"Hai, cantik, mau kemana? Temani kami bersenang-senang dulu disini."
Seorang pendekar muda berpakaian biru yang berumur kisaran 17 tahun berusaha mencolek tubuh gadis tersebut.Sementara beberapa pemuda lain merentangkan tangan membentuk lingkaran untuk menutup jalan lari gadis tersebut.Plaakk!Sebuah tamparan dari gadis tersebut mendarat telak di pipi pemuda berbaju biru yang terus berusaha meraih dan menjamah tubuh sintalnya."Bedebah, berani beraninya kau menamparku!" Pendekar muda berbaju biru tersebut merutuk keras. "Tangkap dia!"Seketika beberapa pemuda yang melingkari gadis tersebut bergerak menangkapnya."Lepaskan aku!"Gadis cantik tersebut berusaha meronta."Enak saja minta dilepaskan setelah kau menamparku. Apa kau tidak tahu sedang berurusan dengan siapa? Aku Satriaji putra tunggal ketua perguruan Macan Putih. Dan aku tidak akan melepaskanmu sebelum menikmati tubuhmu untuk menebus kesalahaAnak tersebut berjongkok dengan lutut sebagai penahan tubuhnya yang serasa begitu lemah."Cepat katakan di mana barang itu kau sembunyikan!?" tanya seorang lelaki berkumis tebal dan berpakaian mewah nampak menginterogasi anak tersebut"Sungguh saya tidak mengambil apa-apa, Tuan," Anak tersebut menunduk tak merubah sedikitpun posisinya"Berdirikan dia!"Dua orang lelaki dewasa yang nampaknya pengawal lelaki berkumis tebal, mengangkat tubuh anak itu hingga kembali berdiri."Aku tidak akan berhenti bertanya sampai kau mengaku. Katakan di mana kau menyembunyikan barang yang kau curi dariku atau kubawa kau ke penjara?""Sungguh aku tidak mencuri apapun darimu, Tuan. Silakan Tuan berbuat apapun, tapi aku tidak akan mengakui apa yang tidak kulakukan." Anak tersebut berbicara lirih. Prinsip hidupnya begitu kuat sehingga dia rela dibunuh dari pada mengakui kesalahan yang bukan perbuatannya."Bedebah ...! Masih mungkir saja kau!"Aaaaakh!Lelaki tersebut menjerit keras ketika dia merasa pukulan
Ketiga petinggi aliran hitam tersebut percaya diri jika kali ini pihak mereka akan menang dengan telak, sebab mayoritas pendekar aliran putih yang hadir di pulau Santong adalah pendekar muda yang hanya di dampingi ketua perguruan saja. Ada juga satu hal lagi yang membuat mereka yakin menang adalah sampai detik ini mereka belum melihat kemungkinan datangnya ki Damarjati.Ketiga orang itu pun kemudian memutuskam pergi dari sekitar arena. Tujuannya untuk menghindari kecurigaan yang mungkin terjadi jika ada salah seorang ketua perguruan aliran putih mengenali mereka.**"Paman, aku mengundurkan diri saja dari turnamen kali ini. Semua peserta sudah tahu tentang diriku, aku kuatir turnamen ini bakalan kehilangan gairah jika aku masih ikut di dalamnya," ucap Lindu Aji kepada Senopati Wage yang berada di sampingnya.Senopati Wage diam dan berpikir tentang keputusan Lindu Aji yang mendadak. Dia menyadari juga kalau peserta lain bakal minder kalau ketemu Lindu aji di panggung arena. Secara ilmu
Malam semakin larut, Senopati Wage dan Lindu Aji masih menunggu kedatangan Ki Nalasetya yang mengintai salah satu titik tempat berkumpulnya aliran hitam.Tak lama kemudian sosok yang ditunggu pun muncul juga."Bagaimana hasil pengintaian yang Tetua lakukan?" tanya Lindu Aji pelan."Aku tadi mengintai di pos musuh yang berada di timur laut, Lindu, ada sekitar seratus lima puluh orang yang berada di situ. Paling tidak di antaranya ada empat sampai lima pendekar pilih tanding," jawab Ki Nalasetya."Tampaknya kita mampu mengatasinya Tetua," kata Senopati Wage."Aku juga siap, Paman." Lindu Aji menyahut."Ayo kita berangkat sekarang!" ajak ki Nalasetya.Dengan mengenakan pakaian hitam, mereka bertiga bergerak cepat di keheningan malam, dan hanya dalam beberapa menit saja telah sampai di tempat yang dituju.Mereka bertiga mengendap-endap sambil melihat situasi yang ada. Nampak empat orang berada di perapian untuk berjaga."Tetua di sini saja, aku ke sana dan kau ke pohon besar itu," Bisik s
