Share

PIL KB MILIK IBU MERTUA
PIL KB MILIK IBU MERTUA
Author: Wafa Farha

Obat Siapa Ini?

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2023-09-18 16:28:39

"Dek, setelah ini. Ibu kita bawa ke kota saja, ya," ucap suami.

Aku tahu itu bukan pernyataan meminta izin, tapi hanya sekedar formalitas memberitahu. Aku bisa apa selain mengiyakan?

Lagi pula ....

Suasana masih berkabung, lantaran bapak mertua baru meninggal beberapa hari lalu. Entah, beliau meninggal cukup misterius. Tapi, ibu mertua bilang, suaminya terkena serangan jantung mendadak.

Beberapa hari pula aku dan Mas Huda tinggal di rumah ibunya, bantu-bantu selama acara hajatan doa, juga saling menguatkan.

Aku dan suami sama-sama minta cuti selama seminggu, karena kami sama-sama kerja. Bisa kulihat betapa sedih ibu mertuaku itu. Mereka yang dikenal harmonis meski usia keduanya terpaut jauh. Ya, jarang-jarang seseorang bisa menerima pasangan yang jauh lebih tua.

Ah, aku saja sampai kaget awal ketemu dua tahun yang lalu, kupikir ibu Mas Huda adalah kakaknya.

Kami tahu, ibu mertua sangat mencintai suaminya. Itu kenapa ia terlihat sangat terpukul.

Atas alasan itu, kuiizinkan ibu Mas Huda ikut tinggal di rumah kami.

"Ya sudahlah, Mas. Mau gimana lagi? Kasihan juga ibu kalau harus sendiri di desa," jawabku. Lagi pula kedua orang tuaku sudah meninggal, jadi tak mungkin ada kecemburuan kala kami merawta ibu Mas Huda. Aku hanya ada Mas Danu kakakku sebagai keluarga.

"Makasih, ya. Kamu memang istri berbakti." Mas Huda mengusap rambutku, lalu beranjak pergi menemui ibunya. Pasti dia akan memberitahu mengenai hal ini.

Sementara itu kuteruskan kesibukan memasak untuk makan malam. Namun, beberapa kali menengok ke arah kamar ibu, kenapa tampaknya lama sekali mereka bicara. Tapi ga sudahlah ... mereka perlu waktu untuk saling menguatkan.

___________

Keesokan harinya ....

Kami akhirnya berangkat ke kota.

"Wah, akhirnya aku ke kota," ceplos ibu mertua ketika membanting bokongnya ke kursi belakang.

Mataku melebar seketika mendengar itu. Apa aku tak salah dengar, dengan nada senang dan lega, ibu mengucap senang ke kota. Suaminya baru meninggal. Hey, Bu! Kekasihmu baru saja pergi dan kau bilang senang?

Namun, sepertinya ibu sadar aku menatap heran padanya. Hingga ia tersenyum canggung.

"Em, maksud ibu, ibu senang ada temannya, Nai."

"O." Aku membulatkan mulut. Lalu tersenyum tipis. Tak mau juga membuat ibu tersinggung karena aku tak mempercayainya. Memang seharusnya aku tak reaktif begini. Jadinya ibu salah tingkah.

Setelah empat jam perjalanan yang kami tempuh, akhirnya mobil kami sampai di kota, rumah kami berada.

Kami semua lelah, dan berencana langsung istirahat saja. Karena tadi di jalan kami juga sudah makan malam.

Namun, Mas Huda tak juga datang ke kamar, hingga kuputuskan untuk tidur saja duluan. Barang kali dia sedang memijit dan menemani ibunya di kamar. Hingga tengah malam aku terbangun, Mas Huda tidak ada di sisiku. Aneh sekali dia. Apa dia tak langsung tidur tadi, nonton televisi dan tertidur di sofa?

Entahlah, kuputuskan menunaikan hajatku saja ke toilet. Lalu ke dapur untuk minum. Ruang tengah hingga ke depan tampak gelap karena lampu di matikan. Aku terus berjalan ke dapur tanpa peduli.

Lalu kembali ke lantai atas, tadinya aku ingin berjalan lurus ke kamar ibu yang terletak sepuluh meter dari tangga, karena sepertinya ada pergerakan di sana. Apa ibu belum tidur?

Sudahlah, aku istirahat dan bekerja besok. Hingga kutinggalkan dan berjalan lurus ke atas. Aku terlalu lelah, tak kuat jika harus cari perhatian ibu mertuaku sekarang. Besok-besok sajalah, aku bisa saja mengajaknya ke mall atau ke mana pun hingga ia merasa senang.

___________

Pagi hari kami sarapan. Aku yang biasa membuatkan nasi goreng untuk suamiku, kini hanya harus duduk saja. Karena ibu sudah membuatkan mendoan kesukaan suami.

"Em, ini baru enak. Nanti kamu belajar masak mendoan sama ibu, ya, Nai." Mas Huda bicara dengan mulut penuh. Ibu menyambut pujian suamiku dengan senyum-senyum.

