Setelah melalui perjalanan selama 3 hari tanpa ada kendala, rombongan Senopati Wage sudah memasuki kadipaten Sukorame.Informasi tentang Adipati Witono yang dipenjara oleh seorang pendekar muda menyebar dengan cepat. Para pedagang dari luar yang sebelumnya enggan berdagang karena penerapan pajak besar, akhirnya kembali berdagang di kadipaten yang terkenal sebagai sentra perdagangan tersebut.Kedatangan rombongan Senopati Wage yang terkenal sebagai panglima perang andalan kerajaan Pamenang sontak menjadi perhatian warga. Mereka tentunya bertanya-tanya, ada hal apakah sehingga pejabat kerajaan yang terkenal tersebut sampai datang ke kota mereka? Karena biasanya yang datang hanya pejabat rendah.Kasak kusuk pun terjadi, banyak yang mengaitkannya dengan kejadian 7 hari lalu dengan dipenjaranya Adipati Witono dan pejabat Sora oleh seorang pemuda.Lindu Aji yang mendapat kabar kedatangan Senopati Wage langsung bergegas menuju pintu gerbang untuk menyamb
Pemilik warung makan tersenyum lebar melihat Lindu Aji masuk melewati pintu. "Mau makan di sini atau dibungkus seperti kemarin?""Makan di sini saja, Paman, tolong buatkan satu porsi ayam panggang," balas Lindu Aji seraya mengedarkan pandangannya. Tidak terlihat satupun pengunjung di dalam warung tersebut."Siap ... ditunggu sebentar, ya!""Santai saja, Paman. Aku juga tidak terburu-buru," balas Lindu Aji, kemudian bersiul sekenanya. Simponi tidak beraturan dia keluarkan dari bibirnya yang sedikit dikerucutkan.Tak berapa lama, pesanan ayam panggang sudah terhidang di mejanya. Bau khas ayam panggang langsung membuat perutnya keroncongan. Tanpa pikir panjang lagi dia langsung menyantap makanan di depannya.Di saat dirinya sedang menikmati makannya, suaea derap derai kaki kuda terdengar membelah jalanan di depan warung. Lindu Aji langsung menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang sedang lewat. Tanpa sengaja sekilas matanya melihat lamb
Dikurung begitu banyak orang tidak membuat Lindu Aji gugup. Setidaknya dia mempunyai pengalaman dikeroyok puluhan bahkan ratusan orang di pulau Santong. "Aku harus secepatnya menghabisi mereka sebelum banyak gadis lagi yang jadi tumbal calon manusia Iblis itu," gumamnya. Belasan orang bersenjatakan pedang langsung memberikan serangan bersama-sama, namun serangan mereka hanya menemui ruang kosong karena Lindu Aji menghilang menggunakan langkah maya. Dia sudah berada di luar lingkaran yang dibuat anggota Perguruan Jiwa Sesat. "Kalian mencari siapa?" Suara Lindu Aji mengagetkan semua anggota Perguruan Jiwa Sesat yang tadi mengurungnya. "Kapan dia melewati kita?" tanya salah seorang dari mereka. Anggota perguruan Jiwa Sesat sedikit tersurut mundur mengetahui lawannya mempunyai kemampuan yang bisa dibilang jauh di atas mereka. "Aku beri kesempatan kepada kalian yang ing
Lindu Aji memandang dengan seksama bangunan di depannya. Tidak ada tulisan atau apapun yang bisa menjelaskan tentang bangunan apakah itu. "Belang, tampaknya kita sekarang berada di belakang atau di samping bangunan ini. Coba kita berputar, siapa tahu ada pintu masuknya?" Si Belang mengangguk lalu berjalan pelan menyusuri sisi bangunan. Tidak berapa lama, Belang menghentikan langkahnya setelah dia melihat lima puluh meter di depan ada pintu gerbang yang dijaga belasan orang. "Kau sembunyi dulu, jangan keluar bila tidak aku panggil!" Si Belang menggeleng pelan. "Jangan membantah, biar aku sendiri dulu yang kesana!" Kali ini belang mengangguk pelan, lalu berjalan menuju semak- semak yang tinggi. Lindu kemudian berjalan dengan santai sambil bersiul kecil mendekati pintu gerbang. Melihat kedatangan seorang pemuda, para penjaga pintu gerbang tersebut dibua
"Terima kasih telah menyelamatkan hidupku, Pendekar. Entah bagaimana nasibku jika pendekar tidak datang menolong saya."Lindu Aji sedikit terkesima dengan kecantikan yang terpancar dari wajah gadis tersebut. Dia kemudian teringat akan Andini yang diselamatkannya di dermaga setahun lalu."Dua kali aku ditemukan dengan gadis cantik pada situasi yang hampir sama. Pertanda apakah ini?" batinnya bertanya-tanya."Bangunlah, aku tidak suka begini. derajat kita sama sebagai sesama manusia." Lindu Aji tersenyum geli. Tidak mungkin juga dia bilang kalau dia anak Dewa."Ayah dan anaknya itupun berdiri. Mereka menunduk tidak berani menatap sosok yang telah menjadi pahlawan bagi mereka."Ayo kita ke sana dulu. Jangan sampai harimauku memakan daging manusia. Bisa-bisa kalau ketagihan nanti aku yang dimakan." Lindu Aji meringis ngeri.Mereka bertiga pun melangkahkan kakinya menuju sesosok harimau besar yang sedang menjilati kukunya penuh dengan
keesokan paginya ..."Eyang, nanti aku akan ke sana dengan Belang saja. Aku mau menikmati perjalanan. Kalau dengan Eyang hanya terlihat awan dan pepohonan saja dari atas. Belum lagi mata perih kalau terbang," kata Lindu Aji ketika Ki Damarjati mengajaknya berangkat."Memangnya kamu tahu jalannya?" tanya Ki Damarjati."Tidak, Eyang. Tapi nanti aku bisa bertanya kepada orang di jalan. Kata pepatah malu bertanya sesat di jalan, bukankah begitu?" Lindu Aji tertawa pelan."Baiklah kalau begitu, ini ada uang buat bekal di jalan," ujar Ki Damarjati sambil menyerahkan sekantung koin emas.Lindu Aji meraih kantong yang terbuat dari kain itu dari tangan eyangnya."Eyang berangkat sekarang, Lindu. Segera menyusul Eyang.""Baik, Eyang," balas Lindu Aji.Ki Damarjati kemudian keluar dari goa dan terbang menuju istana kerajaan Pamenang.Selepas kepergian eyangnya, Lindu Aji langsung menemui si Belang yang lagi malas-