"Semua orang tahu wajahmu. Bagaimana kau bisa mencari tahu tentang tindak korupsi yang terjadi, di desa Rengganis, Nak? Lagi pula Mama khawatir padamu ...""Ma, percayalah pada Adnan. Adnan akan buktikan kecurangan yang terjadi di pabrik dengan hati-hati."_____"Aduh nikah kok sama orang miskin, udah miskin tambah miskin deh.""Mending kalau ganteng, loh ini mukanya sudah burik malah di tambal sama tompel." "Puspa, kok kamu mau aja sih, di jodohin ibumu sama pria modelan kaya gini?""Mas, kalau sudah nikah rajin-rajin mandinya, sekalian gosok itu dakinya, biar ga berkerak, mas sudah berapa hari itu ga mandi, sampai item banget kaya gitu!' "Halah di mandiin juga bentuknya nga bakalan berubah. Lagian Si Ranti nemu nih g e m b e l ini di mana sih? bisa-bisanya dia jodohin anak perempuannya sama orang ini" ujar Uwa Rosid saudara dari ibu.Mereka menatap jijik Bang Adnan yang sekarang telah menjadi suamiku. Namun, bang Adnan tetap bersikap tenang, seolah itu adalah sebuah nyanyi di teli
"Wahhh ... Wahhhh. Jadi ini suaminya si Puspa!" teriak Wulan dari kejauhan.'Ngapain lagi nih anak kesini?' tanyaku dalam hati."Heran, kok si Puspa mau-maunya di perawanin sama si buruk rupa." ucap Wulan."Beneran semalam belah duren, Pus?" tanya lbu-ibu tetangga rumahku."Gimana rasanya? Kuat berapa ronde tuh suami jelekmu."Wajahku langsung merona, mengingat apa yang terjadi tadi semalam.'Tapi, ini Ibu-ibu beneran nanya kaya gitu?'Aku menghela napas dalam, lalu menatap satu-persatu wajah mereka."Kalian nanya? Kalian bertanya-tanya bagaimana rasanya? Itu tanya saja pada rumput-rumput yang bergoyang."Ujarku menirukan slogan Arif cepmek yang tangah viral itu, sambil menunjuk rumput yang ada di halaman rumahku.Heran aku sama Ibu-ibu di kampung ini. Kapan bisa berhenti julid dengan kehidupan orang lain? Bukan orang lain tapi keluargaku. Setiap hari mereka berbelanja hanya untuk bergibah, kuping-ku selalu panas mendengar nyinyiran, dan julidan para tetangga yang selalu mengomentari
"Bang~" panggilku.Bang Adnan menoleh, tubuhnya menegang saat melihatku. Lalu segera memasukan ponselnya ke dalam saku celana."Ini! Kira-kira siapa yang memberikan perhiasan indah ini, Bang? Katanya ini sebagai hadiah pernikahan kita?" tanyaku."A-bang gak tahu," jawabnya, aku menghela nafas panjang."Puspa, itu apa?"tanya Ibu saat datang keluar dari dapur."Perhiasan,"jawabku."Kamu dapat dari mana?"tanya Ibu dengan wajah terkejutnya."Tidak tahu. Tadi ada orang aneh yang tiba-tiba datang terus ngasih ini sebagai hadiah pernikahan kami katanya," jelasku."Pus, Ibu takut kalau orang itu pencuri. Sebaiknya kamu buang saja, Ibu gak mau kalau kita kena masalah," perintah Ibu."Jangan! "sentak Bang Adnan. Aku dan ibu langsung menatap curiga padanya."Kenapa, Bang? Benar kata lbu mungkin pria tadi itu memang pencuri," jelasku."Bukan. Dia bukan pencuri," jawabnya."Dari mana kamu tahu, Bang?"tanyaku sambil mengkerut kening."Perhiasan itu memang untukmu," jawabnya membuat kami terkejut.
"Huh! Kami tidak akan pernah menyesali ucapan kami,"ketus Wulan pada Irpan."Sudahlah, Wulan. Kita pulang saja, bisa muntah nanti kalau lama-lama mata ibu, lihat pasangan burukk rupa ini." hina Bi Ning dengan tataan rendah pada Puspa dan Adnan."Mending burukk rupa, daripada burukk akhlak kayak kalian!" balasku tak kalah sengit."Kamu!"raung Bi Ningsih tak terima."Apa? Bibi gak terima?"tantangku berani."Sudah, Mbak. Jangan di ladenin dua keong racun itu,"ujar Irpan."Beraninya kau sebut kami keong racun! Siapa kau di sini, hah?" tanya Bu Ning tak terima."Ya, kalau gak mau di sebut keong racun. Lalu keong apa dong? Keong emas," ledek Irpan pada kedua ibu dan anak itu."Hey! Sebutan keong racun, sepertinya memang cocok untuk mereka."timpalku menyetujui nama baru yang di buat Irpan untuk mereka.Mereka nampak mencabbikan bibirnya, raut wajahnya begitu sangat kesal saat ini."Dasar kau keong racun, baru kenal sudah ngajak tidur~. Ngomong gak sopan santun, kau anggap aku ayam kampung~""
Ceklek!Saat Bang Adnan membuka pintu kamar, terlihat siapa orang yang telah menganggu kami, dan itu ternyata Irpan~Adiknya."Ada apa?"tanya Bang Adnan ketus."Aku lapar"jawabnya sambil mengelus-elus perut."Apa wajahku ini seperti makanan?" tanya Bang Adnan."Bukan.Tapi, seperti brownies pake toping oreo" ceplos Irpan terkekeh."Sudah sana pergi! Buat makanan sendiri di dapur sana!"usir Bang Adnan."Buatkan," pinta Irpan penuh permohonan."Tidak ada! Aku lagi sibuk memancing di dalam," tolak Bang Adnan.Brugh!Lalu pintu tertutup dengan kencang. Aku langsung pura-pura tertidur."Ah, gara-gara si Irpan. Jadi dia sudah tidur duluan.""Eh. Siapa itu Puspa?"tanya Ibu-ibu rempong."Adiknya Bang Adnan,"jawabku seadanya.Wajah mereka nampak terkejut."Ngaco, kamu Puspa. Masa modelan kaya suamimu itu bisa punya adik setampan dia?"tanya mereka tidak percaya."Iya, beda jauh banget itu mah.""Bagaikan langit, dan bumi, si tampan dan si b* r i k." "Atau jangan-jangan dia selingkuh kamu, Pus?"