"Kan sudah ada ibu, Da. Biar saja Naira fokus ke kerjaannya." Aku senang ibu terkesan membelaku. Ia sejak kami kenal, sekalipun wanita tak pernah menampakkan sikap menyebalkan seperti cerita teman-temanku mengenai mertua mereka.

Kuberikan senyum pada ibu, dan dia membalasnya dengan senyum manis.

"Oya, Mas. Tadi malam kamu tidur di mana?" tanyaku yang membuat Mas Huda terhenyak. Kenapa dia begitu?

Walau kadang sikapnya aneh. Aku terus memakluminya. Atau aku saja yang berlebihan menyebutnya aneh.

"Aku tidur di sofa, Nai. Ya, karena kecapekan tau-tau udah pagi jam empat aja." Mas Huda menjawab sambil mengayunkan sendok mengambil sambal ke piringnya.

Ya. Jelas saja dia ketiduran karena sangat capek. Aku pun sangat lelah sampai tak sadar apa pun semalam. Padahal biasanya aku sangat sensitif, ketika mendengar sedikit bunyi. Bahkan aku juga tak tahu kalau tadi malam hujan. Sampai-sampai balkon biasa tempatku menjemur baju sedikit tergenang air karena lubang saluran pembuangnya tersumbat.

Saat mereka asik makan, aku berdiri membuatkan teh untuk ibu juga Mas Huda. Namun, saat akan mengambil stoples gula, tanganku mneyenggol sesuatu hingga benda tersebut jatuh. Aku yang terhenyak, segera mengambilnya. Kuamati benda berbentuk tablet tersebut.

"Apa ini?" gumamku. Aku terkejut. Itu pil KB mirip seperti yang kugunakan dulu saat awal-awal menikah. Tapi milik siapa ini? Ibu? Atau punya selingkuhan Mas Huda yang terbawa pulang?

"Ada apa, Nai?" tanya ibu lembut.

"Ah, nggak Bu." Segera kumasukkan ke kantong gamis, benda tersebut. Aku harus mencari tahu. Tidak mungkin punya ibu. Jadi pasti ini punya kamu kan, Mas? Awas saja kamu, Mas. Aku akan mencari tahu dan mengejar bahkan sampai ke lubang semut wanita selingkuhanmu.

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Ending

    "Bagaimana kalau terbukti bayi dalam kandungan Sherly adalah anakmu?"Anggara tercenung, hanya sesaat. Kemudian menatap Naira lekat-lekat."Kalau itu memang anakku, aku akan bertanggung jawab penuh atas hidup anak itu. Tapi, tidak akan ada siapa pun yang bisa memaksaku untuk menikahi Sherly. Dan...."Anggara tidak melanjutkkan kalimatnya, dia berdiri dan duduk satu sofa dengan Naira. Keseriusannya membuat jantung Naira berdebar-debar cepat. Jari-jemari Naira digenggam erat Anggara."Dan, kalau memang itu anakku, aku berharap kebesaran hatimu untuk mau tetap menerimaku sebagai suamimu, dan meminta kebaikan hatimu untuk anak yang tidka berdosa itu."Anggara menahan napas, menunggu apa reaksi dan jawaban Naira. Ditengah perasaan khawatirnya, Naira justru mengulurkan tangan dan membelai lembut pipi Anggara."Aku memang memiliki keraguanku padamu sampai tadi sebelum masuk ke ruanganmu ini. Tapi, kemudian aku tahu, bahwa suamiku berkata benar."Kernyitan di kening Anggara melekuk-lekuk dala

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Bagaimana Kalau Dia Anakmu?

    Huda menunggu dengan gelisah kedatangan Sherly. Perasaannya tidak enak. Suara kemarahan Sherly ditelepon, membuat pikiran Huda menjadi kalut. Dia merasa kalau situasinya berantakan."Brengsek kamu, Huda!"Sebuah hentakan di meja, menyadarkan Huda dari lamunannya. Sherly sudah datang, dengan setumpuk kekesallannya, hingga melempar tasnya ke atas meja, sebelum kemudian duduk. Dirogohnya isi tas dengan kalap, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Namun, saat melihat rokok itu, dia kemudian teringat bagaimana Anggara membentaknya kasar. Akhirya, Sherly meremas bungkus rokok beserta isi-isinya.Huda yang melihat itu, semakin penasaran sekaligus was-was. Dia merasa kalau yang akan dihadapinya bukan hanya tentang kekesalan si Sherly juga, tapi tentang rencana penghancuran pernikahan Anggara dan Naira."Gimana? Gimana tadi di sana? Si kunyuk Anggara itu, tidak bisa berkutik, 'kan? Dia mau menuruti maumu, 'kan?" Huda memajukan tubuhnya, menggeser kursinya, agar lebih dekat dengan Sherly.Sherly y

