Share

PESONA SUAMI TUKANG OJEKKU
PESONA SUAMI TUKANG OJEKKU
Author: Aisyah Ais

Digrebek Warga

  "Nikahkan saja mereka! Beraninya berbuat mesum disini, mencoreng nama baik kampung kita saja!" Ucap para warga yg sudah berkerumun.

   Sepasang muda mudi yang dituduh melakukan mesum itu pun mengangkat wajah mereka. "Apa-apaan ini? kami tidak saling mengenal dan kita tidak melakukan apa-apa!" sanggah Kanaya.

   "Iya, Pak, kami tidak melakukan apa-apa, saya hanya berteduh dari derasnya hujan." Jawab sang lelaki sambil meronta karena tangannya dipegangi bapak-bapak. 

   "Sudah ketahuan, masih saja tidak mau mengaku! Lihat itu, celanamu masih terbuka," sahut bapak-bapak di depannya.

    "Wah iya, dasar mesum! Untung ketahuan," timpal warga lainnya.

   "Tapi apa yang dikatakannya itu benar, Pak, bahkan kami juga tidak saling mengenal. Saya baru saja pulang kuliah dan tadi kehujanan," bela sang perempuan yang dituduh sebagai pasangan mesum.

   "Halah, kamu itu memang sama saja dengan ibumu! Sudah, ayo kita bawa saja kerumah pak RT!" Usul ibu-ibu yang memegangi Kanaya.

    "Aduh, bagaimana ini? Bagaimana kalau mereka tetap menikahkanku?" ucap gadis itu dalam hatinya.

   Warga pun membawa mereka ke tempat pak RT dengan paksa. Suasana terasa dingin, rumah-rumah warga masih basah, dan jalanan sedikit licin akibat baru saja diguyur hujan. Suasana yang gelap karena waktu menunjukkan jam tujuh malam. 

       Sesampainya dirumah pak RT, "Ada apa ini?" tanya pak RT. 

   "Ini, Pak, mereka ketahuan sedang mesum di pos ronda," ujar bapak-bapak dengan perawakan tinggi besar dan kulit yang hitam. 

    "Ayo bawa mereka masuk dulu!" titah pak RT. 

     Mereka dibawa masuk bersama dengan empat orang warga yang memergoki mereka, sementara para ibu-ibu dan bapak-bapak yang lainnya menunggu di luar. Baru saja masuk, warga sudah mencaci mereka yang dikatakan sebagai pasangan mesum.

      "Jadi apa yang dikatakan para warga itu benar, bahwa kalian sedang melakukan hal yang tidak semestinya?" tanya pak RT kepada sepasang muda mudi itu. 

    "Tidak, Pak! Kami tidak melakukan apa apa! Saya hanya berteduh karena hujan." Sanggah sang laki-laki berparas menawan dengan mata tajam dan bertubuh tinggi tegap.

     "Benar, Pak, kami hanya difitnah! Saya baru saja pulang dari kampus, Pak, dan berteduh di pos ronda karena hujan turun," lanjut gadis cantik berkulit kuning langsat dengan hidung mancung dan bulu mata lentik, serta tubuh tinggi langsing.

      "Tapi bukti-bukti mengatakan kalian berdua berbuat mesum di pos ronda itu. Jadi bagaimana kira-kira menurut kalian solusi terbaik untuk mereka?" tanya pak RT kepada warganya.

      "Nikahkan saja, Pak, biar tidak bikin malu desa kita!" 

     "Iya, benar, Pak!" jawab warga yang lain.

     "Iya benar. Agar tidak membuat keresahan warga, maka kalian harus dinikahkan. Tapi jika kalian tidak mau, maka kami akan melaporkan kasus ini ke Polisi. Bagaimana?" Pak RT menunggu jawaban dari mereka.

     "Tapi, Pak, kami tidak melakukan apa-apa, ini hanya salah paham saja. Lagian saya masih kuliah, Pak. Tidak mungkin kalau saya menikah," elak Kanaya.

     "Sudah tahu masih kuliah kok ya berbuat mesum, makanya jangan ganjen jadi perempuan!" ucap seorang ibu-ibu yang ikut masuk.

    "Baiklah, Pak. Saya akan menikahinya." Ucap Devandra sambil menoleh ke arah perempuan di sampingnya.

     "Eh, tidak-tidak! Enak saja! Masa depan saya masih panjang, masa iya mau dinikahkan," tolak gadis cantik itu.

      "Kalau begitu, kita bawa mereka ke kantor polisi saja!" Kanaya ingin menjawab tetapi diberi aba-aba oleh Devan untuk tetap diam.

     Pak Karman paman Kanaya dan istrinya pun datang setelah di jemput oleh warga dan mengabari tentang keponakannya. "Apa yang terjadi, Ndhuk? Kenapa bisa seperti ini?" tanyanya pada sang keponakan.

     "Aya tidak melakukan apa-apa,  Paman! Semua ini hanya salah paham," jawabnya dengan tatapan jengkel.

