Bab 25. Langkah Pertama

“Kamu pergi lagi yah?” gumam Reina saat mendengar suara mesin mobil menjauh dari pelataran rumah kayu tersebut.

Reina duduk di pinggiran kasur, rambutnya berantakan akibat aksi lima jam mereka. Matanya melihat sekeliling kamar yang tampak sunyi. Hanya ada suara jarum jam dan detak jantungnya saja.

“Lagi-lagi aku yang harus berkorban … dan ditinggalkan,” ujarnya lirih.

Di atas meja, selembar kertas terlipat menunggu. Tangannya gemetar ketika ia meraihnya, bukan karena udara dingin, tapi karena tegangan yang tiba-tiba mengikat. Pada baris pertama tertulis nama kecilnya, hurufnya tegas dan cepat.

[Rei, maaf. Ada masalah di kantor. Aku harus berangkat sekarang. Jangan khawatir. Aku akan beri kabar.]

Reina tertawa getir. Empat kata yang ringkas, rapi, dan terlalu nyaman. Empat kata yang semestinya menutup rapat sesuatu yang penting. Ia pun tahu bahwa itu kebohongan.

Ia meremas kertas itu menjadi seperti bola, lalu membuangnya ke tempat sampah. Napasnya panjang dengan kilatan ing