Share

PESONA

Reynan masuk ke dalam ruangan bercat krem yang dominan dihadiri mama muda dengan dandanan tidak sederhana. Make up glowing dengan perhiasan berkilau di telinga, leher, tangan juga jari-jari hampir merata di tubuh mereka.

Pria berbulu halus sekitar dagu dan pipi itu melemparkan senyuman pada segenap hadirin yang tengah menatapnya tanpa kedipan. Hampir-hampir saja mulut dan mata mereka lebih lebar terbuka demi melihat sosok jangkung berjalan menuju bangku barisan kedua dari belakang.

Suara keras dering ponsel milik salah satu dari mereka mengembalikan keterpesonaan para mama muda dalam ruangan ini. Selanjutnya mereka pura-pura sibuk dengan dandanan. Sebagian mainkan ponsel atau sekedar basa basi dengan teman sebelahnya.

*

Ibu Fahira, wali kelas satu A berjalan ke depan kelas, menyapukan pandangan ke seluruh ruang. Segaris senyuman terlukis di bibirnya sebelum mulai bicara. Setelah pembukaan singkat, guru cantik itu kembali ke meja di pojok kanan ruangan untuk mengumumkan urutan nilai sepuluh besar.

Reynan mengucap hamdalah kala nama Aslena disebut sebagai peraih urutan pertama di kelasnya. Suara-suara para orang tua pun terdengar ramai kembali.

Tanpa memedulikan kegaduhan, Ibu guru cantik itu memanggil satu per satu orang tua siswa yang mengambil raport putra putrinya. Tak lupa mempersilakan para orang tua yang datang belakangan untuk menduduki bangku-bangku kosong.

Karena dalam daftar absen kehadiran, Aslena ada di urutan ke lima belas, Reynan harus lebih sabar menunggu untuk dipanggil. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh beberapa mama muda yang duduk berdekatan.

“Aslena hebat, ya. Juara satu,” puji salah satu ibu dari siswa yang dandanannya cetar membahana. Kalung berliontin merah dengan anting panjang senada turut menghias leher dan telinganya. Belum lagi cincin yang berbaris di tiga jarinya.

“Iya, terima kasih, Bunda, “ tutur Reynan hangat.

“Nanti main ke rumah Zeny, ya, “ timpal janda muda beranak satu yang make-upnya sempurna menutup tiap inchi wajah.

“Iya, Tante.” Aslena tersenyum riang.

Lepas orang tua siswa ke empat belas menyelesaikan urusannya bersama wali kelas, Reynan mendapat giliran ke depan. Langkahnya melewati barisan para wanita menimbulkan reaksi tersendiri di diri mereka. Ada yang menahan napas sesaat kala bangkunya terlewat. Kadang menciptakan rona malu di sebagian pipi yang sudah dipoles dengan make up cetarnya.

“Kok gak mamanya, ya?” bisik-bisik di sebagian para wanita itu pun mulai menyeruak.

“Katanya duda?” kerling nakal wanita seksi itu disambut senyum wanita cantik di sebelahnya.

“Wow!” seru tertahan si wanita bercat rambut merah kekuningan.

“High Quality Jomblo ini.”

Tawa kecil berderai dari bibir merah tiga wanita yang duduk di barisan ketiga dari depan

Bu Fahira, wali kelas 1-A menyodorkan rapot kurikulum tiga belas pada Reynan. Wanita berwajah oval itu menyampaikan hasil pembelajaran Aslena selama satu semester dengan menunjuk kolom-kolom yang terisi keterangan deskriptif.

“Aslena mampu mengikuti pelajaran dengan baik, daya tangkapnya juga cepat,” puji Fahira dengan mata berbinar. Kadang, matanya melihat ke arah barisan kolom-kolom, sesekali mengarahkan pandangan pada pemilik rahang kokoh di seberang mejanya.

“Alhamdulillah. Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Ibu,“ sambut Reynan dengan senyum yang tak bosan disunggingkan.

“Aslena pertahankan prestasinya, ya.” Setelah selesai obrolannya dengan Reynan, Fahira menyentuh lengan murid cantiknya. Diusap perlahan, lalu tangan itu berpindah pada pipi berisi di sampingnya.

“Iya, Ibu. Makasih.”

Fahira menangkupkan tangan di dada kala Reynan pamitan. Sebelum keluar, di sapukan pandangan pada orang tua teman anaknya, mengangguk sopan, lalu melengkungkan sudut bibirnya. Sesaat, riuh kembali melingkupi ruangan.

Lepas keluar pintu, pria berkacamata itu mempercepat langkah dengan sedikit menarik tangan Aslena. Namun, ayunan kaki terhenti di dua menit perjalanan saat seseorang memanggil. Badan dibalikkan, dan terlihat seseorang setengah berlari menghampiri mereka.

“Maaf, ballpoint Anda tertinggal.” Fahira bicara dengan napas sedikit tersengal. Guru muda itu menyodorkan benda hitam keemasan yang tergeletak di meja guru.

“Oh, iya, terima kasih, Ibu. Maaf merepotkan.” Disambut benda yang selalu menemani hari-harinya itu. Sekali lagi Reynan tersenyum pada wanita berhijab krem. Ditatap begitu dalam, Fahira kikuk juga. Selepas pamit, gadis itu segera melangkah meninggalkan pria yang terus memandanginya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status