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Aku Sabar

    Pintu ruang kerja Anggara ditutup Sherly dari luar dengan bantingan yang amat sangat keras. Itu membuat sekretaris Anggara tersentak dan menatap Sherly dengan melongo. Dalam hati ada si sekretaris, ada kekaguman dengan kekuatan Sherly membanting pintu daun jati yang cukup tebal itu.Sherly tak langsung melangkah. Dia tetap berdiri di depan pintu yang tertutup, dengan napas naik turun yang tidak teratur. Satu dua kali, dia menyisir rambutnya dari depan ke belakang dengan kasar, hingga membuat si sekreatris khawatir rambut itu akan jebol dari akar kepala.Setelah dia bisa menguasai diri, Sherly melangkah menjauhi ruang kerja, menuju lift. Ekspresi wajahnya menyiratkan sesuatu yang buruk. Dia tidak menyapa apalagi menoleh ke meja sekreatris, melainkan menghubungi Huda.Di depan lift, barulah telepon Sherly diterima Huda."Brengsek kamu Huda! Ternyata deskripsimu tentang perempuan itu, salah! Sekarang, aku yang terjebak. Kalau ngomong itu yang bener!" cerocos Sherly tanpa menekan tombol a

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Jangan Mengujiku

    "Tidak, Nai." Cepat-cepat Anggara menanggapi. Khawatir istrinya akan salah tanggap."Aku tidak menyimpan foto-foto itu. Dia yang menunjukkan kepadaku tadi, sebagai bukti," lanjut Anggara."Foto apa?" Kali ini Naira menoleh ke Sherly. "Aku bisa lihat?""Gak perlu dilihat, Nai," cegah Anggara dengan suara lembut."Aku tetap mau melihatnya, Mas.""Aku tidak izinkan.""Kenapa?""Itu hanya akan membuatmu semakin berprasangka buruk terhadapku, sedangkan aku sendiri, tidak meyakini kalau foto itu mewakili apa yang sudah kuperbuat kepadanya," jelas Anggara."Kalau begitu, biarkan aku melihatnya dan menilainya sendiri."Anggara menatap ke dalam mata Naira yang memiliki keteguhan. "Aku tidak mau kamu terluka lebih banyak lagi, Nai.""Aku sudah terluka, Mas. Banyak atau sedikit, aku tetap terluka."Naira kembali menatap serius Sherly. Tangannya terulur dan meminta bukti foto itu."Biar aku melihat foto itu juga."Sherly tersenyum senang. Dengan gerakan gemulai, Sherly menyerahkan ponselnya."Ak

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Menghadapi Pelakor dengan Elegan

    Naira melotot tak terima. Bagaimana bisa ada perempuan tak tahu malu seperti itu. Tanpa ragu, wanita bergerak maju mendekati Sherly dan menjambak rambutnya hingga kepalanya tertarik ke belakang. "Au! Jalang! Lepaskan! Aku bisa melaporkanmu ke polisi!" ancam Sherly sambil berteriak kesakitan."Kamu pikir aku takut, hah?!" Naira melotot di depan wajah Sherly. Dulu mungkin dia tak bisa melawan fisik Rindi yang merebut Huda, tapi tidak sekarang. Anggara di sini untuknya, dia bukan tukang selingkuh seperti suami pertamanya.Anggara panik, ia tak mau kejadian ini heboh dan menarik perhatian yang lain. Rasanya kesabaran Anggara sudah sampai di batasnya. Ia tak mau diam saja. Naira bisa merasakan bagaimana tangan suaminya yang merangkul pinggangnya terasa mengetat, yang artinya Anggara sedang berada pada kemarahannya yang masih ditahan.Naira tentunya tidak ingin martabat suaminya buruk di mata banyak karyawannya. Itu tidak baik karena juga bisa mempengaruhi nama baik perusahaan. Naira harus

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Bukan lagi Pengecut

    Di luar ruang kerja Anggara, Naira dan seorang sekretaris, duduk gelisah di tempatnya masing-masing. Si sekretaris, beberapa kali mencuri pandang ke arah Naira dan juga ke pintu ruang kerja bosnya. Ingin sekali dirinya mendekati Naira, lalu mencoba menenangkan.Namun, ia sadar kalau itu pasti tidak akan bisa mengubah perasaan kalut seorang istri yang mengetahui suaminya berdua-duaan dengan wanita lain.Naira sendiri, sebenarnya tidak keberatan dengan kesendiriannya di sofa. Itu membuatnya leluasa berpikir antara tetap di kantor atau pulang, dan antara masuk menerobos ke ruang kerja Anggara atau sabar menunggu sampai tamu wanita bernama Sherly itu keluar.Sebenarnya Naira sangat ingin masuk, dan melabrak wanita itu serta Anggara bersamaan. Rasa kesal, marah, akibat merasa pernikahan ini tidak adil, adalah yang membuat Naira ingin meluapkan pada keduanya sekaligus. Seandai kata Anggara jujur sejak awal, sebelum menikah, atau Sherly datang menemuinya sebelum menikah, pastinya hidup Naira

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status