      Pak Karman adalah kerabat satu satunya dari gadis yang kerap disapa Aya itu, setelah ibunya yang pergi entah kemana, dan sang ayah yang telah meninggal tiga bulan yang lalu. 

      Pak Karman sudah meminta agar masalah ini tidak usah di perpanjang, karna dia yakin keponakannya tidak melakukan seperti apa yang dituduhkan oleh warga.Namun mana mungkin warga yang sudah terlanjur memergoki mereka dan yakin atas tuduhan itu, mau berdamai dan membiarkan begitu saja. Warga tetap meminta agar mereka dinikahkan.

    "Aya nggak mau menikah, Paman. Nanti bagaimana dengan kuliah dan cita-cita Aya kalau Aya menikah? Lagi pula, aku tidak mengenal laki-laki itu," bisik Aya pada pamannya.

     "Tapi tidak ada cara lain, Aya. Dari pada mereka membawamu ke kantor polisi, lebih baik terima saja pernikahan ini. Lagi pula kamu masih tetap bisa kuliah nantinya," ujar Siti, bibi Kanaya. 

     "Tapi, Bi ...."

    "Aya, dengarkan Paman. Paman tidak mau kamu digunjing oleh warga di sini. Lebih baik kamu terima saja pernikahan ini, meski Paman tahu ini sulit bagimu. Kalau kamu tidak mau, mereka akan membawa kalian ke kantor polisi. Dan yang pasti mereka akan tetap menggunjingmu."

      "Bagaimana? Bisa kita mulai sekarang karena ini sudah semakin malam? Pak penghulu sudah datang," Pak RT menunggu jawaban mereka.

      "Bisa, Pak!" jawab Devan tegas. 

     Kanaya terpaksa mengikuti saran paman dan bibinya serta keinginan warga yang membawa mereka. Ia memakai baju yang dibawakan oleh bibinya dan duduk bersebelahan dengan lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. 

     Di depannya sudah ada penghulu dan juga Pak RT dan satu orang warga sebagai saksi, begitu pula dengan pamannya sebagai satu-satunya wali nikahnya. Pelan tapi pasti, penghulu mulai menjabat tangan sang mempelai laki-laki dan segera menikahkan mereka setelah sebelumnya Devan disuruh menulis nama lengkapnya. 

      "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Devandra Putra Pratama bin Pratama dengan Kanaya Permata Dewi binti Ali Hasan dengan mas kawin uang senilai lima ratus ribu rupiah dibayar tunai."

     "Saya terima nikah dan kawinnya Kanaya Permata Dewi binti Ali Hasan dengan mas kawin tersebut dibayar tuunai." 

 

      "Bagaimana para saksi?" 

    "Sah ..." jawab para saksi dan warga yang hadir disana. 

      Untuk pertama kalinya, Kanaya menjabat tangan lelaki di sampingnya yang bahkan tidak ia ketahui siapa sebenarnya dan di mana rumahnya.

    "Alhamdulillah, kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Sudah tidak ada lagi yang akan mengganggu kebersamaan kalian. Berhubung ini pernikahan dadakan, jadi kalian baru bisa menikah secara agama. Tapi nanti segera diurus di KUA ya, agar sah juga di mata negara," ucap pak penghulu.

     Setelah pak penghulu pamit, mereka pun beranjak ingin segera pergi. Bu Siti merangkul Kanaya dan menggandengnya keluar, sementara Pak Karman berjalan beriringan dengan Devan.

     "Duh, yang jadi pengantin grebekan! Cepat-cepat pulang deh, biar nggak ada yang mengganggu kalau di rumah. Jangan di pos ronda lagi lho, ha ha ha," gelak tawa dari para tetangga yang mencemooh pasangan yang baru saja selesai melakukan ijab kabul karena grebekan.

      "Iya, tidak menyangka ya Ibu-Ibu, Kanaya yang terkenal gadis baik-baik dan pintar itu ternyata bisa berbuat sejauh itu." 

      "Nggak ada bedanyalah sama ibunya, yang pergi dengan laki-laki lain di saat masih menjadi istrinya Pak Ali, dan bahkan nggak pernah kembali karna kepincut laki-laki kaya."

       "Iya, bener Bu Sumi. Memang ya kalau buah jatuh itu nggak jauh dari pohonnya." 

      "Cukup ya Ibu-Ibu! Jangan memojokkan keponakan saya, saya yakin ini semua hanya fitnah! Dan jangan menyamakan dengan ibunya!"  Protes bu Siti yang membela keponakannya.

        "Sudahlah Bu Siti, udah ketahuan kok masih mengelak," sahut seorang ibu bertubuh gemuk dengan lemak bertumpuk di perut dan memakai daster merah muda, serta kalung emas berukuran besar menjuntai kedepan yang dipanggil Bu Sumi. 

      "Sudah jangan didengar, ayo kita pulang!" Ajak pak Karman kepada istri dan keponakannya serta lelaki yang kini telah sah menjadi suami keponakannya. 

