. Mana mungkin ia menceritakan pada Sesil tentang Abimanyu? Siapa pun tidak ada yang boleh tahu tentang Abimanyu. Titik!

Mengingat Abimanyu membuat Adisti tidak tenang. Sebenarnya ke mana laki-laki itu pergi? Mengapa tidak datang menemuinya tadi malam? Apa yang terjadi? Sampai pagi pun tidak ada sosok Abimanyu di rumah.

“Adisti, kamu diminta datang ke ruangan Pak Dion sekarang membawa laporan.”

Adisti hanya mengangguk saat salah satu rekannya memberitahu. Ia sampai lupa harus menyerahkan laporan kepada Dion siang ini gara-gara memikirkan Abimanyu.

Setelah membereskan meja, Adisti membawa berkas yang dibutuhkan ke ruangan Dion. Entah mengapa jantungnya berdetak kencang sesaat akan masuk ruangan. Adisti berusaha menepis rasa tidak enak itu dan berharap tidak ada apa pun di dalam sana.

Setelah mengetuk pintu, Adisti membukanya dan berjalan mendekati Dion yang serius menatap layar laptop.

“Ini, Pak, laporannya.” Adisti meletakkan beberapa map berkas laporan ke atas meja di samping laptop.

“Apakah kamu tidak bisa mengucap salam?” sindir Dion datar.

Adisti terkesiap. Salam? Entah kapan terakhir kali ia mengucap salam. Kalimat itu seolah hilang dari kepalanya. Bahkan kalimat kalam lain ia tidak ingat sama sekali.

Tiba-tiba wajah Adisti memucat saat mendengar suara azan zuhur dari ponsel Dion. Entah mengapa tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit sama seperti saat ia mendengar azan di waktu salat lain.

Tubuh Adisti sedikit terhuyung. Salah satu tangannya memegangi kepala, sedangkan yang lain digunakan untuk berpegangan di meja Dion.

Laki-laki itu menatap Adisti dalam diam. Tidak ingin membantu atau berkata apa pun. Ia ingin melihat reaksi Adisti saat mendengar azan. Sepertinya benar dugaannya selama ini. Ada sesuatu yang tidak beres dalam diri Adisti.

Beberapa menit kemudian, azan berhenti pun dengan Adisti yang berhenti memegang kepala. Sakit di bagian sana hilang seketika saat azan berhenti.

Adisti menatap Dion, kemudian pada dirinya yang berkeringat hebat. Apa yang baru saja terjadi? Ia tidak ingat apa pun selain kedatangannya ke sini untuk menyerahkan laporan.

“Apa yang terjadi, Pak?” tanya Adisti kebingungan.

Dion menghela napas. “Tidak ada. Sekarang kamu boleh keluar dari ruangan saya.”

Laki-laki itu kembali menatap layar laptop tanpa memedulikan Adisti yang masih tidak mengerti.

Adisti mengangguk lalu membalikkan badan keluar dari ruangan. Sesaat sebelum ia membuka pintu, suara Dion menghentikan aktivitasnya.

“Jangan sampai terlambat malam nanti di Kafe Garden.”

Adisti mengernyit. Ia tidak paham maksud Dion kali ini. Kafe Garden? Bukankah itu tempat pertemuannya nanti dengan laki-laki yang dijodohkan dengannya? Jangan-jangan ...

Seketika Adisti menganga tidak percaya. Apakah mungkin Dion-lah laki-laki yang dimaksud sang kakek?

“Kenapa bengong? Segera keluar dari ruangan saya,” usir Dion saat melihat Adisti yang melamun.

Gelagapan, Adisti segera keluar dari ruangan Dion dengan penuh tanda tanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 55 (ENDING)

    Baskara menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli. Dengan cepat laki-laki itu menghindar dengan cara berguling ke samping sebelum terkena semburan Baskara. Baskara tidak patah arang, makhluk itu kembali menyemburkan api, tapi lagi-lagi gagal karena Ustaz Ramli cepat menghindar. “Sialan!” umpat Baskara kesal. Emosinya memuncak hingga ubun-ubun karena merasa gagal mengalahkan Ustaz Ramli. “Kejahatan pasti akan kalah karena ada Allah yang akan membantu,” ucap Ustaz Ramli tenang. “Jangan sebut-sebut nama Tuhan! Dia hanyalah sebuah nama tanpa kekuasaan.”Ustaz Ramli beristigfar lalu menggeleng. “Kalianlah yang harusnya sadar diri, derajatmu tidak lebih baik dari kamu.”“Banyak omong kamu!” Baskara kembali menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli karena terlambat menghindar, lengan laki-laki itu terkena api. Beruntung, sebelum api membesar Ustaz Ramli mampu memadamkannya dengan ujung jarinya. Baskara tampak tersenyum puas karena bisa melukai lawannya. Namun, senyumnya sirna saat Ustaz Ramli be

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 54

    “Aku sangat merindukan bertempur dengan kalian lagi,” ucap Lastri terlihat tenang.Ustaz Ramli pun tak kalah tenang, ia memberi kode pada Aldi untuk mundur. Pertempuran kali ini sepertinya akan sedikit sengit, tidak seperti sebelumnya karena Lastri pasti sudah menyiapkan semuanya. Tak mungkin menunggu dirinya dengan tangan kosong.“Lepaskan mereka!” ucap Ustaz Ramli datar. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Setenang air di danau.Berbeda dengan Lastri yang memiliki ambisi ingin menang agar Baskara tidak menghukumnya.“Tidak akan! Mereka akan menjadi budak kami, tentu saja kalian juga akan menyusul mereka,” sanggah Lastri. Ia mendekati Ustaz Ramli, detik berikutnya wujud Lastri berubah menjadi raksasa berekor ular.Ustaz Ramli mundur selangkah, pun dengan Aldi. Belum sempat mereka mempersiapkan diri, ekor Lastri terayun ke arah mereka, membuat 2 laki-laki itu terpental hingga menabrak tembok.“Hanya begitu saja kekuatan kalian? Masih permulaan sudah tidak berdaya,” sindir Lastri