Semua orang peserta dibuat terkejut dan juga takjub. Namun ada satu orang yang mencibir perbuatan baiknya yaitu Yudha, dia merasa dirinya masih lebih baik dari pada Lindu Aji.Bakat paling jenius perguruan Elang Putih itupun kemudian meloncat ke atas panggung."Jangan ada yang percaya tipuannya!Dia pasti sudah bekerja sama dengan orang itu," teriak Yudha seraya menunjuk Harsono yang masih tergeletak."Dia hanya ingin pamer kekuatan di hadapan kalian semua."Suara Yudha menggelegar mencibir Lindu Aji. Dia berkata dengan percaya diri karena eyang gurunya berada satu panggung dengannya.Semua mata yang tertuju ke panggung arena membelalak tidak percaya jika murid perguruan Elang Putih berani berkata demikian."Yudha, Jaga ucapanmu!" Merah padam muka Ki Nalasetya menahan marah pada cucunya tersebut. Dia tidak bisa mentolelir perbuatan Yudha yang sudah menuduh Lindu Aji sebagai penipu.Para tetua lainnya pun tampak ikut emosi melihat kelakuan cucu ki Nalasetya tersebut. Mereka tahu Lindu A
Keesokan paginya, kelanjutan turnamen babak pertama kembali dilanjutkan. Para peserta dan penonton sudah menjubeli kursi yang disediakan panitia.Tidak lama kemudian, pembawa acara sudah naik ke atas panggung."Lanjutan pertandingan babak pertama kita lanjutkan hari ini. Dan tidak seperti kemarin yang hanya memainkan empat pertandingan, hari ini kita akan memainkan 12 pertandingan. Untuk partai pertama di panggung satu, Yudha dari perguruan Elang Putih melawan Sutomo dari perguruan Pedang Embun." Lelaki yang berdiri di panggung itu mengarahkan pandangannya kepada Yudha. Salah satu perwakilan tuan rumah."Partai kedua di panggung dua, Harsono dari perguruan Tongkat Sakti melawan Andini dari perguruan Teratai Ungu. Bagi keempat peserta dimohon naik ke atas panggung."Pendukung keempat peserta pun bersorak sorai membuat turnamen hari kedua ini semakin ramai.Yudha melenting indah ke atas panggung 1, peserta perwakilan dari perguruan Elang Putih tersebut nampaknya sudah bisa mempergunakan
Malam setelah hari pertama turnamen dimulai, Lindu Aji berjalan di temaramnya malam mengikuti seseorang yang keluar dari perguruan rajawali putih. Gelap tidak menjadi halangan buatnya yang bisa melihat dengan jelas setelah dia mengalirkan energi tenaga dalam ke matanya. Dengan kemampuan ilmu meringankan tubuhnya, dia melesat dari pohon ke pohon agar orang yang di ikutinya tidak mengetahui keberadaannya.Jauh dari tempatnya hinggap di pohon, terlihat sumber cahaya berasal dari perapian yang lumayan terang. Ternyata sosok yang diikuti Lindu Aji mengarah ke perapian tersebut. Cucu Ki Damarjati tersebut melenting dengan ringan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, dan mendarat tidak jauh dari perapian tersebut.Dilihatnya sosok yang dia ikutinya tersebut masuk ke dalam sebuah tenda besar.Dari atas pohon, Lindu Aji mengamati semua pergerakan dan juga menghitung serta menganalisa jumlah kekuatan mereka. Terlihat 9 tenda berukuran sedang dan 1 tenda berukuran besar berdiri di antara pepohona