      Devan membonceng Kanaya diiringi dengan Pak Karman yang membonceng istrinya. Dengan arahan dari Kanaya, Devan melajukan motornya dan berhenti di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati dengan pemandangan yang hijau di sekitar rumah. 

      Suasana rumah Kanaya tampak gelap karena sang empunya belum menyalakan lampu. Hanya pancaran lampu dari jalan yang menyinari depan rumahnya. Kanaya membuka pintu dan menyalakan lampu. 

     "Mari masuk, Nak ...," Pak Karman mengingat nama lelaki disampingnya.

     "Devan, Pak. Nama saya Devan."

    "Oh, iya, Nak Devan, panggil saja saya Paman! Mari duduk dulu," ajaknya.

      "Aya buatkan minuman dulu ya, Paman," pamannya mengangguk.

     Devan menceritakan perihal mengapa dia bisa ada di pos ronda bersama dengan Kanaya. Devan mengaku sedang dalam perjalanan dari mengantar pelanggan ojeknya dan berteduh di pos ronda setelah hujan turun. Tapi tidak disangka sangka tiba tiba banyak orang yang menggrebek mereka berdua dan menuduh mereka berzina.

    Dan keterangannya itupun sama dengan pengakuan Kanaya. Kanaya baru saja pulang dari kuliah dan berteduh di pos ronda, karena sedang hujan deras kala itu. Namun tidak ada satu pun warga yang mempercayai mereka. Bahkan mereka heran mengapa tiba-tiba ada banyak warga, padahal sebelumnya tidak ada satu pun orang yang lewat. 

    "Silakan diminum." Kanaya meletakkan cangkir berisi teh hangat.

     "Lalu apa rencana kalian selanjutnya, sementara kalian tidak saling mengenal?" tanya Pak Karman.

     "Apa yang harus Aya lakukan, Paman? Aya bingung, Aya masih ingin menggapai cita-cita Aya," ujar Aya sendu.

    "Tapi warga akan menganggapmu wanita tidak baik, jika kalian tidak melanjutkan pernikahan ini," timpal  Bu Siti.

 

      "Bagaimana menurutmu, Nak Devan? Ini menyangkut masa depan dan juga harga diri keponakan saya." 

     "Saya akan tetap menjalani pernikahan ini, apabila Kanaya juga bersedia," jawab Devan dengan tegas. 

     "Bagaimana, Ndhuk?" tanya Pak Karman.

 Kanaya nampak mempertimbangkan pertanyaan pamannya. Karena menikah belum menjadi agenda perempuan muda itu. Ia masih memiliki cita-cita untuk menjadi desainer seperti harapan sang ayah sebelum meninggal. 

     Pak Ali Hasan sang ayah adalah seorang penjahit di desanya. Ia sangat terkenal sebagai penjahit yang hebat. Ia juga sudah membimbing beberapa orang untuk mempelajari dunia perjahitan. Begitupun Kanaya yang sejak kecil melihat dan diajari sendiri oleh sang ayah.

     Dan sebab kebiasaan dari kecil yang diajari sang ayah itulah, Kanaya memiliki bakat yang sama seperti ayahnya. Dia juga memiliki nilai diatas rata-rata. Pak Ali lantas mendaftarkan kuliah ke universitas di kota. Dia ingin putrinya menjadi desainer hebat dan kelak memiliki butik impiannya.

    Namun sayang, sang ayah meninggal saat Kanaya belum menjadi desainer seperti keinginan ayahnya.

    

     "Saran Paman, lebih baik jalani saja dulu. Kita semua tahu warga desa disini seperti apa. Paman tidak mau kamu dihina mereka." 

      "Baiklah, Paman." 

   "Ya sudah Paman sama Bibi pulang dulu kerumah, jangan lupa ajak suamimu untuk berkunjung kerumah Paman." 

     "Iya, Paman."

    Pak Karman dan Bu Siti pun pulang kerumah dan tinggallah sepasang pengantin baru dirumah itu. Entah apa yang terjadi selanjutnya.

     

        Sementara itu, dari kejauhan nampak seseorang menampilkan senyum kemenangannya, setelah berhasil menghasut para warga dan membuat fitnah yang membuat warga menggrebek mereka.

     "Akhirnya, setelah ini kamu nggak akan bisa mengganggu pujaan hatiku." Ujar seseorang itu kemudian berlalu pergi dengan berjalan kaki. "Kerja bagus! Ini bagian kalian," ia menyerahkan amplop coklat berisi uang kepada tiga orang laki-laki yang tadi menggrebek Kanaya. 

     "Terima kasih, jika butuh bantuan lagi, kami siap membantu." Ucapnya seraya menerima amplop tersebut.

 

       

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
bagus banget... bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Irvandy Randy
bagus juga
goodnovel comment avatar
Aufa Ufi
owalaah, ada yang fitnah ternyata...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status