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 53

    Belum sempat berteriak meminta tolong, dirinya sudah dibawa pergi oleh Lastri. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mengecoh Ustaz Ramli dan Aldi. Mau dicari ke mana pun, Dion tidak akan ditemukan karena Baskara membawa laki-laki itu ke alam mereka sama seperti Adisti. Kini di sinilah mereka berada, di dalam penjara terpisah dengan tangan terikat. Dion tak sadarkan diri saat Adisti datang, bahkan saat wanita itu memanggil namanya, laki-laki itu bergeming. Merasa percuma meminta tolong dan memanggil Dion, akhirnya Adisti memilih diam. Ia terus berdoa dalam hati agar Ustaz Ramli mengalahkan Abimanyu dan menyelamatkan dirinya. Bibir Adisti tampak terus bergerak membaca doa, ia tidak tahu akan segera Allah kabulkan atau tidak, tetapi yang jelas ia ingin berusaha dulu. “Lama sekali Abimanyu!” ucap Lastri mondar-mandir di depan penjara. Sesekali ia melirik Dion dan Adisti’ bergantian. Bibirnya terkatup rapat, enggan berbicara dengan Adisti atau memanasinya. “Biarkan s

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 52

    Malam itu Adisti dan Dion memutuskan ke rumah Ustaz Ramli untuk mengusir Abimanyu agar tidak lagi mengganggu hidup mereka. Untung saja di rumah Ustaz Ramli ada acara istighosah dan syukuran, sehingga jam 3 lagi masih terjaga semua.Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah Ustaz Ramli. Sepanjang jalan mereka terus beristighfar, berharap selamat sampai tujuan.Adisti tidak menginginkan bertemu Abimanyu lagi. Mengingatnya saja membuat dirinya merinding, apalagi saat ingat bagaimana pertemuan mereka, pernikahan, hingga memiliki anak Abimanyu.Adisti menyesal mengenal makhluk itu, mengapa dulu ia begitu mudah digoda Abimanyu untuk menuruti keinginannya. Jika waktu bisa diulang kembali, Adisti memilih untuk tidak mengenal Abimanyu sama sekali. Hidupnya benar-benar kacau karena makhluk itu.Namun, saat beberapa ratus meter lagi sampai di rumah Ustaz Ramli, tiba-tiba mobil Dion berhenti. Hal itu membuat Adisti sontak terkejut.“Astagfirullah!” pekik Adisti, “mobilnya kenap

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 51

    “Bodoh banget kamu!” umpat Abimanyu begitu wanita itu masuk kamar. Makhluk tak kasatmata itu terlihat penuh amarah, wajahnya memerah dan bibirnya kini terkatup rapat. Siska terkejut melihat kedatangan Abimanyu yang tak disangkanya. Ia mundur saat makhluk itu semakin mendekati dirinya. “A-aku ....” Ucapan Siska terputus saat Abimanyu melesat cepat ke arahnya lalu mencekik leher Siska. “Kamu memang tidak berguna! Apa susahnya memisahkan mereka? Dasar lamban!” bentak Abimanyu. Siska tidak bisa berkata-kata lagi, lehernya sakit dan mulai sulit bernapas. Semakin lama cekikan itu tidak kendur, justru semakin kencang. Beberapa detik kemudian, Siska memejamkan mata dan terkulai lemas. “Kamu memang pantas mati!” ucap Abimanyu, “sayang sekali, wanita secantik kamu ternyata sangat bodoh. Melakukan tugas yang mudah saja tidak bisa.” Setelah yakin Siska tidak lagi bernapas, Abimanyu segera pergi dari kamar Siska. Namun, ia tidak pulang ke rumahnya. Ingat apa yang dikatakan Baskara, bahwa in

  • PERNIKAHAN DUA ALAM    Bab 50

    Malam itu Siska sengaja pulang agak malam, ia pura-pura sibuk membuat laporan keuangan untuk diserahkan pada Adisti. Padahal ia sudah merencanakan sesuatu untuk Dion. Dikeluarkannya botol kecil dari saku bajunya, lalu tersenyum miring.“Aku harus memainkan peran wanita tersakiti malam ini,” gumamnya lirih.Siska melirik Dion dan Adisti yang tengah mengobrol di salah satu kursi untuk pelanggan. Sesekali Dion tersenyum pada Adisti, jemarinya menggenggam tangan Adisti erat, seolah takut kembali terpisahkan.“Mau saya bikinin minuman?” tawar Siska mendekati mereka.“Boleh,” jawab Adisti singkat sambil tersenyum.“Oh ya, laporannya selesaikan malam ini ya. Kalau bisa sebelum jam 9 malam.”Siska mengangguk paham. Sebenarnya laporan itu sudah ia selesaikan sejak sore tadi, ia berpura-pura masih mengerjakan untuk mengulur waktu.“Kasian dia, Mas. Janda anak satu,” ucap Adisti setelah kepergian Siska ke dapur.“Oh, makanya kamu tetep kekeh buka warung ini?” tanya Dion.Adisti mengangguk. “Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status