"Heh, apa maksudmu?"tanya Sandi sambil ingin menonjok wajah Bang Adnan."Tidak, ada."jawab Bang Adnan santai."Sudahlah, Mas. Buang-buang energi saja ngadepin dia. Lagian kalau kamu tonjok wajahnya mau kayak apa lagi coba? Sudah jelek nantu tambah jelek,"ledek Wulan.Bukanya membalas Bang Adnan malah tersenyum-senyum."Eh, Puspa kamu juga datang.Tapi, pagi-pagi jadi tukang masak di sana."titah Bi Ning."Maaf, saya tak berminat."tolak Puspa mentah-mentah."Belagu kamu! Saudara macam apa yang tak mau membantu pernikahan saudaranya sendiri?" ujar Wulan sewot."Ranti, ajari anakmu itu! Sesama saudara harusnya saling bantu, jangan kayak begitu tingkahnya."ujar Bi Ning pada ibu.Ibu yang baru saja keluar dari rumah langsung di semprot omelan Bi Ning."Ya, terserah anakku Ning. Orang dianya gak mau masa harus di paksa,"jawab Ibu."Ya, haruslah kamu ibunya. Suruh anakmu itu bantu kami, kalau dia gak mau paksa. Masa sebagai orang tua kalah sama anak sendiri sih,"cibir Bi Ning."Menantu kamu 'k
"Loh, Mas Sandi mau kemana?" tanya Wulan.Semua orang langsung terdiam mendengar nada, dan ucapan Sandi. Pria yang tadi dengan sombongnya kelewatan memamerkan semua kekayaan serta menghina kami. Kini tunduk pada seorang Irpan.'Punya pelet Nih ipar gue'batinku terkekeh.Sandi yang akan segera pergi langsung di kejar oleh Wulan."Mas! Kamu mau kemana?"cegah Wulan saat Sandi akan memasuki mobilnya."Aku pulang dulu, nanti aku ke sini lagi. Aku lupa ada kerjaan yang belum aku bereskan di kantor,"ujarnya. Lalu tanpa perduli meninggalkan Wulan, dan Bi Ning yang masih meneriakinya."Kaya abis ngelihat macan ngamuk. Kok bisa dia kaya begitu?"tanyaku pada Irpan."Heh, sudah saya bilang Mbak. Jangan remehkan irpan aura saya iyang gahar sama orang jahat," ucap Irpan Sombong."Kenapa kamu keluar? Sudahku bilang sembunyikan saja di dalam," tiba-tiba Bang Adnan menyahut dengan nada marah.Bang Adnan nampak begitu emosi pada adiknya. Kenapa sih laki gue?"Lu udah gue bela, malah ngamuk. Aneh emang
"Ranti! Siapa orang tadi yang naik mobil itu?"tanya Bi Ning sambil menunjuk jarinya yang di kerumuni cacing gelamor.''Next level emang ini mak lampir,' batinku."Oh tadi itu irpan, adiknya Adnan."jawab ibu dengan tenang.Wajah Bi Ning, dan Wulan terkejut, mulut mereka tercengang mendengar Irpan yang mengendarai mobil mewah itu.Aku celingukan mumpung lagi kaya gitu, enak kalau di masukin sesuatu nih.'Lalat, di mana Lalat?'kekehku"Emang punya mobil dia? Gak percaya saya orang gak war*s kaya gitu, mana bisa beli mobil sebagus itu," ujar Bi Ning meremehkan."Benar, paling itu mobil rentalan. Ya ampun hidup sulit bergaya elit," cibir Wulan.Ibu terlihat jengah dengan mereka."Orang yang gak terlihat hartanya di anggapnya miskin. Orang yang punya mobil di anggapnya sok kaya. Ning kamu kayanya salah minum obat,?" tanya ibuku.Aku terkekeh kegelian. Ibu the best sedunia cara membalasnya gak kaleng-kaleng."Ngapain saya minum obat, saya orang sakit?" tanya Bi Ning."Siapa tahu. Kulihat mul